Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indra Gunawan

Manifesto Politik HMI dan KAHMI: Bongkar Wacana Religion vis a vis Nation

Politik | Friday, 30 Apr 2021, 02:14 WIB

Oleh: Indra Gunawan

"Melalui manifesto Iman Ilmu Amal kita bisa mengalahkan sifat kebinatangan dan kesyaitanan agar kembali pada komitmen asasi perjuangan HMI: ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an"

Pengawal abad ke-20, kita telah menyaksikan munculnya gagasan bahwa sebagai akibat dari modernisasi dan rasionalisasi, peran agama semakin memudar dalam menyentuh persoalan kehidupan manusia secara kolektif atau setidaknya diposisikan terbatas pada ranah privat. Kondisi ini disebabkan sekularisasi dan penurunan simultan dari pilar masyarakat setelah Perang Dunia II yang menimbulkan pertarungan tentang peran kelompok masyarakat melalui konsepsi keagamaan dan kelompok masyarakat dengan konsepsi kebangsaan dalam menata peradaban.

Sehingga ini menjadi salah satu alasan terpenting mengkaji hubungan antara Agama (religion) dan Negara (nation). Bersamaan dengan itu, tercipta suatu realitas tentang keberadaan spektrum model dari hubungan antagonis hingga hubungan yang sangat erat antara Agama dan Negara. Ada kelompok yang memonopoli makna, nilai, dan spirit negara (nation). Dan ada pula kelompok memonopoli makna, nilai, dan spirit agama (religion). Kemudian terlahir benturan bagi keduanya.

Akibat dari spektrum model tersebut terbentuk wacana kehidupan masyarakat sebagai turunannya yang buruk, pertumpahan darah dan konflik dimana-mana senantiasa menemani dunia informasi dan semua keblingeran bengis lainnya. Atas dasar kondisi demikian, efek buruk sebagai realitas dari pertarungan antara religion dan nation di dunia sejak beberapa abad lalu (hingga sekarang) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pun diprakarsai oleh Lafran Pane pada 14 Rabiul Awal 1366 H untuk mengharmoniskan kehidupan.

Terdapat empat rumusan latar belakang yang dicatat dalam sejarah tentang pembentukan HMI, yaitu situasi dunia internasional, situasi Indonesia, kondisi mikrobiologis ummat Islam di Indonesia, dan terakhir kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan. Empat kondisi diatas adalah dampak buruk wacana vis a vis religion dan nation skala global yang merambah ke Indonesia.Kehadiran HMI, secara alamiah seharusnya telah membongkar religion vis a vis nation. Hal ini dibuktikan dengan missinya, yaitu keumatan (religion) dan kebangsaan (nation). Selain itu, selama ini HMI kerap menjadi garda terdepan dalam menyikapi berbagai masalah keumatan dan kebangsaan di Negeri ini, seperti masalah politik, ekonomi, kebudayaan, sosial, dan lainnya.HMI sering memperoleh pengakuan dari para tokoh diluar organisasi tentang kebermanfaatannya bagi masyarakat luas, misalnya Panglima Besar Jenderal Sudirman dalam pidatonya pada peringatan lahirnya HMI tanggal 5 Februari 1948 di Yogyakarta, menyatakan "HMI adalah Harapan Masyarakat Indonesia". Sudirman sengaja mengganti "I" yang merupakan singkatan dari kata "Islam"dengan kata "Indonesia" untuk menggambarkan menyatunya ke-Islam-an (religion) dan ke-Indonesia-an (nation). Begitu juga dengan Saifuddin Zuhri (Menteri Agama Presiden Soekarno) yang pernah mengecam akan mengundurkan diri dari kabinet Soekarno jika HMI dibubarkan.

Namun terlepas dari kehadiran HMI dalam menyelesaikan berbagai permasalahan manusia secara kolektif yang kini telah menjadi romantisme. Beberapa tahun belakangan ini HMI telah mengalami kemunduran dan kerap di kritik baik secara internal (anggota HMI) maupun eksternal (masyarakat) karena tidak lagi menjadi garda terdepan dalam menyikapi berbagai persoalan peradaban.

Pada tanggal 25 April 2021 M, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) yang dipimpin oleh Raihan Ariatama resmi dilantik untuk masa abdi 2021-2023 M di Gedung Saseno yang berlokasi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ada tiga program utama yang disampaikan oleh Raihan Ariatama dalam sambutannya, yaitu HMI Digital, HMI Incubator Entrepreneurship, dan meneguhkan komitmen ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.

Dalam hal ini, penulis tertarik memberikan pandangan terkait program utama pada point ketiga tentang meneguhkan komitmen ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an. Sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Raihan pada sambutannya tentang menegakkan kembali berdirinya para kader HMI ketika agama (religion) dibenturkan dengan Negara (nation). Lebih tepatnya beliau menyatakan "kita tidak boleh henti-hentinya untuk memperkuat komitment ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an. Apalagi akhir-akhir ini ruang publik dipenuhi dengan berbagai upaya membenturkan kembali antara Islam dan negara".

Upaya membenturkan (vis a vis) Islam dan negara memang tidak bisa ditutup-tutupi. Ini jelas merupakan persoalan yang serius. Ada beberapa catatan yang perlu dilakukan oleh PB HMI, yaitu merapatkan barisan para kader HMI. Jangankan Islam dengan negara, sesama kader HMI pun masih sering dibenturkan. Bahkan tepat sebelum kepengurusan PB HMI Raihan Ariatama terpilih kondisi demikian telah terjadi, benturan sesama kader HMI yang memalukan. Dualisme PB HMI hingga pada tataran cabang dan komisariat.Selanjutnya, HMI semenjak tahun 1986 diketahui oleh masyarakat luas telah terpecah menjadi dua, yaitu HMI dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Ini merupakan bukti bahwa Islam dan negara yang dibenturkan dalam tubuh HMI itu sendiri belum berhasil disatukan. Terbentuk framing ditengah masyarakat bahwa HMI MPO lebih agamais, dan HMI (yang kerap dikelirukan dengan sebutan HMI DIPO) lebih nasionalis.

Meskipun persepsi yang beredar ditengah masyarakat tidak sepenuhnya benar, tapi mereka melihat organisasi kita ada dua dan berbeda!Olehnya, penulis tekankan kepada Raihan Ariatama agar melakukan islah HMI dan HMI MPO. Teguhnya komitment ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an HMI adalah melalui langkah islah. Kekuataannya telah terbukti di masa lampau. Dimana HMI menjadi pelopor dan garda terdepan dalam menyatukan seluruh eksponen mahasiswa berbentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) pada tahun 1966 disaat ada benturan antar ideologi yang membahayakan kedaulatan NKRI dan keharmonisan masyarakat. Benar, bahwa islah HMI akan sangat ditakuti oleh berbagai kalangan yang ingin merongrong Islam dan Indonesia.

Dalam hal ini, PB HMI harus memanggil paksa peran aktif KAHMI. Setelah tergabung dalam Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) tidak lagi ada HMI dan HMI MPO. Semuanya bersatu. Meskipun dalam tubuh KAHMI tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak intervensi terhadap kader HMI untuk kepentingan-kepentingan sesaat yang berdampak jangka panjang dan menyebabkan masalah berkesinambungan. Akan tetapi untuk kondisi-kondisi genting belakangan ini, sekaligus menjemput usia satu abad HMI. Penulis yakini, dengan kesadaran manifesto Iman, Ilmu, dan Amal kita bisa mengalahkan sifat kebinatangan dan kesyaitanan agar kembali pada komitmen asasi perjuangan HMI, ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image