Kenaikan Harga Pangan & Energi, Pemicu Krisis Ekonomi
Politik | 2022-04-09 17:04:12Sampai sekarang tidak bisa dikatakan kita berhasil menghadapi pandemi Covid-19 tanpa korban jiwa. Buktinya kita melaluinya dengan angka kematian yang besar, dan jutaan kasus infeksi dari berbagai varian virus tersebut. WHO memang tetap menyatakan vaksinasi sebagai senjata utama untuk menghadapinya (detik.com, 07/04/2022). Artinya kita belum selesai berperang melawan Covid-19.
Beban kita kemudian bertambah dengan terjadinya trend kenaikan harga pangan dan energi (koran-jakarta.com, 08/04/2022). Betul hal ini juga dipengaruhi konflik Rusian dengan Ukraina, tetapi yang lebih besar adalah akibat kebijakan politik yang kurang tepat dalam mengendalikan perekonomian.
Salah satunya tentang minyak goreng. Ketika harganya naik dan langka, pemerintah menetapkan HET dan mengakibatkan antrean pembelian di mana-mana. Bukannya mencari akar masalahnya lalu memperbaiki aturan, justru pemerintah mengaku kalah dan melepas harga ke pasar. Seketika minyak goreng kembali tersedia namun dengan harga baru yang naik tajam. Tidak ingin disebut tidak becus, pemerintah mengucurkan BLT minyak goreng 300 ribu untuk tiga bulan (tempo.co, 07/04/2022).
Keadaan ini bertambah parah dengan penyesuaian harga elpiji nonsubsidi, BBM, dan tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi 11 persen. Masyarakat baru saja bernafas lega dari lonjakan kasus Covid-19, langsung dihajar dengan kenaikan berbagai harga. Bukannya pulih, yang ada justru peralihan dari satu penderitaan menuju penderitaan yang lain.
Ketidakstabilan ekonomi ini jangan dianggap ‘makanan biasa’ karena mampu mematikan daya beli masyarakat. Imbasnya bisa mengarah pada kekacauan dan krisis politik seperti yang kini terjadi di Srilanka (republika.co.id, 08/04/2022). Negara harus menghentikan proyek yang menyedot anggaran agar mampu mengeradikasi krisis ekonomi.
Sekarang pilihan ada di tangan pemerintah. Mau membiarkan problem ini menjadi kerusuhan atau menangani dengan kebijakan yang tepat sasaran. Sebagai warga, suara kritikan sudah dilayangkan. Bahkan mahasiswa sudah turun ke jalan menuntut perubahan kebijakan meski media masa besar tidak meliputnya. Artinya amar makruf nahi munkar sedang berjalan. Hasilnya kita lihat saja.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.