Peran Perbankan Syariah dalam Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Eduaksi | 2021-05-24 15:07:11BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah ekonomi merupakan masalah yang penting untuk diperhatikan karena masalah ekonomi merupakan masalah keperluan dalam rangka menyelenggarakan kehidupan. Dengan ekonomi, manusia akan mampu mencapai tujuan hidupnya yaitu memperbaiki keimananan dan ibadahnya. Menuru ekonomi syariah beberapa transaksi yang halal dan adil dalam mengatur perilaku produksi sebagai contoh: aturan jual beli, transaksi musyarakah, mudharabah, musyakkah, muzaraâah, mukhabarah, jialah, hiwalah, ariyah (pinjam-meminjam), dan contoh lainya. Contoh-contoh transaksi tersebut berada dalam hukum muamalah yang bertujuan untuk kemaslahatan umat secara adil dan harmonis.
Pengertian ekonomi syariah berdasarkan para ahli ekonomi syariah adalah sebagai berikut:
1. Muhammad Abdul Mannan, menyampaikan pengertian ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
2. Muhammad Nejatullahh al-Siddiqi, menyatakan ilmu ekonomi Islam adalah respon pemikir Muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu yang dibantu oleh Al-Quran dan Sunnah, ajal, dan pengalaman.
3. M. Umer Chapra, menjelaskan ekonomi Islam adalah suatu pengetahuan yang membatu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran islam, tanpa mengekang kebebasan individu untuk menciptakan keseimbangan makroekonomi yang berkesinambungan dan ekologi yang berkesinambungan.
4. M. Akram Khan, menyatakan bahwa ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar kerja sama dan partisipasi.
5. Khursid Ahmad, menyatakan bahwa ilmu ekonomi Islam adalah suatu usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran perbankan Syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat?
C. Tujuan
Memahami peran perbankan Syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Perbankan Syariah
Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi intermediasi keuangan. Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam sistem oprasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.
Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK. Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.
Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran. Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional. Pembagian tersebut serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih dahulu mendapat izin OJK.
b. Tujuan dan Fungsi Perbankan Syariah
a) Tujuan
Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
b) Fungsi
Fungsi dari perbankan syariah adalah
1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat;
2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1) Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
2) Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b) Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;
2) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna';
3) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan;
5) pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
c) menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi'ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan
e) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia (sekarang OJK).
Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional
No
Bank Konvensional
Bank Syariah
1.
Bebas nilai
Berinvestasi pada usaha yang halal
2.
Sistem bunga
Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee
3.
Besaran bunga tetap
Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha
4.
Hubungan debitur-kreditur
Pola hubungan:
1. Kemitraan (musyarakah dan mudharabah)
2. Penjual â pembeli (murabahah, salam dan istishna)
3. Sewa menyewa (ijarah)
4. Debitur â kreditur; dalam pengertian equity holder (qard)
5.
Tidak ada lembaga sejenis dengan Dewan Pengawas Syariah
Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Sumber:(https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/pbs-dan-kelembagaan.aspx, diakses pada 23 Mei 2021 pukul 20.00)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 PEMBAHASAN
Peran Bank Syariah dalam Permberdayaan Masyarakat Islam sebagai agama samawi menyepakati prinsip homo homini sosius atau dipahami sebagai makhluk yang bermasyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia membutuhkan dan bahkan saling dibutuhkan dalam kehidupan sosialnya. Islam sangat menekankan arti penting saling tolong menolong (taâawun) dan saling memikul (takaful), karena secara prinsip, konstruksi sosial dalam Islam harus bersifat yasyuddu baâdhuhum baâdha yang memiliki makna saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Orang tidak bisa disalahkan karena kemiskinannya, sama halnya dengan orang tidak bisa disalahkan karena kerendahan tingkat inteligensinya, yang karenanya mereka menjadi marginal dalam kompetisi hidup. Justru orang kaya dan pandai harus menolong dan meringankan beban mereka, karena dalam tingkat tertentu, keberadaan mereka juga memberikan manfaat.
