Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nanik Ika

Warung Buka di Siang Hari, Suasana Ramadan kian tak Tampak

Gaya Hidup | Saturday, 09 Apr 2022, 21:29 WIB

Ramadan adalah bulan suci penuh berkah serta bulan istemewa, karena pada bulan ini Allah Swt. ampuni dosa-dosa dan kabulkan doa-doa hamba-Nya yang bersungguh-sungguh beramal saleh selama Ramadan. Allah Swt. pun melipatgandakan pahala hamba-Nya pada bulan ini. Allah menjadikan satu malamnya sebagai Lailatulqadar, yakni nilainya lebih baik daripada seribu bulan.

Ramadan tahun ini berbeda dengan Ramadan tahun sebelumnya karena tahun ini banyak pihak terang-terangan merevisi kebijakan tahun sebelumnya yg melarang warung buka siang hari Ramadan. Hal ini terjadi karena anjuran nyeleneh datang dari mereka yang mengimbau umat Islam menghormati orang yang tidak berpuasa, tidak boleh ada razia orang-orang yang lagi makan di warung-warung saat siang hari, dan menganggap penertiban warung-warung makan yang buka tengah hari sebagai bentuk kezaliman.
Dibolehkan nya warung dan sejenisnya buka di siang hari di bulan Ramadan atas nama toleransi dan moderasi, menyebabkan banyak orang yang makin cuek dengan sekitarnya. Apabila banyak terlihat orang yang tidak berpuasa walaupun seorang muslim, akhirnya menyebabkan suasana Ramadan makin kehilangan “ruh-nya”. Suasana Ramadan hanya nampak di malam hari, sementara pada siang hari suasana Ramadan tidak tampak, karena ketika dibolehkannya warung buka di siang hari maka tidak ada bedanya antara bulan ramadan dan bulan lainnya.
Permasalahan ini bukan hanya soal fikih kebolehan buka warung di siang hari tapi soal paradigma kebijakan politik. Seharusnya penguasa dan ulama menjadi ra’in, memastikan semua yg wajib puasa tidak meningalkan kewajibannya dibanding mempertimbangkan opini menyesatkan kaum liberal.
Hal ini berbanding terbalik dengan suasana Ramadan pada era kekhalifahan Islam. Suasana Ramadan adalah suasana ibadah. Baik di malam hari maupun di siang hari. Pada siang hari. Suasana ibadah juga tampak khusyuk. Tidak ada orang makan, minum, merokok, ataupun aktivitas yang bisa membatalkan puasa terlihat di publik, meski nonmuslim atau musafir yang tidak sedang berpuasa sekalipun. Semuanya menghormati umat Islam yang sedang berpuasa. Puasa pun menjadi siar yang tidak hanya ditampakkan muslim, tetapi juga nonmuslim. Bukan sebaliknya, orang berpuasa malah diminta menghormati orang yang tidak berpuasa.
Nanik IkaKediri





retizen

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image