Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jouron

Mengapa Lester Bukan Leicester, Mengapa Nyukasel Bukan Nyukestel

Olahraga | Monday, 12 Apr 2021, 03:26 WIB
Stadion Newcastle United, St James Park

Nama Leicester tiba-tiba menjulang tinggi hingga menembus galaksi lain setelah memastikan diri menjadi juara Liga Inggris 2015-2016. Tim bermodalkan 30 juta dolar AS itu mampu memanfaatkan momentum pincangnya klub-klub papan atas sampai mencatatkan sejarah yang tidak akan pernah dilupakan pecinta Liga Inggris di seluruh dunia sampai kapanpun.

Saya tidak ingin menganalisis mengapa klub berjuluk Kawanan Serigala itu mampu menjungkalkan semua prediksi sejak kick-off Liga Primer dimulai hingga menjadi sang juara. Tulisan pendek ini hanya mengulas sepenggal kisah tentang pengucapan kata-kata bahasa Inggris yang bahkan orang Inggris pun terkejut dan bertanya-tanya.

Ini tentang "berbahasa Inggris lokal" yang saya dapat ketika berkesempatan menetap di Inggris selama beberapa belas bulan.

Ketika pertama kali datang ke Inggris, beberapa tahun lalu, kota pertama yang saya singgahi adalah Newcastle. Kurang dari tujuh hari tinggal di sana, sejumlah teman (baik Indo maupun teman lokal) berbisik... "Karena kamu sudah menjadi warga sini, maka kamu tidak boleh lagi menyebut kata 'Nyukestel', cukup 'Nyukasel'..."

Mengapa huruf 't' hilang dalam pengucapan Newcastle, mereka jawab karena cita rasa berbahasa Inggris di setiap wilayah berbeda-beda. Setiap kota bahkan kecamatan atau komunitas tertentu memiliki aksen, pengucapan, dan dialek yang khas.

Mengapa 'a' tetap dibaca 'a' dalam 'nyukasel', karena ini menyangkut dialek dan kebiasaan orang-orang utara Inggris yang berbahasa Inggris lebih simpel. Penduduk lokal Newcastle, biasa dikenal sebagai kaum Goerdie, memiliki aksen dan pengucapan sendiri yang khas. Mereka akan mengucapkan 'arit' sebagai ucapan terima kasih atau mengerti. Ucapan 'arit' ini merujuk pada 'alright' (olrait).

Aksen dan pengucapan di Newcastle tentu akan berbeda dengan di Liverpool atau Manchester. Begitu juga dengan aksen dan pengucapan di selatan Inggris seperti di London, Southampton, maupun Porstmouth.

Di sebelah kota Newcastle ada kota tua bernama Durham. Ini lebih unik lagi pengucapannya. Yang pasti, hurup 'h' dalam Durham tidak dibaca alias luluh. Durham biasa diucapkan 'Duram' atau Darem'. Ini tergantung siapa yang berbicara. Jika orang lokal lebih terbiasa dengan menyebut 'Duram', namun para pendatang seperti saya biasanya memulainya dengan 'Darhem' atau 'Darem'.

Hukum penghapusan ucapan kata (peluluhan kata) atau dalam gramatikal biasa dikenal sebagai words elision ini berlaku juga untuk kata-kata yang memiliki huruf 'h' lainnya. Misalnya, Fulham dibaca 'fulam' bukan 'fulham' atau apalagi 'falhem'.

Juga, Birmingham dibaca 'Bermingem' atau West Ham dibaca 'wesem'. Hukum ini berlaku juga untuk penyebutkan Tottenham yang dibaca menjadi 'totenam' bukan 'totenham'. 'H' luluh di sini.

Yang lagi hot-hotnya saat ini tentu kata 'Leicester'. Ketika saya sharing cara pengucapan Leicester yang benar ke tim redaksi sepak bola Republika, mereka kaget. Bagi orang Leicester atau Midland Inggris, cara mengucap Leicester yang tepat adalah 'lester', 'lesteh', 'lestoh' atau 'leste', bukan 'leicester' atau 'leikester'.

Ini berlaku juga untuk lafal Gloucester yang dibaca 'gluster'. Juga, Wunchester. Atau ada kata lain seperti Yorkshire yang dibaca 'yorksher'.

Penghapusan kata-kata atau words elision ini terjadi karena kebiasaan dialektika dan juga mungkin kemalasan untuk menyebut kata-kata panjang. Setiap generasi selalu memiliki dialek khas, aksen yang berkembang, dan pengucapan yang juga ikut berubah.

Saya bukan juga ahli bahasa, apalagi ahli bahasa Inggris. Tulisan ini hanya mencoba mendeskripsikan bahwa sebetulnya berbahasa Inggris itu kaya dengan aksen, pengucapan, dan dialek. Kita tidak bisa menyalahkan orang-orang yang mengucapkan kata 'Have' dibaca 'hap' bukan 'hep'. Jika Anda ada di Inggris, mungkin sebagian besar orang di sana berkata 'hap'.

Begitupun ketika menyebut kota Norwich, yang terdengar adalah 'norij' bukan 'norwij'. Sekali lagi, saya hanya menyampaikan fenomena berbahasa. Betapa indahnya berbahasa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image