Menjemput Lailatul Qadar pada malam ke-23 atau ke-27 Ramadhan
Agama | 2022-04-17 22:07:49“Malam kemuliaan (lailatul qadar) kemungkinan besar terjadi pada malam 27 Ramadhan”. Demikian pendapat Imam Fakhrur Raji yang ia tuangkan dalam karyanya Tafsir Fakhrur Roji, jilid ke-31, hal. 30. Pendapatnya berdasarkan kepada pendapat Ibnu Abbas ketika menafsirkan surat Al-Qadar.
Ibnu Abbas mengatakan, jumlah kalimat dalam surat Al-Qadar adalah 30 kalimat. Kalimat salamun hiya yang menunjuk kepada lailatul qadar berada pada urutan kalimat ke-27, dihitung dari awal surat. Hal ini memberi isyarat bahwa lailatul qadar itu jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.
Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, Allah mencintai bilangan ganjil. Dari sekian banyak bilangan ganjil, angka tujuh merupakan bilangan ganjil yang sering Allah gunakan dalam menentukan suatu ketetapan. Allah menciptakan tujuh lapis langit dan bumi. Putaran thawaf dan sai sebanyak tujuh kali. Tidaklah mengherankan jika dalam salah satu hadits, Rasulullah saw menganjurkan kita untuk mencari lailatul qadar pada malam ke-27 Ramadhan.
Masih menurut Ibnu Abbas, jumlah huruf dalam kalimat lailatu qadar (tulisan Arab) adalah sembilan huruf. Dalam surat Al-Qadar kalimat lailatu qadar diulangi sebanyak tiga kali. Hal ini sebagai isyarat lain bahwa lailatul qadar ini jatuh pada tanggal 27 Ramadhan (3 x 9 huruf lailatul qadar).
Pendapat bahwa lailatu qadar jatuh pada malam ke-27 juga disebutkan dalam salah satu pendapat Imam Al-Qurthubi. Dalam kitab karyanya yang terkenal Tafsir Al-Qurthubi, jilid ke-22, hal. 398, ia berpendapat seperti pendapat yang dikemukakan Imam Fakhrur Raji, hanya saja sumber beritanya berasal dari Abu Bakar Al-Waraq.
Selain dua pendapat tersebut, ada pula ulama yang membuat prakiraan datangnya lailatul qadar berdasarkan hari awal pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Salah satu ulama yang menyatakan prakiraan tersebut diantaranya Sayyid Bakri Syatho.
Dalam salah satu kitab karyanya I’anatuth Thalibin-Syarah Fathul Mu’in, jilid ke-2, hal. 257, ia mengutip pendapat Imam Ghazali yang mengatakan, jika ibadah puasa Ramadhan dimulai pada hari Ahad atau Rabu, lailatul qadar kemungkinan jatuh pada malam ke-29; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai pada hari Senin, kemungkinan lailatul qadar jatuh pada malam ke-21; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Selasa atau Jumat, lailatul qadar akan jatuh pada malam ke-27; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Kamis, lailatul qadar akan jatuh pada malam ke-25; dan jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Sabtu, lailatul qadar akan jatuh pada malam ka-23.
Berdasarkan perbuatan yang dilakukan Rasulullah saw, kebanyakan ulama menganjurkan kita untuk mencari lailatul qadar pada malam-malam ganjil, yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Namun dari malam-malam ganjil tersebut, kebanyakan ulama sangat mengajurkan kita untuk menjemput lailatul qadar pada malam ke-23 atau ke-27.
Adapun yang menjadi dasar menjemput lailatul qadar pada malam-malam ganjil dan anjuran mencarinya pada malam ke-23 atau ke-27 adalah berdasarkan hadits dari Abu Amr.
“Kalian sebaiknya menjemput lailatul qadar pada salah satu dari dua-tujuh, yakni pada malam ke-23 (tujuh malam menjelang akhir Ramadhan) atau pada malam ke-27 (malam ke-7 dari sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, dihitung mulai dari malam ke-21). Demikian pula hadits dari Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad dan Imam An-Nasai. “Carilah lailatul qadar pada malam ketujuh yang terakhir (malam ke-23 atau ke-27).
Namun demikian, kebanyakan para ulama ahli tafsir seperti Abi Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi dalam karyanya Tafsir al-Baghawi/Ma’alimut Tanzil (hal. 1433); Imam As-Shuyuthi dalam karyanya ad-Durul Mantsur, at-Tafsiru bil Ma’tsur (Jilid ke-15, hal. 543), Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurtubhy, Jilid ke-22, hal. 390; Ibnu Katsir dalam karyanya Tafsir al-Qur’anul ‘Adhim, jilid ke-8, hal. 448, pada umumnya mengutip hadits riwayat Imam Bukhori yang mengatakan, “Carilah lailatul qadar pada malam-malam sepuluh hari terakhir dari Ramadhan).
Namun demikian, satu hal yang terpenting dalam mencari dan menjemput lailatul qadar adalah keyakinan adanya lailatul qadar pada setiap Ramadhan. Adapun waktu tepat kehadirannya hanya Allah yang mengetahuinya. Kita hanya berharap mendapatkan kemuliaan malam yang setara dengan ibadah selama seribu bulan tersebut.
Untuk dapat meraihnya, kita dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan dzikir pada malam-malam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. I’tikaf merupakan salah satu ibadah yang selayaknya dilakukan untuk menjemput malam kemuliaan tersebut.
Menurut Ibnu Rajab dalam karyanya, Lathaiful Ma’arif fima Liwasmil ‘am Minal Wadhaif (hal. 340), setidaknya terdapat beberapa perbuatan yang harus kita lakukan agar kita dapat meraih malam kemuliaan. Pertama tunduk dan pasrah kepada perintah Allah sejak awal Ramadhan. Dengan kata lain kita harus meyakini dengan benar bahwa ibadah puasa merupakan perintah Allah dan harus dilaksanakan lillahi ta’ala alias ikhlas.
Kedua, senantiasa menghiasi malam-malam selama bulan Ramadhan dengan melaksanakan ibadah shalat, baik shalat wajib maupun sunat. Kita pun harus mengupayakan tidak meninggalkan shalat wajib secara berjamaah. Jika belum mampu melaksanakan shalat wajib berjamaah secara keseluruhan, tingkat paling minimal kita tidak meninggalkan shalat Shubuh dan shalat Isya berjamaah, sebab bagi mereka yang melaksanakan shalat Shubuh dan Isya berjamaah kemungkinan besar masih akan dapat meraih keutamaan lailatul qadar.
Ketiga senantiasa melaksanakan ibadah shalat Jumat dengan khusyuk dan sebaik mungkin, dan keempat senantiasa menjaga seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat. Menundukkan pandangan dan mengendalikan lisan dari ghibah harus benar-benar dilaksanakan. Intinya, kita harus menghias jiwa raga dengan nilai-nilai ibadah, akhlak mulia, dan berusaha keras menjauhi segala perbuatan maksiat.
Sungguh berbahagia dan akan menjadi nilai lebih dari ibadah puasa Ramadhan jika kita dapat meraih keutamaan malam seribu bulan ini. Oleh karena itu, i’tikaf, berbagai ibadah dan dzikir harus benar-benar ditingkatkan agar kita ditakdirkan Allah menjadi bagian dari orang-orang yang meraih lailatul qadar seraya mendapat hidayah, inayah, rahmat, dan ampunan Allah. Semoga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.