Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edusastra Republika

Kisah Inspiratif Widji Thukul

Eduaksi | Wednesday, 26 May 2021, 22:25 WIB

Penulis: Dwi Friska Br Girsang dan Prof. Dr. Rosmawaty Harahap, M. Pd.

Siapa yang tidak mengenal seorang Widji Thukul? Widji Thukul adalah seorang tokoh yang menentang keras pergerakan rezim Orde Baru di Indonesia, yang artinya Widji Thukul adalah seorang aktivis dan Ia juga sering memberikan kritik politik Indonesia melalui karya-karya sastranya, yaitu puisi. Banyak kisah inspiratif yang dapat diambil dari perjalan hidup seorang Widji Thukul.

Wdji Thukul dengan nama asli Widji Widodo lahir di Kampung Sorogenen pada 26 Agustus 1963. Daerah tempat tinggalnya adalah daerah dengan mayoritas penduduknya tukang becak dan buruh, ayah Widji Thukul adalh seorang tukang becak dan Ia anak sulung dari tiga bersaudara. Sebagai anak tertua, Widji berhasil menyelesaikan pendidikannya sampai jenjang SMP (1979). Widji Thukul dikenal sebagai seorang penyair pelo (cadel). Saat duduk di bangku SD Ia sudah mulai menulis puisi dan mulai tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Ia sempat melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMKI jurusan tari, tetapi drop out pada tahun 1982

sumber: CNN" />
sumber: CNN

Setelahnya, Wdji bekerja dengan berjualan koran yang kemudian mendapatkan ajakan dari tetangganya untuk bekerja di perusahaan mebel antik sebagai tukang pelitur dan ketika Ia bekerja, ia sering mendeklarasikan puisinya. Dalam perjalanan hidupnya, Widji Thukul juga mengikuti sebuah kelompok teater, yaitu Teater Jagalan Tengah (Jagat). Melalui Teater Jagat, dari sinilah yang membawa Widji keluar masuk kampung, dan bukan hanya di sekirar wilayah Solo, melainkan juga sampai ke Yogyakarta, Surabaya, dan Klaten dengan mengamen puisi yang diikuti iringan musik seperti rebana, gong, suling, kentongan, gitar, dan lain sebagainya.

Ternyata bukan hanya bekerja di perusahaan mebel dan mengamen, Widji juga pernah menjadi seorang wartawan pada tahun 1988. Tentunya di tengah semua kesibukannya, kecintaannya terhadap sastra tidak pudar, bahkan sajak-sajaknya banyak diterbitkan di media cetak, baik media dalam negeri maupun media di luar negeri seperti Suara Pembaharuan, Surabaya Post, Merdeka Inside Indonesia di Australia, Bernas, Tanah Air di Belanda, selain itu sajak Widji juga terbit di penerbitan mahasiswa, seperti Pijar, Universitas Gadjah Mada, Politik, Universitas Nasional, Jakarta, dan Keadilan, Universitas Islam Indonesia. Selain menulis sajak-sajak indah, Widji juga menulis cerpen dan puisi.

Banyak hal yang sangat menginspirasi dari kisah Widji Thukul, walaupun Ia hanya seorang anak yang bahkan tidak lulus SMKI dia telah banyak menerima penghargaan, yang lebih mengejutkan Widji pernah diundang Goethe Institut untuk membaca puisi di aula Kedutaan Besar Jerman, Jakarta hal ini terjadi pada tahun 1989. Widji juga pernah tampil di Pasar Malam Puisi pada tahun 1991 di Pusat Kedutaan Belanda yang diselenggarakan Erasmus Huis. Pada tahun yang sama, Widji bersama W.S. Rendra menerima Werteim Encourage Award yang diberikan Wertheim Stichting di negeri Belanda. Mereka merupakan penerima hadiah pertama sejak yayasan itu didirikan.

Puisi yang paling membekas pada hati penggemarnya adalah puisi dengan judul ‘Peringatan’, bahkan puisi ini lebih dikenal daripada sosok Widji Thukul sebagai seorang yang telah menorehkan puisi perlawanan tersebut. Kalimat Lawan!! menjadi sebuah pembangkit untuk jiwa-jiwa yang mencari kembali jati dirinya, kata yang membangkitkan semangat api untuk melawan otoritas petinggi dan rezim. Dengan hal ini Widji telah membayar mahal, bahkan ia menjadi korban praktik penghilangan orang. Widji Thukul dinyatakan hilang pada 23 Juli 1998 saat Ia berumur 34 tahun. Penghilangan ini terjai akibat kerusuhan yang terjadi pada 27 Juli 1996 hingga Mei 1998, yang membuat para aktivis terseret masuk ke dalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar. Sejak bulan Juli 1996 Widji telah berpindah-pindah tempat untuk menghindari pengejaran aparat, dan dalam persembunyiannyapun Ia tetap menorehkan sajak-sajak pro-demokrasi yang salah satunya berjudul ‘Para Jendral Marah-marah’. Hingga akhirnya pada tahun 2000, Widji Thukul dilaporkan hilang pada KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namun hingga saat ini Widji Thukul belum ditemukan.

Dari cerita perjalanan hidup seorang Widji Thukul banyak yang sangat menginspirasi, terkhususnya kaum muda. Hal yang patut ditiru adalah perjuangan Widji Thukul yang tidak berhenti bahkan saat Ia pun dalam persembunyian karena pengejaran aparat, sungguh harga yang sangat mahal telah dibayar oleh Widji semasa hidupnya. Teruslah berjuang untuk hal yang patut diperjuangkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image