Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agriawan Surya

Andai Bank Syariah Menjadi Mitra Petani

Curhat | Thursday, 20 May 2021, 21:57 WIB

UMKM dan Kredit Perbankan Konvensional

Pelaku usaha mikro seringkali tidak tertarik untuk mengakses kredit bank karena adanya prasangka bahwa menjadi kreditur bank butuh segudang syarat. Kredit bank hanya untuk pelaku usaha yang memiliki agunan bernilai sebagaimana penilaian pihak Bank. Harus memiliki usaha yang sedang berjalan dan prospek bisnisnya cemerlang. Lokasi pemohon kredit juga harus sesuai dengan alamat terdaftar di Kartu Tanda Penduduk, serta butuh keterangan dari pemerintah setempat. Syarat-syarat tersebutlah membuat mereka melupakan harapan mengakses kredit bank, dan beralih ke pemberi pinjaman non formal dengan bunga besar namun menawarkan kemudahan.

Gambaran fenomena di atas banyak ditemui saat menelusuri cerita masyarakat pedesaan yang masih mancari nafkah di sektor pertanian, lebih percaya diri meminjam uang ke Tengkulak (pedagang pengumpul hasil pertanian) atau jasa Koperasi berbunga tinggi. Adapun kredit yang paling dekat dengan kehidupan mereka adalah kredit kendaraan yang bersifat konsumtif, dibandingkan kredit produktif untuk pengembangan usaha. Apabila diminta oleh Bank untuk mengagunkan lahan mereka, maka mereka akan ketakutan kehilangan satu-satunya sumber nafkah keluarganya.

Pelaku usaha pertanian di pedesaan lebih baik memilih mempertahankan usaha seadanya, atau mengembangkan usaha dengan perlahan dari tabungan yang ada daripada mencari kredit. Padahal dengan memanfaatkan dana kredit perbankan, prospek keuntungan bisnis dapat dipercepat dalam kurun waktu singkat. Keuntungan yang baru akan diperoleh bila mengumpulkan modal 10 tahun, maka dicapai segera oleh bantuan perbankan. Faktor literasi finansial ini sekaligus menjadi faktor penghambat adopsi teknologi pertanian di pedesaan.

Keberadaan perbankan syariah adalah titik terang perubahan cara pandang terhadap kredit perbankan. Dari membayar bunga menjadi sistem bagi hasil berdasarkan prosentase yang disepakati saat akad dilakukan. Dari perbankan yang hanya mau terima untung dari bunga, maka bersama sistem syariah semua pihak memahami adanya resiko bisnis. Namun apakah dengan cara itu sudah cukup menstimulus usaha mikro, kecil dan menengah untuk berkembang? Memperoleh dana sebagai modal usaha tentu dibutuhkan, tetapi selain itu ada kebutuhan lain yang membuat bisnis berjalan lancar dan menguntungkan.

Perbankan Syariah Sebagai Mitra Terbaik Pertanian di Indonesia

Prinsip keadilan dan mendorong kemakmuran bersama dalam ekonomi syariah perlu dipraktekkan lebih nyata dan inovatif dalam sistem perbankan. Harapan yang kini lahir dari sistem perbankan syariah, khususnya pada praktek musyarakah atau kredit modal kerja. Lebih terasa ringan bagi UMKM karena beban bunga kredit yang tidak pandang bulu, diganti dengan metode yang lebih humanis yaitu bagi hasil. Namun menempatkan perbankan syariah menjadi pasif setelah akad pembiayaan usaha, masih belum cukup untuk menghapus kesan kapitalisme perbankan. Uang digunakan untuk mengakumulasi uang yang lebih banyak lagi.

Ilustrasi: Petani Bawang Merah

Aktivitas perbankan syariah semestinya keluar dari kotak brankasnya, untuk terlibat aktif mengkolaborasi para penerima kredit mikro, kecil, menengah, hingga skala besar. Tidak pasif menunggu hasil bisnis, maupun menanggung beban bersama saat terjadi resiko kerugian. Tetapi membantu para mitra untuk bekerjasama, sukses bersama, dan untung bersama. Terutama bagi usaha mikro dan kecil yang sangat mudah tergilas oleh permainan pasar komoditas. Khususnya bagaimana para petani, peternak, nelayan berjuang mempertahankan pendapatannya dari himpitan antara biaya produksi dan harga jual komoditasnya.

Usaha di bidang pertanian berisiko tinggi dan seringkali hanya memperoleh selisih keuntungan yang kecil. Sangat wajar bagi perbankan untuk tidak menawarkan kerjasama kredit, terlebih lagi untuk perbankan syariah. Sistem syariah yang memungkinkan kedua pihak menanggung kerugian. Di sisi lain bahwa negeri ini adalah negeri pertanian, dan senantiasa membutuhkan pengembangan produksi pangan karena jumlah penduduknya yang sangat banyak merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Bank syariah untuk kemajuan pertanian dan petani Indonesia sangat layak diperjuangkan dalam rumusan strategi kemitraan yang tepat, antara perbankan dan pelaku-pelaku usaha di sektor pertanian di hulu hingga di hilirnya. Perbankan syariah sebagai lokomotif kemajuan pertanian di negeri agraris yang nyaris kehilangan kedaulatan pangannya, akibat ketiadakmampuan berkompetisi di pasar global.

Kemuliaan prinsip perbankan syariah untuk mewujudkan keadilan ekonomi di tengah umat/masyarakat, mengingatkan kita kembali kisah perjuanga Grameen Bank di Bangladesh pada akhir tahun 1980an. Bank orang miskin yang akhirnya menjadi penggerak utama usaha mikro dan mengubah budaya miskin menjadi berdaya dan percaya diri untuk bermitra dengan pihak bank. Bank yang aktif mengadvokasi mitranya menyelesaikan berbagai persoalan secara bersama-sama, sebab mencapai keuntungan merupakan kepentingan bersama. Meski tidak sepenuhnya patut disamakan antara Grameen Bank dan Bank Syariah di Indonesia, namun spirit utama untuk pengentasan kemiskinan dan membantu bisnis masyarakat kecil merupakan semangat yang layak dimiliki oleh Bank Syariah Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image