Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muslih Lutfi

Harapan Bank Syariah Membangun UMKM

Bisnis | Monday, 24 May 2021, 17:33 WIB

Kelahiran Bank Syariah Indonesia (BSI) yang diumumkan pada tanggal 1 Februari 2021 kemarin sebagai hasil merger dari BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah, dan BNI Syariah menjadi harapan baru terhadap perkembangan dunia perbankan syariah di Indonesia. Impian yang lama baru terwujud, merger Bank Syariah plat merah ini telah memposisikan total asset senilai Rp. 239,56 Trilyun berdasarkan pencatatan akhir tahun 2020. Hal yang menggembirakan lainnya, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Deden Firman Hendarsyah, market share perbankan syariah yang akhir tahun lalu sudah naik ke 6,51% terus naik ke 6,55% pada awal tahun ini.

Keberadaan BSI maupun pelaku bisnis perbankan syariah lainnya tentunya diharapkan memiliki peranan yang strategis dan berkontribusi besar terhadap pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau lebih sering disebut dengan istilah UMKM. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh pemerintah melalui Wakil Presiden KH Maruf Amin dalam beberapa kesempatan. UMKM menjadi sektor menarik bagi banyak pihak mengingat kiprahnya selama ini yang dianggap pro terhadap masyarakat dan dikenal tahan banting ditengah hempasan krisis ekonomi yang beberapa kali mendera Indonesia. Dalam rangka pemberdayaan UMKM maupun Koperasi, penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, pemerintah beberapa kali telah menerbitkan paket kebijakan yang bertujuan meningkatkan sektor riil dan memberdayakan UMKM. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut diantaranya melalui peningkatan akses pada sumber pembiayaan bagi UMKM dan Koperasi.

Optimisme dan Tantangan

Memperhatikan skema penyaluran pembiayaan dan tingkat percepatan penyaluran pembiayaan UMKM melalui sektor perbankan, tentunya perlu kita perhatikan secara bijaksana mengapa penyaluran kredit untuk UMKM selama ini dianggap tidak seagresif program pembiayaan komersiil lainnya yang dilakukan oleh pihak bank. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa faktor yaitu:

Pertama, prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan pembiayaan/kredit. Dalam beberapa pemberitaan seringkali kita mengetahui adanya permasalahan yang menghambat pihak UMKM yaitu ketika bank menyalurkan pembiayaan meminta agunan (jaminan). Meskipun perbankan akan melakukan verifikasi data dan prinsip kehati-hatian yang terukur termasuk dokumen-dokumen yang bersifat admisnitrasi, dalam prakteknya akan sulit untuk direalisasikan karena pelaku UMKM secara administrasi belum mendokumentasikan kegiatan usahanya secara baik. Kondisi ini akan menyulitkan pihak bank untuk membuat kajian dan penilaian kelayakan terhadap kredit yang harus diberikan. Tentunya akan lebih mudah bagi bank apabila dalam memproses pembiayaan bagi UMKM tersebut, pihak bank sudah dapat mengakses data UMKM dan menilai kelayakannya sehingga ada justifikasi bank untuk membiayainya. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat disisi lain pihak bank tidak dapat dilepaskan dari ketentuan audit yang mengatur mekanisme pembiayaan secara sehat. Bank tentunya akan meminimalisasi resiko tingginya Non Performing Loan (NPL) yang berpotensi akan berimbas pada kredit macet sebagaimana program pembiayaan atau dana-dana bergulir sebelumnya yang sulit dalam proses penyelesaiannya.

Kedua, tingkat melek perbankan dari masyarakat dan pelaku UMKM yang masih rendah serta media sosialisasi yang kurang. Keberadaan pelaku UMKM yang masih menjalankan bisnisnya secara tradisional dan jarang bersinggungan dengan pihak bank menyebabkan akses pelaku UMKM untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan menjadi terbatas. Kondisi ini diperberat lagi dengan sosialisasi kepada masyarakat yang masih dirasa kurang. Keberadaan dari kebanyakan pelaku UMKM di luar daerah perkotaan dan masih menerapkan cara tradisional akan menyulitkan pelaku UMKM untuk mengakses informasi dan mekanisme pembiayaan. Dengan demikian diperlukan upaya sosialisasi secara massive oleh perbankan maupaun instansi pemerintah yang bertugas membina masyarakat dan pelaku UMKM.

Ketiga, konsentrasi perbankan terhadap pemberdayaan UMKM dan tingkat bagi hasil yang cenderung tinggi. Permasalahan ini merupakan hal yang saling terkait dan patut untuk dipahami mengingat konsentrasi perbankan selama ini dirasa belum maksimal. Kita sadari pula sektor perbankan tentunya mendapatkan patokan target pencapaian laba sebagaimana telah ditetapkan oleh pihak manajemennya. Akan menjadi suatu hal dilematis ketika perbankan berskala besar dan bertaraf nasional yang memiliki jaringan luas dengan patokan target untuk memaksimalisasi kredit bertaraf besar, plafon pembiayaan besar dan target laba besar dihadapkan pada suatu pilihan target lain yaitu menyalurkan kredit UMKM yang dalam merealisasikan usahanya membutuhkan perjuangan ekstra dan resiko yang meskipun dianggap kecil namun tersebar di sekian juta pelaku usaha UMKM. Memotret permasalahan yang ada tersebut tentunya sangat wajar apabila nilai bagi hasil yang dipatok pihak perbankan dalam penyaluran pembiayaan tersebut masih dirasa tinggi mengingat hal tersebut dapat dikatakan sebanding dengan upaya mendukung pemenuhan target laba dan mengcover resiko yang mungkin timbul

Ketiga permasalah diatas adalah sekelumit hal yang secara ringkas menguraikan mengenai tantangan yang dihadapi dalam optimalisasi program pemberdayaan melalui pembiayaan terhadap UMKM oleh sektor perbankan pada umumnya dan perbankan syariah pada khususnya. Mengharapkan pemberdayaan sektor UMKM termasuk pengembangan, pembimbingan dan permodalannya, kita tentunya mengharapkan lahirnya lembaga keuangan/perbankan apalagi berbasis syariah yang memang fokus dan khusus berkonsentrasi pada pembiayaan dan pengembangan UMKM (Bank UMKM). Namun demikian dalam jangka pendek ini, mengingat terbatasnya sumber daya manusia pada bank yang dapat ditugaskan untuk mem-back up sektor UMKM secara serius termasuk terjun langsung dalam program pendampingan serta tanpa dihadapkan pada target pendapatan dengan skala besar sebagaimana Bank Umum lainnya, maka diperlukan unit bisnis pada bank pelaksana penyalur kredit UMKM yang khusus dan serius terhadap sektor UMKM. Semoga UMKM Indonesia semakin maju dan Bank syariah mampu menempatkan posisi sebagai bank pengembangan ummat.

Referensi:

1. Koran Republika Edisi Senin, 1 Februari 2021.

2. https://finansial.bisnis.com/read/20210405/231/1376938/market-share-naik-bank-syariah-nasional-dinilai-kian-potensial (diakses 24 Mei 2021).

3. https://akurat.co/wapres-maruf-minta-bank-syariah-indonesia-menyasar-lebih-banyak-milenial (diakses 24 Mei 2021).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image