Pelihara Janggut Nggak Sehat? Siapa Bilang
Gaya Hidup | 2021-04-23 16:59:29Ada yang menganggap memelihara janggut atau jenggot itu kurang sehat. Sebab, ia bisa menjadi sarang menempelnya bakteri berbahaya. Anggapan itu malah kurang tepat loh gaes. Setidaknya menurut satu penelitian yang diterbitkan di Journal of Hospital Infection.
Studi itu berjudul "Bacterial ecology of hospital workers' facial hair: a cross-sectional study". Hmmm, kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia apa ya kira-kira? Mungkin "Ekologi Bakteri pada Rambut Wajah Pekerja Rumah Sakit: sebuah Studi Cross Sectional" begitu.
Agar tidak terlalu membingungkan, mungkin aku jelaskan sedikit tentang istilah studinya. Studi cross sectional merupakan studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan. Sederhananya: mempelajari bagaimana penyakit bisa menyebar, cara, dan darimana terpaparnya.
Nah, untuk studi kali ini, fokusnya kebetulan mengkaji kemungkinan paparan bakteri penyakit berasal dari jenggot. Khususnya dari para staf dan dokter di rumah sakit.
Salah satu alasan rumah sakit dipilih karena tempat ini sangat rentan terjadi penyebaran bakteri penyakit. Penelitian sebelumnya sudah mendapati kalau tangan, jaket putih dokter, dan peralatan rumah sakit bisa menjadi mediumnya. Bagaimana dengan janggut?
Untuk menjawabnya, studi ini melibatkan sebanyak 408 staf rumah sakit berjanggut dan tidak berjanggut. Mereka semua diambil sampelnya. Hasilnya belakangan ternyata cukup mengejutkan.
Peneliti justru mendapati mereka yang dagunya selalu dicukur licin alias tanpa janggut malah lebih berpotensi membawa sesuatu berisiko di wajah mereka. Si dagu licin tiga kali lebih mudah ditempeli dan membawa-bawa spesies bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan salah satu bakteri patogen yang bisa menyebabkan beragam penyakit. Ia juga dikenal kebal dengan nyaris semua antibiotik saat ini.
Kok bisa? Well, peneliti menduga kebiasaan mencukur ternyata bisa menyebabkan abrasi mikro pada kulit. Itu yang mendukung bakteri mudah menempel dan berkoloni.
Jadi bakteri tidak bisa menempel di janggut? Jawabannya tentu saja masih. Namun yang menarik, ternyata ada bakteri misterius yang dapat menempel di janggut berfungsi sebagai pembunuh bakteri lain.
Bakteri bunuh bakteri lain mungkin sering kita sebut sebagai bakteri baik. Fakta itu sebenarnya umum terjadi pada mikroba. Kita mungkin cenderung melihat mikroba sebagai musuh. Namun di dunia mereka, mereka tidak melihat itu.
Bakteri dan fungi (jamur dan kapang) justru lebih sering menghabiskan waktu berkompetisi satu sama lain. Mereka berkelahi berebut makanan, sumber daya, dan ruang. Dalam perjalanannya, mereka kemudian berevolusi dan mengembangkan kemampuan atau senjata mirip antibiotik untuk membunuh bakteri atau fungi lain.
Penisillin merupakan salah satu contohnya. Obat antibiotik ini aslinya diekstrak dari fungi Penicillium notatum. Fungi tersebut punya kemampuan membunuh mikroba lain. Ilmuwan Alexander Fleming mendapati itu usai insiden ledakan ringan di laboratoriumnya. Spora milik sejawat labnya saat itu muncrat dan membunuh sampel bakteri yang dia taruh di cawan.
Nah, temuan bakteri misterius pada janggut yang disebutkan tadi diduga mirip dengan mikroba cum antibiotik ini.
*Sumber: BBC, pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.