Elektabilitas Bank Syariah pada Era Globalisasi
Eduaksi | 2021-05-23 19:31:01Pada era globalisasi ini, bank merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, tetapi saat ini kehadiran jasa bank masih kurang dipercaya oleh masyarakat, dikarenakan adanya sistem bunga yang diterapkan pada bank konvensional. Hal ini berbeda dengan bank syariah, pada bank syariah sistem perbankan yang dilaksanakan berdasarkan hukum islam atau berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 menjelaskan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan unit usaha syariah, mencangkup lembaga, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
Sumber : Data Statistik Perbankan Syariah Maret 2020 (OJK, http://www.ojk.go.id)
Berdasarkan data tersebut tanpa kita sadari kehadiran bank syariah saat ini memiliki elektabilitas yang tinggi. Perkembangan seluruh unsur bank syariah ini juga dapat dilihat dari jumlah persebaran bank syariah di Indonesia. Data OJK pada Januari 2021 menggambarkan bahwa saat ini terdapat 34 pelaku usaha perbankan syariah di Indonesia. Terdiri dari 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS) serta 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa 7 diantaranya Unit Usaha Syariah berasal dari bank umum swasta nasional termasuk Bank Permata, BTN, Cimb Niaga, Maybank, OCBC NISP, Sinar Mas dan Danamon, sedangkan 13 Unit Usaha Syariah berasal dari bank daerah. Elektabilitas bank syariah menunjukan bagaimana peran bank syariah pada era globalisasi saat ini. Elektabilitas tersebut menimbulkan banyaknya pertanyaan mengenai keberadaan bank syariah, pertanyaan tersebut seperti, apakah bank syariah sudah syariah?
Dalam menjawab pertanyaan tersebut perlu diketahui bahwa pelaksanaan perbankan syariah dari seluruh aspek diawasi langsung oleh OJK. Pengaturan dan sistem pengawasan ini disesuaikan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah. Adanya amanah dalam penjalanan fungsi sosial seperti menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekag hibah, atau dana sosial lainya dan menyalurkan kepada pengelola wakaf. Pelaksanaan sistem dan mekanisme pemenuhan secara syariah berkaitan dengan lembaga Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Berdasarkan peraturan tersebut maka dapat diketahui bagaimana penjagaan pelaksanaan bank syariah yang sesuai dengan syariah islam. Selain itu berdasarkan peraturan Bank Indonesia menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK.
Elektabilitas bank syariah pada era globalisasi ini sangatlah tinggi, hal ini juga menyebabkan timbulnya pertanyaan bagaimana kedekatan masyarakat dengan bank syariah?, apakah kehadiran bank syariah sangat diperlukan?. Dalam menjawab pertanyaan tersebut perlu diketahui bagaimana peran Bank Syariah dalam masyarakat. Berikut ini peran bank syariah:
1. Memberdayakan ekonomi, dengan pemberian return investasi
2. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan
3. Penyaluran dana kepada masyarakat
4. Menghimpun dana dari masyarakat
5. Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi'ah
Berdasarkan beberapa peran tersebut dapat diketahui bagaimana sangat dekatnya peran bank syariah dengan kehidupan masyarakat. Dengan adanya hubungan tersebut tidak dapat dipungkiri akan pentingnya kehadiran bank syariah pada era globalisasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.