Artikel Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Eduaksi | 2021-05-08 11:03:52Pembelajaran IPA di SD hendaknya memberikan kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir alamiah (Usman Samantowa, 2006: 1).
Selanjutnya, Usman Samantowa (2006: 147), menyatakan bahwa: Tujuan utama pembelajaran IPA di SD adalah membantu siswa memperoleh ide pemahaman dan keterampilan (life skills) esensial sebagai warga negara.
Menurut Usman Samantowa (2006: 3), guru harus paham mengapa mata pelajaran IPA perlu diajarkan di SD karena beberapa alasan berikut:
1) Bahwa IPA berfaedah bagi kesejahteraan, kemajuan, dan pembangunan bangsa sebab IPA merupakan dasar teknologi.
2) IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis dan objektif.
3) IPA bukan merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka, tetapi dapat diajarkan melalui percobaan yang dilakukan sendiri oleh siswa.
4) IPA merupakan mata pelajaran yang mempunyai nilai-nilai pendidikan yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
Fungsi Pembelajaran IPA di SD
Menurut Usman Samantowa (2006: 102-103), bidang studi IPA berfungsi untuk:
1) Meningkatkan rasa ingin tahu dan kesadaran mengenai berbagai jenis lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam hubungannya dengan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia.
2) Mengembangkan keterampilan proses siswa agar mampu memecahkan masalah melalui doing science.
3) Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan IPA, teknologi, dan keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
4) Mengembangkan wawasan, sikap, dan nilai yang berguna, serta keterkaitan dengan kemajuan IPTEK, keadaan lingkungan yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari dan pelestariannya
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2008: 148), disebutkan bahwa pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pengembangan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dari beberapa tujuan pembelajaran IPA di atas dapat disimpulkan pada dasarnya pembelajaran IPA membekali siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu, pengetahuan, meningkatkan keterampilan proses serta kesadaran untuk menghargai alam ciptaan Tuhan dan melestarikan lingkungan alam sekitar serta sebagai dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Piaget (Sugihartono, 2008: 109) menyebutkan pengamatan sangat penting dan akan menjadi dasar penuntun proses berpikir anak, karena anak tidak hanya melihat dengan mata, akan tetapi pengamatan akan melibatkan seluruh indera anak. Pengamatan akan menimbulkan kesan lebih lama dan akan menimbulkan sensasi yang membekas pada diri siswa. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar di upayakan siswa harus mengalami sendiri dan terlibat langsung secara realistik dengan obyek yang dipelajarinya. Jadi, belajar harus bersifat aktif. Dinamika perkembangan kognitif menurut Piaget (Nandang Budiman, 2006: 42), mengikuti dua proses yang komplementer yaitu proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognisi dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada dalam pikirannya.
Struktur kognitif tersebut merupakan segala pengalaman individu sejak lahir yang membentuk kerangka pikirannya. Terkadang individu tidak dapat mengasimilasikan rangsangan atau pengalaman baru karena tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada. Maka individu tersebut akan melakukan akomodasi dengan dua kemungkinan yaitu pertama, membentuk struktur kognitif baru yang cocok dengan rangsangan atau pengalaman baru; kedua, memodifikasi struktur kognitif yang ada sehingga cocok dengan rangsangan dan pengalaman baru.
Piaget (Nandang Budiman, 2006: 45-48) menyatakan umumnya anak usia SD berada dalam periode operasional konkret memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pemikiran yang reversibel, yaitu kemampuan anak usia SD dalam berpikir logis sudah mulai berkembang yakni berpikir menggunakan operasi-operasi logis tertentu. Operasi yang digunakan bersifat reversibel artinya dapat dipahami dalam dua arah. Dengan kemampuan berpikir reversibel dan berpikir logis anak dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Tetapi dalam mengoperasikan logika berpikirnya masih perlu dibantu dengan benda-benda nyata atau dibawa ke situasi nyata.
2. Kemampuan mengkonservasi pemikiran tertentu Konservasi (sistem kekekalan) sudah mulai dimengerti oleh anak usia 7 12 tahun.
Ada enam perkembangan kekekalan pada anak periode operasional konkret yaitu:
a) Kekekalan bilangan;
b) Kekekalan substansi;
c) Kekekalan panjang;
d) Kekekalan luas;
e) Kekekalan berat, dan
f) Kekekalan volum.
3. Kemampuan adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh, yakni kemampuan untuk menyatukan ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami anak baik melalui gambar atau cerita.
4. Kemampuan memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang, baik dari sudut pandang dirinya maupun dari sudut pandang di luar dirinya sendiri dalam menghadapi sesuatu.
5. Kemampuan anak melakukan seriasi yaitu kemampuan mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut berdasarkan ukuran, berat, volum, dan lain-lain.
6. Kemampuan mengklasifikasi, yakni kemampuan mengelompokkan sesuatu objek.
7. Kemampuan berpikir kausalitas yaitu pemahaman anak terhadap penyebab sesuatu peristiwa atau kejadian. Dalam hal ini siswa akan menanyakan mengapa sesuatu hal bisa terjadi.
Kesimpulan
Selama ini pelaksanaan pembelajaran di sekolah khususnya dalam pembelajaran IPA di SD masih banyak guru yang mendesain siswa untuk menghafalkan seperangkat fakta dan konsep yang diberikan guru. Hal ini akan membuat siswa kurang aktif di dalam pembelajaran dan cenderung menyebabkan kebosanan pada siswa. Keterampilan proses IPA siswa juga belum berkembang secara maksimal karena siswa hanya mendengar ceramah guru saja. Kelemahan tersebut harus dapat diatasi oleh guru sebagai pengajar di kelas dengan berupaya membuat inovasi untuk membantu siswa dalam pembelajaran IPA.
Pendekatan pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat yang disingkat dengan STM, merupakan salah satu inovasi penddidikan yang akan mampu mengembangkan keterampilan proses pada siswa dalam pembelajaran IPA. Sehingga dengan menggunakan metode ini diharapkan siswa dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang lebih mendekatkan pada lingkungan siswa dan masyarakat. Selain itu, pendekatan STM juga dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan yang diharapkan dan kesadaran tentang pelestarian lingkungan dan dampak negatif teknologi serta mencari penyelesaiannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.