Berkelana dari Bambu Apus ke Negara Sepak Bola
Olahraga | 2021-04-23 00:59:07Sepak bola. Cabang olahraga yang sangat saya gemari. Namun, perlu dicatat, saya hanyalah penikmat olahraga si kulit bundar itu, bukan pesepak bola.
Oh iya, sekadar info, saya berjenis kelamin perempuan, bukan laki-laki. Menurut saya, sah-sah saja sih seorang perempuan menggemari pertandingan sepak bola.
Olahraga, cabang apapun, wajar saja digemari perempuan atau laki-laki. Jadi, enggak perlu memandang gender, ras, atau kebangsaan. Bebas merdeka prinsipnya.
Sepak bola sudah menjadi bagian hidup saya. Singkat cerita, saya jatuh cinta kali pertama dengan olahraga sepak bola itu saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat itu entah kenapa saya langsung kepincut dengan aksi para pemain Manchester United.
Yoi, saya tuh cinta pada pandangan pertama ketika melihat sosok pesepak bola berparas tampan bernama David Beckham. Pesepak bola berambut pirang itu benar-benar menyihir saya hahaha, lebay deh.
Eits, bukan hanya karena wajah Beckham yang buat saya meleleh. Aksi pesepak bola berpaspor Inggris itu juga gacor saat mengolah si kulit bundar di lapangan hijau.
Sepak pojok melengkung seperti pisang dan tendangan bebas mematikan Beckham seng ada lawan saat itu. Masa keemasan Manchester United menahbiskan diri sebagai treble winner pada musim 1998/1999, sekaligus menjadi entry point saya berstatus penggila sepak bola.
Setelah semusim mengikuti perjalanan Setan Merah menjuarai Liga Primer Inggris, Piala FA, dan Liga Champions, saya hampir tak pernah absen menyaksikan laga-laga Manchester United.
Saking fanatiknya dengan sepak bola, khususnya Manchester United, saya pun mengoleksi segala pernak-pernik berbau klub asal Negeri Ratu Elizabeth itu. Surat kabar atau tabloid sepak bola yang membahas klub asuhan Sir Alex Ferguson itu juga selalu saya beli. Nyatronin loper koran langganan menjadi salah satu agenda tetap saya.
Ketika membaca berita seputar Manchester United atau klub sepak bola dunia lainnya, saya seringkali berkhayal tingkat tinggi. Saya bermimpi menjejakkan kaki dan menyaksikan langsung pertandingan Manchester United di Old Trafford.
Saya juga bermimpi keliling stadion-stadion klub ternama dunia lainnya yang berlaga di Liga Primer Inggris, Serie A, La Liga, dan Bundesliga. Bahkan, saya juga berkhayal bisa melihat aksi pesepak bola top dunia merumput di Piala Eropa dan Piala Dunia.
Impian yang ada di benak saya sejak masih berstatus anak baru gede (ABG) itu diam-diam terus saya pupuk. Menahun, tak pupus impian saya untuk berkelana ke negara sepak bola.
Berbagai cara saya lakukan dan doa saya panjatkan, agar impian melihat langsung stadion-stadion ternama dunia terwujud. Alhamdulillah, Allah SWT mengabulkan impian saya tersebut.
Tentu saja, jalan panjang dan terjal harus saya lalui dulu Fulgooso... Mengingat, agar impian saya itu terwujud membutuhkan modal mahal alias menguras kocek dalam.
Bekerja sebagai wartawan dan meliput berita seputar sepak bola menjadi impian pertama saya yang terwujud. Seiring waktu, sejumlah aktor lapangan sepak bola di dalam dan luar negeri kerap saya jumpai. Bahkan, idola saya sekaligus sosok yang membuat saya menggilai sepak bola, yakni Beckham, berhasil saya temui langsung. Serasa terbang ke langit ke tujuh bisa jalan bersebelahan dengan Beckham, sayangnya saya lupa ber-selfie-ria dengan Becks.
Impian selanjutnya, yang tak kalah pentingnya buat saya, yakni Allah SWT memberikan kesempatan bagi saya ngetrip sepekan ke Inggris. Ya, kebetulan saya menang lomba tulis dengan hadiah tujuh hari ke Inggris dengan agenda mengelilingi sejumlah klub top Liga Primer Inggris.
Ya, jelang tutup tahun 2013 lalu, saya seakan sedang bermimpi. Tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun, saya bertandang ke kandang Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, dan Manchester United. Gile Ndro. Impian yang saya pupuk sejak ABG akhirnya terwujud.
Happy pake banget. I was speechless. Ya, sulit menggambarkan kebahagiaan saya bisa mengelilingi Inggris, tepatnya ke Emirates Stadium, Stamford Bridge, Anfield, Etihad Stadium, dan Old Trafford. Selama ini saya cuma bisa melihat di internet, surat kabar, atau layar kaca.
