Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image just imagine

Banksy, Diorama Lahirnya Yesus, dan Perjuangan Palestina

Politik | Saturday, 17 Apr 2021, 19:46 WIB

Desember tiba. Seperti tahun-tahun sebelumnya, umat Kristiani di Betlehem, Tepi Barat, bersiap menyambut serta merayakan Natal. Bagi warga Kristen di sana, selalu ada sukacita dan kekhidmatan mendalam saat memperingati hari lahirnya Yesus Kristus. Sangat wajar memang, mengingat Alkitab meriwayatkan bahwa sang Juru Selamat lahir di kota tersebut.

Tapi perayaan Natal di Betlehem tahun 2019 lalu berbeda. Sebuah diorama karya seniman street art anonim yang dikenal dengan nama Banksy menjadi penyebabnya. Diorama berjudul "Scar of Betlehem" itu sempat menyedot perhatian berbagai media internasional. Mesti diakui, diorama yang dibuat Banksy memang sangat "provokatif". Dia menampilkan Maria dan suaminya Yusuf menyambut kelahiran Yesus, tapi dengan latar tembok pemisah yang dibangun Israel di Tepi Barat. Di tembok itu terdapat lubang seperti bekas tertembus peluru.

Diorama itu dikirim Banksy ke Walled off Hotel, sebuah wisma tamu yang didesain oleh Banksy dan diisi dengan karya-karyanya. Sejak dibuka pada 2017, Walled off Hotel menjadi daya tarik wisata populer di Betlehem. Tak seperti lazimnya, yang ditawarkan Walled of Hotel adalah pemandangan terburuk di dunia, yakni bentangan tembok pemisah Israel di Tepi Barat.

Manajer Walled off Hotel Wisam Salsaa mengaku cukup terkejut saat melihat diorama Scar of Betlehem. "Kami melihat ada bekas luka. Sebuah lubang di tembok menandai tembok dan kehidupan di Betlehem," kata dia.

Bagi Salsaa, diorama itu adalah pengingat bahwa pendudukan Israel membawa penderitaan bagi warga Betlehem. "Banksy berusaha mengingatkan dunia bahwa orang-orang di Betlehem, tempat dimulainya Natal, tidak merayakan Natal seperti di belahan dunia lainnya," tuturnya.

Bagi saya pribadi, diorama Scar of Betlehem merupakan manifestasi penolakan dan perlawanan Banksy atas pendudukan Israel di Tepi Barat. Secara politik, dia bisa dibilang berpihak pada perjuangan warga Palestina untuk mendirikan sebuah negara berdaulat; lepas dari segala bentuk perampasan dan penindasan seperti yang telah dialami sejak Israel berdiri tahun 1948.

Scar of Betlehem bukan karya pertama Banksy yang menggambarkan pendudukan Israel atas Palestina. Sebelumnya dia pernah membuat poster yang menampilkan anak-anak Palestina bermain untang-anting mengelilingi menara pengawas pasukan Israel. Di poster itu dia menulis, "Visit Historic Palestine; The Israeli Army Liked It So Much, They Never Left!"

Mengingat kepopuleran dan ketenarannya di dunia seni, karya-karya Banksy telah cukup membantu mengangkat kesadaran masyarakat dunia tentang kebijakan agresif-represif Israel terhadap Palestina. Dan hingga kini, kondisi tersebut masih berlangsung.

Tembok Tepi Barat Sebagai Kanvas

Tak hanya diorama dan poster, Banksy turut menyemprotkan pilok dan catnya secara langsung di tembok pemisah Tepi Barat. Karya-karyanya yang bernuansa provokatif dapat dilihat di tautan berikut:https://www.theguardian.com/arts/pictures/image/0,8543,-10705256016,00.html

Tembok Tepi Barat memang telah menjadi "kanvas" bagi seniman street art, tidak hanya mereka yang tinggal di sekitar atau sepanjang tembok, tapi juga yang sengaja datang ke sana dari berbagai negara. Mayoritas gambar atau pesan yang dituangkan bersifat politis. Wajar saja, karena keberadaan tembok itu pun memiliki tujuan politik, yakni mencegah para pengungsi Palestina yang telah terusir untuk kembali ke tanah mereka.

Apakah mencoret-coret atau membuat mural di tembok Tepi Barat aman dilakukan? Tentu saja tidak. Dua seniman Italia, Jorit Agoch dan Salvatore De Luise ditangkap oleh otoritas Israel setelah membuat mural wajah Ahed Tamimi berukuran empat meter pada Juli 2018. Visa keduanya kemudian dicabut dan mereka dilarang mengunjungi Israel selama 10 tahun.

Ahed Tamimi adalah aktivis berusia 19 tahun yang telah menjadi simbol perlawanan Palestina. Tamimi menjadi ikon setelah videonya yang menampar pasukan Israel beredar luas pada Desember 2017. Penamparan dilakukan ketika pasukan Israel secara sewenang-wenang menggerebek rumahnya.Tamimi kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman delapan bulan penjara oleh pengadilan militer Israel. Dia bebas pada Juli 2018.

Setelah keluar, Tamimi mengatakan ingin melanjutkan kuliahnya untuk menjadi pengacara. Dia berharap dapat berkontribusi dalam perjuangan Palestina sekaligus menjadi perwakilan dari warga Palestina yang ditahan Israel.Tembok Tepi Barat telah dilabeli sebagai tembok "apartheid" oleh beberapa organisasi hak asasi manusia. Ia bukan hanya sekadar sekat, tapi juga lambang okupasi Israel.

Riwayat konflik Israel-Palestina adalah jalinan sejarah yang panjang dan mungkin bisa dibilang kompleks. Tapi yang pasti, Palestina memiliki hak untuk membentuk negaranya sendiri secara berdaulat. Hal itu sesuai resolusi 181 yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 1947. Resolusi itu mengatur tentang pembentukan dua negara Israel-Palestina.

Saat memperingati International Day of Solidarity with the Palestinian People pada 29 November 2020, Presiden Majelis Umum PBB Volkan Bozkir mengakui bahwa PBB telah gagal mendorong pembentukan negara Palestina."Parameter penyelesaian konflik sudah jelas. Pada 1947, Majelis Umum mengadopsi Resolusi 181, yang menjadi dasar hukum pembentukan Negara Israel, dan negara kedua, untuk rakyat Palestina. Namun, dalam tujuh dekade berikutnya, kita telah gagal mendirikan negara untuk rakyat Palestina," kata Bozkir.

Menurut dia, solusi dua negara yang diakui Resolusi 181 Majelis Umum PBB adalah satu-satunya premis untuk perdamaian yang adil, langgeng, dan komprehensif. Hal itu pun dapat menjadi dasar menciptakan keamanan dan kemakmuran bagi semua pihak.Dia meminta PBB terus mendukung Israel dan Palestina untuk menyelesaikan konflik mereka berdasarkan hukum internasional serta perjanjian bilateral. Visi membentuk dua negara Israel-Palestina di garis perbatasan pra-1967 mesti diwujudkan. Bozkir menekankan bahwa kerangka acuan itu tak dapat diubah dan hak-hak rakyat Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

Diorama Scar of Bethlehem Karya Banksy

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image