Dari penjelasan di atas, prinsip homo homini sosius tersebut di atas, dapat dipahami jika keberadaan individu berada dalam lingkungan sosial dan masyarakat, baik individu tersebut berdiri sendiri maupun dalam wujud kelompok masyarakat, organisasi masyarakat dan institusi tetap membutuhkan keberadaan individu dan masyarakat lain di luar dirinya. Bahkan bank syariah sebagai institusi bisnis yang menjalankan sistem ekonomi dan keuangan di tengah-tengah masyarakat, tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa peran dari masyarakat untuk keberlangsungan bisnisnya (Manan, 2007: 53).
Oleh karenanya, peran bank syariah sebagai lembaga bisnis keuangan, dimana manajerial bank syariah memiliki tanggung jawab terhadap shareholders dalam menjalankan modal untuk memperoleh laba, memiliki tanggung jawab moral dalam membantu kalangan ekonomi lemah dan marginal, guna mengurangi beban kehidupan yang dialami oleh masyarakat sekitar. Terlebih lagi, bank syariah sebagai institusi keuangan masih dipandang sebagai perusahaan yang bonafid dari sisi kelas bisnisnya. Demikian juga para karyawan yang berada di dalamnya, dipandang sebagai individu yang memiliki kekuatan lebih secara ekonomi di tengah masyarakat. Sehingga, peran bank syariah sangat dibutuhkan oleh kalangan masyarakat miskin dan marginal, yang lemah secara ekonomi, lemah secara keilmuan dan juga lemah secara keberdayaan lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Kaum marginal dalam Islam memang harus dibebaskan. Mereka harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi yang cenderung untuk menjadikan mereka semakin terpuruk. Ketidakberdayaan mereka harusnya dibantu, bukan justeru memanfaatkan lemahnya posisi tawar mereka sehingga mereka akan tereksploitasi secara ekonomi dengan memaksa mereka untuk bekerja dengan standar upah yang sangat rendah, atau memaksa mereka menjual kekayaan mereka dengan harga di bawah standar (Achsien, 2003: 73).
Islam memberikan petunjuk bahwa Allah adalah âRabbul mustadhâafinâ yakni Tuhan yang memerintahkan pembebasan kaum yang tertindas. Bagian lain dari bentuk pembebasan dari orang yang marginal secara ekonomi itu adalah bagaimana seorang muslim harus memberikan proteksi agar seseorang tidak tereksploitasi karena ketidaktahuannya akan sesuatu.
Dalam hal proteksi yang dijalankan oleh bank syariah terhadap kaum marginal sebagaimana tersebut di atas terhadap ketidaktahuannya akan sesuatu bisa dalam bentuk pendampingan, pemberian pelatihan, dan pemasaran produk hasil olah kerajinan tangan maupun kreatifitas yang diberikan oleh pihak perbankan syariah dalam upaya meningkatkan kemampuan ekonomi kaum marginal tersebut yang tidak berdaya secara ekonomi. Aktifitas dan peran bank syariah yang demikian ini merupakan aktifitas sosial bank syariah yang bersifat berkelanjutan dalam lingkup komunitas masyarakat yang diberdayakan secara bersama-sama dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang kemudian dikenal dengan program community development program.
Peran dan kontribusi bank syariah sebagai bagian dari personifikasi individu di tengah lingkungan masyarakat, dapat turut serta berkontribusi dalam menciptakan keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan, yang pada gilirannya mampu bersinergi dan menjadi mitra pemerintah dalam upaya mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia dengan kapasitas dan peran yang dimiliki oleh bank syariah selaku pihak swasta yang diberikan amanah dari masyarakat untuk mengelola dananya dalam bentuk tabungan, giro dan deposito, yang kemudian dikelola dan disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan, yang kemudian keuntungan dari bisnis yang dijalankan tersebut sebagian digunakan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial (Manan, 2007: 132).
Sistem yang dilakukan di perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Perbankan syariah mem posisikan bank menjadi manajer investasi, wakil, ataupemegang amanat (custodian) dari pemilik dana dari investasi di sector riil. Sehingga antara bank dan pemilik dana terjadi harmoni. Kegiatan produksi difasilitasi melalui skema profit sharing (mudharabah) dan partnership (musyarakah).
