Menakar Isu Strategis Bank Syariah, Ubah Tantangan jadi Peluang
Bisnis | 2021-05-25 11:40:00Sebagai salah satu Negara yang menjadi mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia, dianggap menjadi ladang dan jalan yang mudah bagi bank syariah, untuk bisa masuk memasarkan produk dan pelayanannya kepada masyarakat.
Namun, hal ini justru menjadi ironi bagi bank syariah untuk bisa berkembang lebih cepat dan menyeluruh di Indonesia. Walaupun bank syariah memiliki pertumbuhan yang signifikan, tetapi kenaikan ini bisa terbilang rendah.
Karena diketahui, pangsa pasar bank syariah di Indonesia hanya 6,24 persen hingga pada September 2020. Angka ini tak bergerak signifikan dibandingkan market share 2017 lalu, yakni 5 persen.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, bahwa total aset perbankan syariah Rp585,34 triliun per Oktober 2020. Nilainya tidak berbeda jauh dari posisi akhir 2019 yang sebesar Rp538,32 triliun.
Bila ditinjau lebih jauh, total aset perbankan syariah dari tahun ke tahun tidak naik signifikan. Rinciannya, akhir 2017 sebesar Rp435,02 triliun. Kemudian, akhir 2018 sebesar Rp489,69 triliun, dan akhir 2019 sebesar Rp538,32 triliun.
Melalui data tersebut menunjukkan, bahwa pengguna bank syariah masih sedikit dan penetrasi keuangan syariah Indonesia masih rendah. Serta bank konvensional dirasa masih memiliki tempat bagi nasabahnya dan transakasi di bank syariah juga dinilai minim.
Dengan demikian, regulasi dan elaborasi yang tepat dari berbagai pihak benar-benar dibutuhkan, untuk menjadikan bank syariah lebih progresif dan kontributif bagi umat. Lalu, bagaimana cara terbaik dalam memajukan bank syariah di Indonesia?
Bank syariah sebagai tantangan dan peluang
Menurut Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor (CIEST-IPB), Irfan Syauqi menjelaskan bahwa, terdapat ada dua faktor yang membuat industri perbankan syariah tidak tumbuh secara signifikan. Yakni tingkat literasi perbankan syariah di bawah 10 persen, dan rata-rata modal perusahaan bank syariah yang masih kecil.
Karena dengan adanya modal inti bank yang besar, maka kemampuan perusaahan dalam melebarkan sayap bisnisnya menjadi jauh lebih luas, ekspansi pelayanan, teknologi, dan penambahan cabang serta karyawan pun jadi dapat dilakukan.
Selain itu, hasil survei, in-depth interview (IDI), dan Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan OJK menjelaskan, bahwa perbankan syariah saat ini masih memiliki beberapa isu strategis yang menghambat pertumbuhannya.
Diantaranya adalah belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan, pengembangan bisnis yang masih berfokus pada tujuan bisnis saja, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan TI yang kurang optimal.
Beberapa faktor tersebut, bukanlah semata-mata untuk menimbulkan rasa pesimis bagi tumbuh kembang perbankan syariah, melainkan terdapat unsur penunjang dalam mengidentifikasikan peluang dalam sebuah tantangan,
Serta menjadi faktor,yang mendukung kemajuan perbankan syariah, antara lain digitalisasi dan pesatnya teknologi, menjamurnya industri halal, dan kesadaran masyarakat Indonesia dalam melakukan transaksi dalam rangka menghindari praktik ribawi, maysir, dan gharar.
Potensi bank syariah sebagai representasi ekonomi umat
Sejak terbentuknya Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi harapan baru yang mendorong potensi bank syariah jadi lebih luas dan kompleks. Namun, beberapa hal harus diperhatikan dan dievaluasi demi perkembangan dan kemajuan bank syariah di Indonesia.
Sebagaimana dengan pernyataan Akademisi Univeristas Indonesia Muhammad Fadli Hanafi yang menilai, dengan adanya BSI, maka secara matematis, merger dan akuisisi berpotensi meningkatkan nilai aset di sekitar Rp 270 triliun.
Dengan demikian, sumber daya mampu dioptimalkan dengan memberikan input pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Maka, cara terbaik untuk memajukan perkembangan bank syariah di Indonesia adalah, memahami dan mencari tahu solusi terbaik dari setiap faktor pendukung, dan menggali potensi melalui isu-isu strategis yang hadir, diantaranya:
1. Memahami literasi keuangan
Seperti yang diketahui bahwa pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan syariah sangatlah rendah. Data menjelaskan bahwa literasi keuangan nasional berada di kisaran 38% hingga 39%. Sementara itu, literasi keuangan syariah nasional baru berada di kisaran 8% sampai 9%.
Hal ini, dikarenakan masyarakat masih terbiasa menggunakan suku bunga yang diterapkan oleh bank konvensional dan masih asing dengan sistem margin yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga yang dibutuhkan adalah mengenalkan pada masyarakat, perihal keuntungan yang didapat dan dampak yang diperoleh saat melakukan transaksi, baik berupa pinjaman atau simpanan di bank syariah yang lebih masif.
Persentase sistem margin yang tidak memberatkan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya, serta pengenalan produk bank syariah yang dinilai punya ciri khas dan keunikan, mulai dari segi nama produk, hingga keuntungan yang bisa diraih seperti melalui mudharabah, murabahah, musyarakah, dan lain sebagainya.
2. Penguatan modal bank syariah
Bank syariah, khususnya BSI perlu lebih fokus pada sektor riil ketimbang korporasi. Karena pelaku usaha kelas bawah dinilai jauh lebih banyak dari perusahaan kelas menengah atas, yang berdampak pada pangsa pasar yang naik secara otomatis. Pasalnya, pelaku usaha di kelas menengah ke bawah jauh lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kelas menengah atas.
Selain itu, berdasarkan pada laporan keuangan kuartal II 2020, total modal inti tiga bank yang masuk dalam merger tersebut mencapai Rp19,44 triliun. Maka, regulasi pemerintah dalam menambahkan modal untuk pengembangan bank syariah, terutama BSI akan menjadikan BSI menjadi buku IV dan hal ini tentu sangat berpengaruh.
3. Pengenalan produk bisnis lewat diferensiasi
Produk bank syariah dinilai memiliki keunikan dari bank konvensional sehingga dari sini mampu menghasilkan nilai tambah dan mewujudkan model bisnis baru yakni berkolaborasi dengan berbagai lembaga keuangan seperti BUS dan UUS, peningkatan industri halal menjalin kerjasama dengan UMKM, sinergi dengan lembaga sosial islam seperti optimalisasi dana ZISWAF, dan Kementrian serta Organisasi Masyarakat (ORMAS) lainnya. Dalam rangka menimbulkan public awareness terhadap kehadiran bank syariah di Indonesia.
4. Pengembangan SDM dan TI
SDM yang bekerja secara operasional di bank syariah harus memegang nilai-nilai dari prinsip syariah, sehingga hal ini mampu menjadi branding dan dampak yang baik untuk memunculkan trust dari masyarakat dari pelayanan yang dihadirkan.
Teknologi Informasi (TI) juga harus dieksplorasi dengan cara menggunakan aplikasi pembayaran tanpa harus langsung datang ke bank syariah, selain lebih efisien, digitalisasi ini juga menunjukkan bahwa pengelolaan bank syariah dari segi jasanya semakin maju dan memadai.
#retizencompetition
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.