Bahkan, saya berkesempatan menyaksikan langsung laga Arsenal melawan Liverpool di Emirates Stadium. Ketika itu Mesut Oezil baru berseragam tim Meriam London. Happy? Pastinya dong.
Keesokan harinya, saya berkunjung ke Stamford Bridge. Lalu meneruskan perjalanan ke Liverpool. Sebelum ke Anfield, saya menyempatkan diri ke The Beatles Museum.
Jujur, yang paling saya nantikan itu mengunjungi Old Trafford. Di tengah udara Manchester yang sangat dingin, saya nekat hanya memakai jersey Manchester United. Padahal rombongan tur saya membalut badan mereka dengan baju tebal karena saat itu menjelang musim dingin. Bagi saya jersey Manchester United sudah menghangatkan tubuh saya.
Saya bersujud syukur di depan pintu masuk ke Old Trafford. Dekat patung United Trinity, saya resmi menahbiskan diri sebagai fan sejati karena sukses pergi haji ke Old Trafford (istilah bagi fans Setan Merah yang bermpimpi ke markas Manchester United).
Ketika masuk ke dalam Old Trafford, saya tak bisa berkata-kata. Tersepona eh terpesona dengan kemegahan stadion yang berjuluk Theater of Dreams itu. Otak saya juga langsung memutar memori lama yang sudah menahun ketika saya bermimpi bisa ke Old Trafford.
Menginjak rumput Old Trafford hingga duduk di kursi yang biasa diduduki para pemain dan Sir Alex Ferguson. Tak ketinggalan tur stadion melihat kamar ganti pemain hingga ruang trofi Manchester United saya lakukan.
Perjalanan keliling stadion di Inggris menjadi awal cerita saya berkelana ke negara sepak bola. Perjalanan saya berikutnya adalah pergi ke Prancis untuk menyaksikan langsung Piala Eropa 2016. Saya rela merogoh kocek demi bisa menjadi penonton laga pembuka antara tuan rumah Prancis dan Rumania di Stade de France.
Salah satu agenda di bucket list saya pun kembali terwujud. Bersyukur dan bersyukur selalu terucap di dalam hati saya. Setelah dari Prancis, saya kembali berkelana ke negara sepak bola lainnya.
Kali ini saya ke Italia. Agenda saya mengunjungi kandang AC Milan dan Inter Milan di San Siro, Milan. Berada di Kota Mode dunia, tapi agenda utama saya justru bertandang ke stadion sepak bola. Giuseppe Meazza adalah salah satu stadion yang sarat sejarah dalam dunia sepak bola. Jadi, wajib hukumnya berkunjung.
Bergeser dari Milan, saya berkelana ke Turin, masih di Italia. Kali ini saya mendatangi kandang Juventus. Si Nyonya Tua adalah tim ternama di Negeri Spageti sekaligus dunia, jadi berkunjung ke Juventus Stadium juga masuk agenda saya.
Saya juga sempat menyaksikan langsung laga antara Sassuolo melawan AC Milan di Stadion Mapei, Citta del Tricolore, Reggio Emilia alias kota kelahiran pelatih kawakan, Carlos Ancelotti.
Agenda berkelana saya terus berlanjut. Perjalanan panjang harus saya lalui, mulai dari kediaman saya di Bambu Apus, Jakarta Timur, menuju Moskow, Rusia. Saya berkelana ke Rusia untuk menyaksikan Piala Dunia 2018.
Beruntung kali ini kantor yang membiayai perjalanan saya. Saya ditugaskan kantor meliput langsung perhelatan Piala Dunia 2018 di negeri yang dipimpin Vladimir Putin.
Impian saya ke Piala Dunia pun terkabul. Saya menyaksikan Cristiano Ronaldo dan pemain top dunia lainnya di Negeri Beruang Merah. Saya keliling dari Moskow, Saint Petersburg, sampai Nizhny Novgorod.
Agenda berkelana ke negara sepak bola terbaru yang saya lakukan ke Jerman. Saya mendatangi Volkswagen Arena alias markas VfL Wolfsburg di Wolfsburg, Jerman. Jujur sih, stadion mantan klub Kevin de Bruyne itu kurang megah dibandingkan stadion-stadion klub Eropa lainnya yang pernah saya kunjungi.
Dikarenakan dunia sedang dilanda pandemi Covid-19, saya pun belum bisa berkelana ke negara sepak bola lainnya. Semoga pandemi berakhir, dan Allah SWT masih memberikan saya rezeki dan kesempatan terus berkelana ke negara sepak bola.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.