Penerapan Akad Wakalah Pada Bank Syariah
Agama | 2025-01-04 15:00:11Oleh: Faiz Arvin Sakti
Akad berasal dari kata al-'Aqd yang merupakan bentuk masdar (asal) dari kata 'Aqada dan jamak-nya adalah al-'Uqud yang artinya perjanjian (yang tercatat) atau kontrak. Menurut istilah, Wahbah Zuhailiy dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh menerangkan, akad adalah hubungan atau keterikatan antara ijab dan qabul atas diskursus yang dibenarkan oleh syara' dan berimplikasi pada hukum tertentu.
Sedangkan Akad Wakalah adalah suatu perjanjian berupa kesepakatan adanya pelimpahan kekuasaan atau mandat dari pihak pertama kepada pihak kedua. Maksudnya, pihak yang diberikan kuasa hanya akan melaksanakan segala kegiatan yang dimandatkan oleh pihak pertama tanpa terkecuali. Jika mandat yang diberikan telah dilakukan oleh pihak kedua, maka berbagai tanggung jawab dan risiko atas pelaksanaan mandat tersebut sudah sepenuhnya menjadi kewenangan ataupun hak dari pihak pertama.
Salah satu dasar atau landasan penerapan atau praktek Akad Wakalah adalah firman Allah SWT yang berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi, yang artinya:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (QS Al-Kahfi : 19).
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) NO.10/DSN-MUI/IV/2000 Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Akad Wakalah pada hakikatnya adalah akad yang digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan orang lain atau mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk melaksanakannya. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu. Pemberian kuasa dalam wakalah ini dilakukan karena pihak pertama tidak dapat mengerjakan pekerjaannya, jadi dilimpahkan kepada pihak kedua untuk mengerjakannya.
Akad Wakalah adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pemberi kuasa (muwakkil) dan wakil (al-wakil). Untuk dapat terlaksana dengan baik, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam akad wakalah, sebagai berikut:
A. Rukun-Rukun Dalam Akad Wakalah
1. Orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil)
2. Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)
3. Perkara/hal/objek yang dikuasakan (al-Taukil)
4. Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul).
1. Syarat-Syarat Kemampuan Muwakkil (Pemberi Kuasa) Dalam Akad Wakalah
a. Mukallaf
b. Pemilik Sah dari suatu hal yang akan dikerjakan
c. Cakap Hukum
2. Syarat-Syarat Kemampuan Wakil Dalam Akad Wakalah
a. Memiliki kemampuan untuk melakukan tugas yang diberikan oleh pemberi kuasa.
b. Memiliki keahlian dan pengetahuan yang memadai untuk menjalankan tugas yang diberikan.
c. Mempunyai integritas dan kejujuran yang tinggi dalam menjalankan tugas yang diberikan.
3. Syarat-Syarat Objek Dalam Akad Wakalah
a. Harus sah dan tidak bertentangan dengan hukum dan syariah Islam.
b. Harus jelas dan spesifik, sehingga wakil dapat menjalankan tugas dengan baik dan sesuai dengan keinginan pemberi kuasa.
c. Harus dalam bentuk tugas atau pekerjaan yang dapat dilakukan oleh manusia, sehingga tidak melanggar prinsip-prinsip syariah Islam.
4. Syarat-Syarat Kesepakatan Kedua Belah Pihak
a. Harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanpa adanya paksaan.
b. Harus dilakukan secara jelas dan tegas mengenai tugas yang harus dilaksanakan oleh wakil dan imbalan yang akan diterima oleh wakil.
c. Harus dilakukan secara tertulis dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Wakalah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi bisa menjadi batal atau dibatalkan. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang menyebabkan wakalah itu batal dan berakhir, meliputi:
a. Matinya salah seorang dari shahibul akad (orang-orang yang berakad), atau hilangnya cakap hukum.
b. Dihentikannya aktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.
c. Pembatalan akad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang diketahui oleh penerima kuasa.
d. Penerima kuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa. Gugurnya hak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport Syariah), inkaso dan transfer uang, penitipan, anjak piutang (factoring), wali amanat, investasi reksadana syariah, pembiayaan rekening koran syariah, asuransi syariah.
Dalam pelaksanaannya di perbankan syariah akad Wakalah memiliki berbagai bentuk dalam pelayanan jasa perbankan yang dapat berbentuk sebagai berikut:
1. Transfer
Jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari satu rekening kepada rekening lainnya. Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini:
a. Wesel Pos, Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
b. Transfer uang melalui cabang suatu bank. Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut.
c. Transfer melalui ATM (Automatic Teller Machine). Pada proses ini transfer uang pendelegasian tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk men-debet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
2. Collection (Inkaso)
Inkaso merupakan kegiatan jasa bank untuk melakukan amanat dari pihak ketiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Disini bank berlaku melakukan penagihan dan menerima pembayaran tagihan untuk kepentingan nasabah.
3. Penitipan
Yaitu akad pendelegasian pembelian barang. Terjadi apabila seseorang menunjuk orang orang lain sebagi pengganti dirinya untuk membeli sejumlah barang dengan menyerahkan uang dengan harga penuh sesuai dengan harga barang yang akan dibeli dalam kontrak wadiah. Agen (al-wakil) membayar pihak ketiga dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang. bank menitipkan sejumlah uang kegiatan penitipan barang bergerak, yang penata usahanya dilakukan oleh bank untuk kepentingan nasabah berdasarkan suatu akad. Sebagai contoh, bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, dengan menggunakan akad wakalah dan akad murabahah bisa dilakukan secara prinsip apabila barang yang sudah dibeli melalui wakalah telah menjadi milik bank.
4. Letter of Credit (L/C)
Letter of Credit (L/C) adalah surat pernyataan akan membayar kepada yang diterbitkan oleh bank untuk kepentingan importir / eksportir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah L/C syariah dalam pelaksanaannya dapat menggunakan akad-akad: wakalah bil ujrah, qardh, murabahah, salam / istishna’, mudharabah, musyarakah, dan hawalah, ijarah. Bagi L/C yang menggunakan akad wakalah tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama.Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank.
Sebagaimana fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002 terkait Letter of Credit Import Syariah dan Letter of Credit Eksport syariah adalah sebagai berikut:
1. Letter Of Credit Import Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSNMUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi.
2. Letter Of Credit Eksport Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad wakalah. Hal ini sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSNMUI/IX/2002.24. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
Sources:
https://bpkh.go.id/apa-itu-ariyah/#:~:text=Kesimpulan,sesuai%20dengan%20prinsip%20ekonomi%20syariah.
https://kumparan.com/user-16122024134051/akad-ariyah-dan-akad-qardh-dalam-perspektif-fikih-muamalah-248StkYs0SV
https://gadaihartadinataabadi.com/syariah/apa-itu-ariyah/#:~:text=lah%20kamu%20dikembalikan.-,Tujuan%20Ariyah,dari%20Allah%20atas%20niat%20baiknya.
https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/apa-itu-ariyah/#:~:text=Ariyah%2C%20dalam%20konteks%20hukum%20Islam,dalam%20keadaan%20utuh%20setelah%20digunakan.
https://cendikia.kemenag.go.id/storage/uploads/file_path/file_06-06-2023_647eaf7313bdb.pdf
file:///C:/Users/User/Downloads/959-Article%20Text-2926-1-10-20151225%20(1).pdf
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.