Salman Aristo: Apa yang Kau Cari, Produser?
Gaya Hidup | 2021-05-10 22:06:37Kalau nonton film jelek, salahin produsernya dulu jangan sutradara.
Tuturan dari Salman Aristo, Co-Producer film Dua Garis Biru ini mempertegas peran krusial produser dalam proses produksi sebuah film.
Hal ini ia ungkapkan di kegiatan kuliah umum di almamaternya, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, yang diselenggarakan pada 20 April silam. Pria yang akrab dipanggil Aris ini senantiasa hadir dan mengaku senang bisa berbagi ilmu dengan adik-adik tingkatnya.
Dengan pembawaan yang semangat, Aris berharap bisa membuat mahasiswa-mahasiswa ini memahami lebih baik mengenai peran produser.
Produser adalah yang punya film, mulai Aris.
Dengan peran dan tanggung jawab yang besar, produser adalah orang yang paling sering mengambil keputusan. Berdasarkan Aris, bahkan 90% editing dalam pembuatan film adalah keputusan produser, bukan director. Begitu pula dengan finalisasi naskah, pemilihan peran, sampai penentuan berapa lama proses syuting. Semua keputusan final berada di tangan produser.
Selain itu, produser harus bisa memahami skenario secara mendalam dan utuh. Menurut Aris, produser tidak wajib bisa menulis skenario, tapi produser harus bisa membaca skenario. Hal ini sangat penting sebab dalam produksi screenplay, hal pertama yang harus dilakukan oleh produser adalah menghasilkan skenario.
Bagi produser, skenario adalah panduan dan pondasi untuk berkolaborasi oleh tim produksi atau yang disebut Aris dengan development room.
Penting juga untuk produser bisa menjadi partner yang baik bagi timnya, ujar Aris.
Dalam produksi film, Aris menekankan pentingnya memiliki proses development yang sehat. Produser pun harus bisa menciptakan development room yang aman dan nyaman. Ketika produser tidak bisa mengontrol development room, maka akan terjadi development hell.
Untuk menghindari development hell, Aris memberikan tips untuk para calon produser.
Pertama, kata kuncinya adalah empati. Sebagai nahkoda development room, produser harus mengenali rekan-rekan pekerjanya. Begitu juga dengan hak-hak pekerja yang haram hukumnya untuk dicurangi. Produser juga harus tau kapan harus bersikap baik dan kapan bersikap bijak.
Ketika dalam proses memproduksi skenario, penting untuk produser menjadi problem solver. Seorang produser yang baik dengan development room yang sehat pun akan menularkan timnya untuk menjadi problem solver juga.
Aris juga mengutip Daniel Dennett mengenai seni menyampaikan kritik. Ketika kita harus mengomentari karya orang, penting untuk mengungkapkan apa yang kita suka terlebih dahulu dari karya tersebut. Lalu, baru kita bisa menyampaikan hal-hal yang sekiranya masih bisa di-improve.
Menurut Aris, kita harus mengungkapkan di mana posisi rekan atau skenario yang dikritik dengan jernih, jelas, dan adil, Sehingga respons yang keluar wah kok gue nggak kepikiran soal itu ya.
Saat iklim kerja di development room terbentuk dengan nyaman dan sehat, maka proses produksi pun menjadi dinamis.
Yang dibutuhkan adalah superteam, bukan superman, lanjut Aris, karena dalam produksi film begitu banyak elemen yang harus berjalan dalam waktu yang paralel.
Its not about you, its about the story.
Itu lah hal yang menurut Aris harus selalu ditanamkan oleh produser.
Akibat sebegitu vitalnya sebuah naskah, revisi skenario pun sudah menjadi hal yang awam dalam produksi film. Bagi Aris, revisi bukan lah sebuah kegagalan, melainkan sebuah proses. Memiliki banyak draft juga merupakan hal yang sangat wajar.
Namun, penulisan ulang skenario dari awal adalah hal yang harus dihindari. Sebab hal ini dapat membuat orang-orang development room frustasi dan memicu development hell.
Menurut Aris, produser harus bisa menjadi lucid thinker, yaitu dengan bermodalkan percaya diri dan rendah hati.
Karena gagal itu oke, tapi tidak kompeten itu no, tutup Aris.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.