Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naely Lutfiyati Margia

Vonis mati HW, adil kah?

Agama | Thursday, 14 Apr 2022, 06:09 WIB
freepik.com

Vonis Mati

Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memutuskan vonis hukuman mati terhadap (HW), pelaku pemerkosaan 13 santriwati. Menanggapi hal itu, praktisi hukum Januardi Haribowo menilai, putusan tersebut layak mendapatkan apresiasi. Sebab, putusan Pengadilan Tinggi Bandung itu mempertimbangkan jumlah korban, karena efek yang ditimbulkan pelaku sungguh luar biasa, sehingga cukup alasan untuk dapat dikenakan hukuman pidana maksimal.

Menurut Januardi, penerapan hukum pidana maksimal Pasal 76D UU 35/2014 (UU Perlindungan Anak) wajar diberlakukan jika mengakibatkan dampak serius terhadap korban, antara depresi berkepanjangan, beberapa di antaranya bahkan melahirkan anak. Sehingga hukuman mati HW dianggap sebagai bentuk ketegasan. (Liputan6.com, 5/4/22)

Tak Sesuai HAM

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai hukuman mati tak akan memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana. Sejumlah negara bahkan sudah menghapus hukuman mati dalam mengeksekusi pelaku tindak pidana.

Taufan pun meminta para penegak hukum memberikan kesempatan bagi Herry apabila nanti sang terpidana mengajukan kasasi. Sebab, dalam RKUHP sendiri, ujar dia, ada aturan yang memberikan kesempatan bagi terpidana mati untuk suatu periode tertentu. Dalam periode tersebut, apabila sang terpidana tercatat mengalami perubahan-perubahan sikap, maka hukuman mati dapat dimungkinkan untuk diturunkan menjadi hukuman yang lebih ringan. (CNN Indonesia, 6/4/22)

Hukuman Yang Relatif

Bicara mengenai vonis hukuman HW akan sangat relatif, karena perspektif setiap orang berbeda. Kendati hukuman mati nampak hukuman yang paling berat, namun faktanya tidak semua sepakat. Sebagian setuju dengan vonis mati karena perbuatan HW dinilai sudah sangat keterlaluan dan merugikan banyak orang, sedang sebagian yang lain kurang setuju karena alasan HAM.

Menyandarkan hukum pada hukum buatan manusia saat ini, memang berpeluang besar memunculkan perbedaan pendapat. Didukung dengan perbedaan kepentingan dan kedudukan, membuat hukum hari ini tidak bisa menjadi satu suara. Namun, sudah tabiat manusia itu lemah dan terbatas. Seringkali mengandalkan perasaan bukan akal, sehingga hanya nafsu yang bermain, alhasil nilainya menjadi abu-abu.

Hukum Bersumber Dari Wahyu

Standar hukum haruslah jelas, tepat, adil dan tidak memihak. Bukan berdasarkan pendapat pihak-pihak tertentu yang masing-masing memiliki pandangan berbeda. Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya mengambil dan menjadikan islam sebagai standar hukum. Ini sudah menjadi sebuah jaminan sistem hukum yang benar, karena bersumber dari Pencipta. Diambil berdasarkan wahyu bukan nafsu.

Islam juga sebagai agama preventif, akan menekan terjadinya kejadian semacam ini. Dengan mengatur kehidupan antara perempuan dan laki-laki, tidak boleh interaksi kecuali hanya di bidang tertentu yang diperbolehkan syariat. Sehingga meminimalisasi timbulnya syahwat yang bisa berujung pada perzinaan.

Namun, namanya manusia tidak menutup kemungkinan hal seperti ini terjadi. Dan Islam sudah mempunyai tindakan kuratif terkait hal ini apabila sampai terjadi. Islam memiliki mekanisme detail terkait sanksi/hukuman bagi pelaku zina.

Dalam surat An-Nur ayat 2 dijelaskan bagaimana hukuman bagi pelaku zina. Bagi pelaku zina yang berstatus belum menikah (ghairu muhsan) dijatuhi hukuman cambuk 100 kali. Sedangkan bagi pezina yang berstatus sudah menikah (muhsan) diberi hukuman mati dengan cara dirajam (dilempari batu). Sebuah mekanisme sanksi yang berasal dari Allah, yang tujuannya bukan hanya sebagai hukuman, tapi juga berfungsi sebagai jawabir dan jawazir. Jawabir (penebus dosa) bagi pelaku—sehingga ia tidak akan dihukumi lagi di akhirat—dan juga sebagai jawazir (pencegah) bagi yang lain agar tidak berbuat hal yang sama.

Kendati demikian, hukuman ini belum bisa diterapkan saat ini, karena sistem sekuler kapitalis hari ini memisahkan aturan agama dari kehidupan. Maka, butuh sebuah institusi yang dapat menerapkan seluruh aturan Islam dalam kehidupan manusia.

Wallahu a'lam bish shawwab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image