Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Berdoalah, Maka Aku Kabulkan

Agama | Sunday, 10 Apr 2022, 20:58 WIB

“Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: Doa orang tua, doa orang yang berpuasa, dan doa musafir.” (H.R. Al-Baihaqi)
Do’a adalah salah satu ibadah yang paling mudah dilakukan dan merupakan senjata kaum muslimin dalam situasi apapun. Do’a yang terlihat kecil ternyata adalah sesuatu yang sangat besar. Dengan do’a sesuatu yang menurut anggapan kita tidak mungkin dapat menjadi mungkin atas kehendak Allah SWT.

Allah SWT sendiri memerintahkan hambaNya untuk selalu berdoa kepadaNya dan pasti akan dikabulkan. Meskipun dikabulkannya bukan menurut ukuran atau perhitungan kita. Matematika Allah berbeda dengan manusia. Apa yang menurut manusia baik, belum tentu menurut Allah. Di sinilah terkadang muncul ketidaksabaran, sebagai akibat dari ketidaktahuan. Tak jarang kemudian menuduh Allah tidak adil karena doanya "tak terkabul". Bisa jadi sudah terkabul, hanya di luar ekspektasi manusia.

Dan, Allah mensifati orang yang enggan berdoa kepadaNya adalah orang yang sombong, padahal Allah SWT menegaskan, hanya Allah SWT yang berhak sombong. Berdoa ada yang syar'i dan ada pula yang tidak alias berbalut kesyirikan. Berdoa dengan pengucapan yang lembut, meskipun lebih afdhol menggunakan bahasa Arab sebagaimana doa-doa para Nabi dan Rasul yang diabadikan Alquran, tak mengapa berdoa dengan bahasa setempat. Karena yang lebih utama adalah benar-benar fokus kepada Allah bukan yang lain dan tidak dengan perantara alat atau ritual apapun.

Doa tak boleh berbalut kesyirikan. Masih hangat di perbincangkan masyarakat tentang performa seorang pawang hujan yang punya keistimewaan bisa masuk dan berjalan santai di sirkuit Mandalika. Ah, dia kan non Muslim, baiklah, tapi ingat, yang meminta dia bekerja di tengah hujan, adalah panitia, yang dibiayai pemerintah, dimana sebagian besar Muslim. Ironi sekali, di negeri dengan penduduk mayoritas memeluk Islam mengadakan acara tingkat dunia dengan berbau klenik, hal yang sangat diharamkan dalam agama Islam.
Alasan pemasaran untuk pariwisata, sungguh pragmatis! Menjadikan klenik sebagai satu-satunya pendongkrak keuntungan dari pariwisata adalah bentuk keputusan setengah hati dan pemalas. Karena jika serius masih banyak cara yang lain. Mengapa tidak dilakukan? Tanyakan pada rumput yang bergoyang.

Ramadan benar-benar bulan istimewa, di bulan yang diwajibkan, kepada seluruh kaum Muslim untuk berpuasa, benar-benar dilipatgandakan pahalanya. Orang yang berpuasa termasuk golongan orang yang tidak akan ditolak doanya. Doa orang yang berpuasa akan dikabulkan. Orang yang berpuasa ini meliputi orang-orang yang berpuasa sunnah maupun wajib, khususnya puasa di bulan Ramadhan.

Terkabulnya doa orang yang berpuasa disebabkan kuatnya unsur kedekatan diri kepada Allah SWT, mengosongkan jiwa dari perkara mubah dan godaan syahwat. Karena keimanan tentu hati akan bergetar ketika memahami makna hadis di atas. Betapa orang beriman sudah mendapatkan keberuntungan, sejak di dunia, hingga di akhirat ketika dia meninggal.
Berdoa juga bagian dari keimanan terdalam, menunjukkan betapa intimnya hubungan hamba dengan Sang Khalik, yang menciptakannya dari bukan sesuatu apapun hingga memiliki kekuasaan dan kekayaan. Lantas manusia-manusia yang menjadi hamba secara arogan melangkahi kewenangan Sang Khalik membuat aturan tandingan.
Bukankah ini bertentangan? Setiap shalat meminta (berdoa) agar diberikan kebaikan, namun di luar itu malah membuat aturan yang lain, bahkan menduakan Allah dengan sesembahan yang lain. Ramadan ini sangatlah tepat bahkan menjadi kewajiban bagi setiap dari kita untuk memperbaiki cara berdoa kita berikut keimanan saat doa kita sandarkan. Hanya mentauhidkan Allah yang Maha Kaya. Wallahu a' lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image