Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ikhsan

Mengatasi

Bisnis | Tuesday, 25 May 2021, 22:55 WIB

Keberadaan perbankan Syariah diharapkan mampu menjawab dan merespon lalu lintas perekonomian Republik Indonesia, membawa kemaslahatan bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan umat. Produk-produk yang ditawarkan bank syariah pun bermacam-macam dam memiliki banyak manfaat di antaranya bagi hasil, simpanan, jual beli dan jasa.

Besarnya jumlah generasi muda Indonesia yang notebene merupakan usia produktif merupakan pangsa pasar yang menggiurkan. Mereka biasanya membuka rekening bank digital karena penawaran perbankan yang menarik seperti gratis biaya bulanan, gratis biaya transfer dan lainnya, lalu setelah mulai memanfaatkannya, baru mereka menyukai teknologi tingginya lebih dari perbankan konvensional.

Bank Syariah menawarkan layanan perbankan dengan sistem imbalan berupa bagi hasil (profit and loss sharing principle) atau Profit Margin yaitu keuntungan yang diharapkan. Sistem ini menerapkan prinsip keadilan antara pihak oleh Bank Syariah maupun nasabah.

Masyarakat muslim di Indonesia membutuhkan layanan syariah adalah keniscayaan. Dengan bank syariah maka syiar bermuamalah yang berkeadilan akan tercapai. Karena prinsip bank syariah bebas riba, dan bagi hasil sebagai solusi muamalah, maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud.

Industri keuangan Syariah merupakan potensi raksasa yang akan dibangkitkan untuk kemaslahatan rakyat. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, tidak salah jika memang pengembangan kemajuan Bank Syariah akan terus disorot.

Di saat perbankan Syariah mengembangkan kepak sayapnya melalui marketing secara online maupun offline, terdapat batu kerikil yang menghambat perjalan berupa stigma negatif masyarakat. Yakni anggapan "ujung-ujungnya Riba."

Arti “stigma” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Sedangkan arti “sosial” yaitu berkenaan dengan masyarakat.

Stigma berupa anggapan masyarakat terhadap seseorang yang dianggap tercela padahal belum tentu kebenarannya. Sikap prasangka merupakan sikap yang cenderung emosional, tidak rasional. Model stigma ini biasanya hanya ngomongin sesuatu dari sisi negatifnya saja.

Edukasi Fokus ke Perbedaan Akad dan Riba

Masyarakat Indonesia, khususnya calon nasabah pada umumnya sekedar mengetahui bahwasannya perbankan Syariah lebih bagus karena bebas Riba. Namun, kurang memahami sistem akad yang dijalankan. Pasalnya menerapkan sistem bagi hasil, bukan bunga lagi seperti sistem konvensional.

Adapun akad bank Syariah merupakan kesepakatan tertulis pihak bank syariah dengan pihak lain yang memuat hak serta kewajiban untuk masing-masing pihak sesuai prinsipnya. Beberapa diantaranya yaitu akad titipan, akad bagi hasil, akad jual beli, akad sewa dan lainnya.

Sebagaimana telah diketahui bersama, perbankan Syariah adalah bisnis, bukan rumah zakat, bukan juga dinas sosial. Tidak mungkin tidak mengambil keuntungan.

Studi kasus:

Misalkan harga Mobil 250 juta, dibeli oleh bank Syariah, kemudian ditawarkan ke pembeli 270 juta. Pembeli boleh mencicil selama 3 tahun. Begitulah cara kerja bank syariah. Prinsip dasarnya bukan "kredit" yang kita kenal di bank konvensional, namun prinsip jual beli biasa. Jadi tak ada kelebihan (Riba) yang ditentukan di awal. Tinggal mau beli atau tidak.

Stigma "ujung-ujungnya Riba" dalam pembiayaan syariah adalah hal negatif yang menghambat kemajuan lini bisnis perbankan Syariah. Selain itu, banyak anggapan pasti lebih murah dari bank konvensional. Padahal belum tentu, perbedaannya hanya di akadnya saja.

Cermati perbedaannya dengan sistem bank konvensional. Di konvensional, anda meminjam uang, dan membayar bunga, anda menabung dan mendapat bunga. Di perbankan syariah, kita melakukan jual beli. Mengapa jual beli pakai persentase, seperti bunga saja? Itu adalah model matematis untuk memudahkan penghitungan.

Banyak yang belum mengetahui dan mengenal akad-akad Islam dan skema bagi hasil dalam perbankan syariah, sehingga anggapan konsep riba dan haram mudah keluar dari masyarakat awam. Padahal, dengan penjelasan yang lebih baik disertai dengan niat mencari tahu dan belajar, tentunya masyarakat khususnya yang beragama Islam akan lebih memilih produk dari perbankan syariah.

Selain itu, digital banking yang merupakan bentuk digitalisasi dari semua aktifitas dan layanan perbankan Syariah, masih diyakini hanya sebatas mobile banking yaitu layanan yang memungkinkan nasabah bank melakukan transaksi perbankan melalui ponsel atau smartphone menggunakan menu yang sudah tersedia melalui aplikasi yang dapat diunduh oleh nasabah.

Menghapus stigma negatif "ujung-ujungnya Riba" ditengah masyarakat, khususnya para generasi muda, setidaknya membantu mempercepat kemajuan perbankan Syariah. Sehingga nantinya publik atau nasabah dapat memberikan dukungan yang baik dan maksimal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image