Deislamisasi Sejarah Indonesia
Agama | 2021-04-27 06:25:05Sejarah sebagai salah satucabang Ilmu Sosial perlu mendapatkan perhatian serius dari Ulama dan Santriserta umat islam Indonesia. Banyak karya sejarah Islam Indonesia dan Dunia Islamumumnya, yang beredar di sekitar kita. Namun, banyak pula isinya sangatbertentangan dengan apa yang diperjuangkan oleh Rosulullah SAW, sahabat,khalifah, wirausahawan, ulama, waliyullah dan santri, serta umat islam. Apalagidengan adanya upaya deislamisasi Sejarah Indonesia, peranan Ulama dan Santri,serta umat Islam di dalamnya ditiadakan. Atau tetap ada, tetapi dimaknai denganpengertian yang lain.
Seperti yang diangkat olehK.R.H. Abdullah bin Nuh masalah waktu masuknya Islam ke Indonesia semestinyaterjadi pada abad ke-7 M. Ternyata dituliskan sangat jauh berbeda waktunya.Dimundurkan hingga abad ke-13 M. tidak hanya masalah waktu, tetapi jugadituliskan oleh Orientalis kehadiran Islam di tengah bangsa dan negaraIndonesia dinilai mendatangkan perpecahan. Karena Islam dinilai menimbulkan banyakkekuasaan politik Islam atau kesultanan yang tersebar di seluruh Nusantarasehingga imperialis Barat menemui kesukaran untuk menguasai NusantaraIndonesia. Sebaliknya, walaupun kekusaan politik atau keradjaan Hindoe Boeddha,tidak terdapat di seluruh pulau Nusantara Indonesia, tetapi ditafsirkan bangsaIndonesia saat itu mengalami zaman kejayaan dan keemasan. InterpretasiOrientalis dan imperialis Barat, selalu memuji Keradjaan Hindoe Boeddha danmendiskreditkan Islam.
Hal ini diakibatkan peloporperlawanan terhadap penjajah Barat di Indonesia adalah Ulama atau Wali Sanga.Ketika imperialis Barat, Keradjaan Katolik Portoegis, 1511 M, dan KeradjaanProtestan Belanda, 1619 M, mencoba menguasai Indonesia, selalu dihadang olehUlama dan Santri. Oleh karena itu, sejarawan Barat, menyebutnya sebagai SantriInsurrection Perlawanan Santri. Mengapa tidak dilawan oleh kekuasaan politikBoeddha Sriwidjaja dan Hindoe Madjapahit. Pada saat penjajah Barat tiba diNusantara, keduanya sudah tiada. Akibatnya, kedua penjajah Barat dengan PolitikKristenisasinya, dengan agama Katolik dan Protestan mencoba menjajah Nusantara Indonesia berhadapan dengan Ulama danSantri serta sultan yang berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa, negara, danagama Islam.
Jika dalam sejarah, setiap gerakan perlawananterhadap imperialisme, disebut sebagai gerakan nasionalisme. Sementara dalamsejarah, Ulama dan Santri di Indonesia sebagai Pelopor perlawananterhadap imperialism, yang seharusnya Ulama dan Santri dituliskan dalam Sejarah Indonesia sebagai pembangkitkesadaran nasional di Indonesia, ternyata tidak ditulis. Padahal, Ulama danSantri menurut zamannya adalah kelompok cendekiawan Muslim. Kelompok inilahdalam catatan sejarah sebagai pemimpin terdepan ide pengubah sejarah di NusantaraIndonesia.
