Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adis Setiawan

Program SMK Pusat Unggulan Kemendikbud Kurang Maksimal

Eduaksi | Wednesday, 28 Apr 2021, 11:50 WIB

Oleh Adis Setiawan, Manajemen Pendidikan

Foto sketsa penulis

Seperti yang dilansir CNN Indonesia menurut pengamat pendidikan Indra Charismiadji, "Program SMK Pusat Unggulan Kemendikbud tidak menjawab permasalahan pendidikan vokasi".

Dengan adanya rencana memberikan dana hibah dan bantuan kepada SMK yang lolos seleksi Program SMK Pusat Unggulan tidak akan menjawab permasalahan pendidikan Vokasi dan kekurangan guru mata pelajaran produktif.

Merdeka Belajar Jilid 8

Ada beberapa pemasalahan pendidikan vokasi, salah satunya adalah minimnya SDM. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengatakan, "sumber daya manusia (SDM) memang menjadi masalah inti dari pendidikan vokasi." (Republika.co.id, 2021)

Padahal pokok masalah pada pendidikan Vokasi adalah kekurangan guru mata pelajaran produktif. Selama ini ada beberapa guru yang bukan bidang produktif mengisi mata pelajaran tersebut. Selama ini yang mengajar mata pelajaran program SMK banyak diisi guru mata pelajaran normatif . (Jpnn.com, 2021)

Belum menyelesaikan pokok masalah tersebut malah mengeluarkan merdeka belajar jilid 8 : Program SMK Pusat Unggulan.

Masalah lainya adalah kekurangan ruang praktik bengkel, SMK hanya di isi pelajaran secara naratif bukan praktek, karena keterbatasan ruang praktik dan bengkel. Inilah nanti akan berpengaruh dengan output siswanya.

Pendidikan vokasi adalah menciptakan siswa siap kerja setelah lulus, apabila peralatan dan ruang praktik belum menyukupi, jadinya SMK rasa SMA.

SMK Rasa Kartu Prakerja

Menurut pengamat Pendidikan dari Vox Populi Institut Indonesia, Indra Charismiadji mengungkapkan pendidikan vokasi masih menjadi salah satu jenjang pendidikan penyumbang terbesar pengangguran.(CNN Indonesia, 2021). Kondisi itu mungkin disebabkan ketidaksinkronan antara sumber daya manusia yang disiapkan dengan kebutuhan di lapangan.

Pengangguran di Indonesia sendiri sudah mencapai 6,88 juta orang pada Februari tahun lalu , naik 60 ribu orang dibanding tahun sebelumnya. (The Conversation, 2020. Riani Rachmawati, Universitas Indonesia, As Syahidah Al Haq, Australian National University)

Beberapa penelitian juga menganggap bahwa program Kartu Prakerja juga tidak maksimal untuk mengurangi pengangguran. Program tersebut menargetkan 5,6 Juta orang warga negara Indonesia berusia 18 tahun yang sedang tidak menempuh pendidikan formal atau pencari kerja muda dengan anggaran sekitar 20 Triliun.( The Conversation, 2020). Salam 5,6 Triliun.

Ancaman Meningkatnya Pengangguran

Banyaknya perusahan yang telat dalam pertumbuhan ekonomi, membuat rekrutmen pegawai baru juga di kurangi. Hal tersebut membuat pengangguran muda (15-24 tahun) Indonesia yang tertinggi kedua di Asia Tenggara (17.04%). (Data.worldbank.org, 2021)

Pada tahun 2020, orang Indonesia berusia 20-39 tahun yang kuliah jumlahnya kurang dari 15%. Mayoritas hanya lulus SMA dan memiliki pendapatan Rp 2 juta per bulan dan banyak dari mereka (sekitar 50%) berada di sektor informal.(Luthfi T. Dzulfikar, The Conversation, 2021). Angka tersebut diproyeksikan akan naik akibat pandemi dengan kondisi kerja yang kemungkinan kian memburuk.

Disini pendidikan vokasi lebih bekerja keras agar siswa setelah lulus juga bisa langsung kerja. Dengan dibutuhkan kerja sama dengan Industri-industri. Pemenuhan- pemenuhan masalah pokok SMK perlu di perbaiki dulu, bukan terus-terusan membuat program-program baru yang meninggalkan masalah pokok pendidikan vokasi. Karena hanya memikirkan supply, demandnya tidak dipikirkan sama sekali.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image