Generasi Post-Milenial: Pasar Potensial Perbankan Syariah
Olahraga | 2021-05-25 21:42:39Perbankan syariah merupakan fenomena ekonomi Islam yang menjadi alternatif yang kian digemari masyarakat di seluruh dunia, termasuk generasi post-milenial. Bukan hanya untuk mengakomodir kepentingan umat Islam, namun juga memadukan kepentingan pribadi dan kemaslahatan masyarakat dalam bentuk yang berimbang. Kelebihan lainnya dalam perbankan syariah menggunakan prinsip barakah yang beroperasi atas dasar pertumbuhan dan investasi harta dengan cara-cara legal, agar sirkulasi harta dalam kehidupan sebagai bagian dari mediasi jaminan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi manusia terus terjaga dinamikanya. Jelas, Islam melarang keras praktek monopoli, penumpukan dan penghentian pengalokasian dan perputaran yang dapat merugikan umat.
Pada tahun 2020, terdapat 14 bank umum syariah dan 26 unit bank umum yang membuka unit syariah dan 160 bank BPRS, sehingga total jaringan kantor perbankan syariah ke 2.496 kantor (OJK, 2020). Memasuki perkembangan zaman ke era industry 4.0, yang didominasi milenial dan gen Z, generasi yang lahir pada rentang waktu tahun 1980-an hingga 2010, mereka identik sebagai penggila teknologi dan gawai. Dalam usia produktif, mereka ikut mengantarkan dunia kepada era industri 4.0 yang didorong oleh pemanfaatan teknologi disruptif, seperti Mobile Internet, IoT, teknologi awan dan lainnya (CFB Bots, 2018). Mereka juga dikenal sebagai native digital, multitask, dan senang bermain dengan monster digital/shopping online. Dengan produktivitas tanpa batas, potensi milenial jangan dianggap remeh, dari hasil survei sensus penduduk sepanjang Februari-September 2020 (BPS, 2020) itu didapati jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total populasi berjumlah 270,2 juta jiwa. Sementara, generasi milenial mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87 persen.
Tingginya penetrasi internet milenial tidak begitu menggembirakan jika dihubungkan dengan perbankan syariah. Akan tetapi di balik itu semua, tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap perbankan syariah hanya 11,06%, lebih rendah dari perbankan umum yang mampu mencapai sebesar 28,94%. Sedangkan untuk tingkat inklusi keuangan syariah juga tidak kalah rendahnya, yaitu: 8,55%, adapun tingkat inklusi perbankan umum sebesar 63% (Rahman, 2018). Tentu saja, hal tersbut menjadikan perbankan syariah seolah jalan ditempat. Perbankan syariah harus mengenal potensi dan karakteristik milenial agar mereka memilih produk perbankan syariah yang sesuai dengan apa yang mereka rasa dapat menambah modalitas kehidupan mereka.
Menurut Boston Consulting Group (BCG), generasi milenial pada 2020 akan menjadi populasi MAC (Middle-Class dan Affluent Customer, yaitu: mereka yang memiliki kekayaan bersih antara US $ 100.000 dan US $ 1 juta di seluruh spektrum pendapatan) dengan populasi 64% dari keseluruhan populasi Indonesia saat ini (Rastogi, et al., 2013). Fakta ini diikuti dengan potensi transaksi e-commerce yang mengalami kenaikan mencapai 20 miliar US$ atau sekitar Rp 261 triliun. Bahkan, pada 2017, nilai perdagangan online Indonesia mencapai 8 miliar dolar AS. Nilai ini meningkat menjadi 55 sampai 65 miliar dolar AS pada tahun 2022.Jelas, peluang dan potensi ini tidak dapat dilewatkan begitu saja oleh perbankan syariah agar mengenal lebih familiar milenial.
Strategi Marketing Ala Korea Selatan
Pasar yang lesu, apalagi di masa pandemi ini menjadi jeda, agar perbankan syariah memikirkan ulang tentang strategi marketing yang lebih mengedepankan pasar inovatif. Konektivitas “dari hati ke hati” dengan milenial mutlak dibutuhkan. Apa yang mereka suka, apa yang mereka impikan di masa depan, apa yang menjadi tren, perbankan syariah perlu mengenalkan diri secara berbeda dan lebih inovatif. Fakta yang terjadi saat ini, milenial menjadi kelompok yang paling rentan terkena dampaknya. Sebagai negara dengan poopulasi muslim terbesar di dunia, peran perbankan syariah membutuhkan produk yang mendukung pemulihan atau menopang perekonomian.