Kegiatan distribusi difasilitasi melalui jual beli (murabahah) dan sewa menyewa (ijarah). Bank syariah diharapkan dapat: mendukung strategi pengembangan ekonomi regional, memfasilitasi segmen pasar yang belum terjangkau atau tidak berminat dengan bank konvesional, memfasilitasi distribusi utilitas barang modal untuk kegiatan produksi melalui skema sewa menyewa (ijarah). Kegiatan komersial, perbankan Syariah dapat mengambil posisi dalam kegiatan: mendukung pengadaan faktor-faktor produksi, mendukung perdagangan antar daerah dan ekspor, mendukung penjualan hasil-hasil produk kepada masyarakat.
Tujuan normatif perbankan syariah menurut Sumarâin (2012) adalah sebagai berikut:
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan) dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negative terhadap ekonomi umat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi, dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan dana (orang miskin).
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha).
4. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan masalah kemiskinan, berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap. Seperti pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembanbangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.
5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non Islam (konvensional) yang menyebabkan umat Islam tidak dapat melaksanakan ajaran agamanya secara penuh terutama bidang kegiatan bisnis dan perekonomian.
Fungsi Utama dan Memperoleh Kentungan Bank Syariah
1. Fungsi Utama Bank Syariah
a. Penghimpunan Dana Masyarakat Fungsi bank syariah yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana. Bank syariah mengumpulkan atau menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi dengan menggunakan akad al-mudharabah.
b. Penyalur Dana kepada Masyarakat Fungsi bank syariah yang kedua adalah menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan. Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah. Dalam hal ini bank syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau pendapatan yang diperoleh bank syariah atas penyaluran dana ini tergantung pada akadnya (Asra, 2018). Bank syariah menyalurkan dana kepada masyarakat dengan menggunakan bermacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerjasama usaha. Dalam akad jual beli, maka return yang diperoleh bank atas penyaluran dananya dapat dalam bentuk margin keuntungan. Margin keuntungan merupakan selisih antara harga jual kepada nasabah dan harga beli bank. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah yang menggunakan akad kerja sama usaha adalah bagi hasil. (Muhammad, 2012: 84).
c. Pelayanan Jasa Bank Fungsi bank syariah disamping menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat, bank Syariah memberikan pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya. Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Pelayanan jasa kepada nasabah merupakan fungsi bank syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang, pemindahbukuan, penagihan surat berharga dan lain sebagainya. Aktivitas pelayanan jasa merupakan aktivitas yang diharapkan oleh bank syariah untuk dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal dari fee atas pelayanan jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan jasa yang memuaskan nasabah. Pelayanan yang dapat memuaskan nasabah ialah pelayanan jasa yang cepat dan akurat. Harapan nasabah dalam pelayanan jasa bank ialah kecepatan dan keakuratannya. Bank syariah berlombalomba untuk berinovasi dalam meningkatkan kualitas produk layanan jasanya. Dengan pelayanan jasa tersebut, maka bank syariah mendapat imbalan berupa fee yang disebut fee based income.
2. Fungsi Bank Syariah yang Memperoleh Keuntungan
Fungsi bank syariah adalah sebagai perantara yang membutuhkan dana dari pihak yang memiliki dana. Masyarakat yang memiliki dana akan membutuhkan bank syariah sebagai tempat untuk menyimpan dananya. Dalam menghimpun dana masyarakat, bank syariah akan bagi biaya dan bagi hasil atau bonus atas simpanan dana dari masyarakat. Pembayaran bonus dan atau bagi hasil kepada pihak ketiga tergantung pada akad antara pemilik dana (nasabah) dan pengguna dana (bank syariah) (Smitro, 2004: 56).
Jenis simpanan yang penarikanya dapat dilakukan setiap saat diberikan imbalan berupa bonus yang besarnya tergantung pada penghasilan yang diperoleh bank syariah. Jenis simpanan yang sifatnya hanya dapat ditarik sesuai dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara bank dan nasabah, maka akad yang sesuai syariah adalah akad mudharabah. Dalam akad mudharabah, pihak pemilik dana disebut shahibul maal dan bank syariah yang mengelolah dana nasabah disebut dengan mudharib.