Perlu diingat, istilahnasional dimasyarakatkan oleh Centraal Sjarikat Islam, dalam National CongresCentraal Sjarikat Islam Pertama 1e Natico di Bandung, 17 24 Juni 1916.Namun, dalam Sejarah Indonesia akibat diartikan nasionalisme bukan dari gerakanorganisasi Islam maka istilah nasional seperti disosialisasikan olehPerserikatan Nasional Indonesia PNI di Bandung, 4 Juli 1927. Padahal,istilah Indonesia dipelopori oleh Dr. Soekiman Wirjosandjojo aktif dalampimpinan Partai Sjarikat Islam Indonesia, Partai Islam Indonesia, dan PartaiMasjoemi tidak dituliskan sebagai pelopor pengguna pertama istilah Indonesiadan Indonesia Merdeka dalam masa kebangkitan kesadaran Nasional Indonesia.
Boeng Karno mendirikan PNI,1927 M, sebelas tahun sesudah National CongresCentraal Sjarikat Islam Pertama 1e Natico, 1916 M, yang dipimpin olehOemar Said Tjokroaminoto, Abdoel Moeis, Wignjadisastra di Bandung. Oemar SaidTjokroaminoto tidak hanya sebagai Guru Politik, tetapi juga sebagai mertuaBoeng Karno.
Demikian pula, NationalCongres Centraal Sjarikat Islam juga memelopori menuntut Indonesia merdeka,atau Pemerintah Sendiri - Zelf bestuur, 1916 M. Namun dalam Sejarah Indonesia,dituliskan pelopornya Boeng Karno di depan Pengadilan Kolonial di Bandung pada1929 M, atau Petisi Soetardjo yang menuntut Indonesia Merdeka. Anehnya, tanggaljadi Boedi Oetomo, 20 Mei 1908, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.Padahal, sampai dengan Kongres Boedi Oetomo di Solo, 1928 M, menurut Mr. A.K.Pringgodigdo dalam Sedjarah Pergerakan Rakjat Indonesia, Boedi Oetomo tetapmenolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia. Walaupun sampai dengankongres tersebut, Boedi Oetomo sudah berusia 20 tahun, tetap mempertahankanDjawanisme. Selanjutanya, Dr.Soetomo membubarkan sendiri Boedi Oetomo, 1931Mkarena tidak sejalan dengan tuntutan zamannya. Ajaran Kedjawen atau Djawanismesebagai landasan wawasan Boedi Oetomo sangat bertentangan dengan ajaran Islamyang dianut mayoritas pribumi. Melalui medianya Djawi Hisworo, Boedi Oetomoberani menghina Rasulullah Saw.
Walaupun Boedi Oetomo denganmedia cetaknya menghina Rasulullah Saw. Sampai sekarang umat Islam sebagaimayoritas bangsa Indonesia, tetap menaati keputusan Kabinet Hatta, 1948 M.Bersedia menghormati 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Demikian pulakelanjutannya Boedi Oetomo, menjadi Partai Indonesia Raja, dipimpin pula olehDr. Soetomo. Dengan medianya, Madjalah Bangoen, tidak beda dengan DjawiHisworo, juga menerbitkan artikel yang menghina Rasulullah saw. Selain itu,Partai Indonesia Raja-Parindra, sebagai partai sekuler dan anti Islam. Perlukiranya para ulama dan MUI mempertimbangkan kembali keputusan Kabinet Hatta,1948 M, tentang 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Hari Pendidikan Nasional -Hardiknas pun diperingati setiap 2 Mei, kabarnya diambil dari hari lahir KiHadjar Dewantara, pendiri Taman Siswo, 1922 M, yang pada awalnya merupakanperkumpulan Kebatinan Seloso Kliwon. Kalau ini benar, mengapa bukan hari lahirK.H. Achmad Dachlan pendiri Persjarikatan Moehammadijah, 18 November 1912 M,sepuluh tahun lebih awal dari Taman Siswo, 1922 M, dan pengaruhnya jauh lebihmeluas di seluruh kota di Nusantara. Akibat deislamisasi penentuan Hardiknas,menjadikan K.H. Achmad Dachlan dan Persjarikatan Moehammadijah tidak terpilihsebagai pelopor pendidikan nasional. Sebenarnya masih banyak contoh lagi, upayadeislamisasi terhadap penentuan peristiwa nasional dalam penulisan SejarahIndonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.