Dengan mengenali identitas milenial khas Indonesia, maka definisi Jackson, Stoel& Brantley (2011) menjadi relevan. Kata mereka, bahwa Jackson, Stoel, & Brantley (2011) peristiwa sosial, politik dan ekonomi tingkat makro yang terjadi selama tahun-tahun sebelum dewasa dari suatu kelompok menghasilkan identitas generasi yang berbagi serangkaian nilai, keyakinan, harapan, dan perilaku yang tetap konstan sepanjang kehidupan satu generasi. Jika milenial mau beralih ke perbankan syariah, maka perbankan syariah perlu beradaptasi dan bersahabat dengan kultur yang sedang mereka jalani. Literasi digital dan budaya massa yang berkembang pesat saat ini perlu dipelajari perbankan syariah untuk mempelajari berbagai pendekatan kepada milenial.
Satu contoh saja, sebagian dari mereka adalah penggembar K-Pop, apakah haram jika perbankan syariah menggunakan branding atau menggunakan istilah-istilah yang berbau Korea, misalkan dalam marketing perbankan syariah. Industri musik Korea pun berhasil dengan menggunakan strategi yang tidak kecil, penuh perencanaan, dan perlu belasan tahun untuk mencapai kedigdayaan Korea dalam kancah globalisasi. Perbankan syariah dalam hal ini, perlu melihat sudut pandang yang lebih multikultur dan tidak rigid, untuk melihat pasar potensinya dengan kekuatan konektivitas dan pasar inovatif yang terus bertumbuh.
Sebagaimana Kpop berhasil mendunia, karena keberhasilan mereka yang ditopang memiliki halaman website, akun, dan saluran mereka sendiri di beberapa situs media sosial. Mereka selanjutnya didukung oleh situs web perusahaan label mereka dan situs lain yang penting. Belajar dari hal itu, perbankan syariah perlu bergandeng tangan (bermitra) dalam jagat digital. Mendekati milenial bukan hanya butuh modal, namun juga hati, sehingga perbankan syariah menjadi lebih akomodatif bukan hanya pihak muslim, namun juga mereka yang bukan muslim. Inilah yang disebut Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Hal lain yang perlu kita pikirkan adalah mempelajari cara yang dilakukan pemerintah Korea yang menyadari betul bahwa kaum muslim Indonesia adalah pasar potensial. Mereka memanjakan dengan mengusung “Muslim Friendly Korea” sebagai kampanye pariwisata. Kampanye Muslim Friendly Korea dipromosikan karena banyak pengunjung Muslim di Korea akhir-akhir ini. Korea Selatan mengusung "Muslim Friendly Korea"Kira-kira disana ada 750.000 turis Muslim mengunjungi Korea Selatan setiap tahun. Indonesia sendiri dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia menunjukkan peningkatan jumlah kunjungan ke Korea Selatan pada tahun 2015 hingga 2016 sebanyak 50%. Tentu saja, banyak muslim datang ke Korea bukan hanya untuk leisure, namun juga dampak dari perencanaan dan strategi marketing yang benar-benar terkoordinasi dari hulu ke hilir.
Di tengah pandemi ini, perbankan syariah perlu berperan agar ekonomi umat tetap berjalan, di tengah PHK yang terus mengancam milenial, dan kebutuhan tenaga kerja yang semakin selektif, karena ekonomi yang lesu, dan perkiraan perlu memerlukan waktu delapan tahun untuk pulih. Ekonomi perlu kuat, namun perbankan syariah sebagai nilai lebih ekonomi Islam dengan prinsip untuk menyehatkan, agar dapat terhindar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Musim pandemi belum berlalu, dan tugas menyehatkan ekonomi umat belum usai. Saatnya perbankan syariah bermain peran dan pada akhirnya berbekas di hati milenial dengan berbagai produk inovatifnya.
#retizencompetition
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.