Dalam menyalurkan dana kepada masyarakat, bank syariah akan memperoleh balas jasa yang berupa margin keuntungan atau bagi hasil. Pendapatan margin keuntungan atau bagi hasil yang diperoleh bank dari nasabah yang memperoleh pembiayaan akan dibandingkan dengan bonus dan bagi hasil yang dibayar oleh bank kepada nasabah yang menyimpan atau menginvestasikan dananya di bank syariah. Perbedaan antara pendapatan yang diterima oleh nasabah pengguna dana atau nasabah pembiyaan dengan biaya yang dibayar kepada nasabah disebut dengan spread dalam bank syariah, pendapatan bagi hasil dan atau margin keuntungan akan selalu lebih besar dibandingkan dengan biaya bagi hasil dan bonus yang dibayarkan kepada nasabah investor.
Dengan demikiaan bank syariah tidak akan mengalami negatif spread. Bank syariah juga menawarkan produk jasa perbankan. Dengan menawarkan produk jasa perbankan, bank syariah dapat meningkatkan pendapatannya berupa fee atas jasa yang diberikan. Pendapatan fee atas jasa pelayanan bank kepada nasabah disebut dengan fee based income. Meskipun secara total, fee based income belum mampu menyaingi total pendapatan margin keuntungan dan pendapatan bagi hasil, namun fee based income sangat diperlukan oleh bank syariah untuk meningkatkan pendapatan.
Beberapa bank meningkatkan pelayanan jasa dengan meningkatkan teknologi dan sistem informasi. Salah satu pelayanan jasa yang dikembangkan bank syariah antara lain ATM bersama, RTGS, Interciti Kliring, SKN (Sistem Kliring Nasional), Internet Banking, SMS Bangking, dan Produk Pelayanan jasa lainnya (Asro & Kholid, 2011: 104). Fungsi Sosial dalam konsep perbankan syariah mewajibkan bank syariah memberikan layanan sosial melalui dana qard, zakat, dan dana sumbangan lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Dan juga bentuk lembaga baitul maal dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf sesuai dengan kehendak pemberi wakaf.
Fungsi ini juga yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional, dalam bank syariah fungsi sosial tidak dapat dipisahkan dari fungsifungsi lainnya dan merupakan identitas khas bank syariah. Bahkan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) yang dikeluarkan IAI, bahwa salah satu unsur laporan keuangan bank syariah adalah komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan syariah, berupa Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, dan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan (Sudarsono, 2004: 97).
B. KESIMPULAN
Konsep perbankan syariah juga mengharuskan bank-bank syariah untuk memainkan dan memberikan kontribusi bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan. Fungsi Sosial dalam konsep perbankan syariah mewajibkan bank syariah memberikan layanan sosial melalui dana qard, zakat, dan dana sumbangan lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah.
Eksistensi perbankan syariah sebagai sebuah institusi bisnis tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat. Hal yang sering terlupakan dalam pembangunan institusi bisnis adalah kurangnya pemahaman terhadap kearifan kultur lokal tempat institusi bisnis itu berada. Ekonomi syariah merupakan bagian dari etentitas bisnis. Pemahaman atas kultur masyarakat yang menyimpan sejuta kearifan lokal merupakan salah satu faktor signifikan sebagai prasyarat untuk mendesain, menyelaraskan, dan mengembangkan bisnis yang dijalankan.
Nilai-nilai solidaritas sosial, bagi hasil, kerjasama kemitraan, etos kerja merupakan contoh kearifan kultur lokal yang telah lama mengakar dalam tradisi masyarakat. Dengan demikian, ikhtiar akselerasi pengembangan perbankan sejatinya tidak hanya difokuskan pada pengeksploitasian simbol-simbol religi yang bersifat properti. Proses internalisasi kearifan kultur lokal dalam sistem perbankan syariah menjadi paradigma baru dalam pengembangan perbankan syariah karena di dalamnya terdapat keluhuran nilai-nilai yang memiliki persenyawaan dan keselarasan dengan prinsip syariah.
C. Daftar Pustaka
1. https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/pbs-dan-kelembagaan.aspx, diakses pada 23 Mei 2021 pukul 20.00.
2. Subaidi, 2018. âPeran dan Fungsi Perbankan Syariah Perspektif Sosio-Kulturâ. Situbondo.
3. Karsinah dan Phany Ineke Putri, âEkonomi Syariahâ. Yogyakarta:DIVA Press, 2019.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.