Berbuka Puasa Bersama Minoritas Muslim Eropa Tengah
Gaya Hidup | 2022-04-09 10:30:31Ramadhan tahun 2022 sangat berbeda bagi kami jika dibandingkan dengan sebelumnya. Saat ini kami sedang menjalankan ibadah puasa sebagai perantau di negeri minoritas Muslim yakni Hongaria, sebuah negara daratan di Eropa Tengah. Lebih tepatnya kami tinggal di kota Miskolc, ibukota kabupaten Borsod-Abaúj-Zemplén yang membutuhkan perjalanan kereta selama dua jam ke ibukota Budapest. Kota kecil berpenduduk kurang lebih dua ratus ribu jiwa dengan pemandangan alam yang hijau dikelilingi pegunungan Bükk dan taman nasional sebelah utara Hongaria.
Masjid Miskolc menjadi satu-satunya pusat kegiatan ibadah komunitas muslim di kota ini. Setiap Jumat mahasiswa dan penduduk beragama Islam melaksanakan shalat berjamaah. Pada Jumat terakhir bulan Sya’ban, imam masjid menyampaikan undangan buka puasa bersama kepada seluruh jamaah di setiap Sabtu dan Ahad. Tak ada ajakan berdonasi untuk kegiatan ini karena nampaknya masjid memiliki dermawan yang berbagi kebaikan kepada minoritas muslim disini.
Populasi muslim yang sedikit menjadi salah satu alasan pengurus masjid mudah menghafal, minimal wajah, jamaah yang setiap Jumat menghadiri shalat berjamaah. Selain itu, interaksi sosial terbentuk dengan adanya transaksi jual beli daging ayam segar dan daging olahan lainnya di dapur masjid. Oleh sebab itu, masjid tidak mewajibkan pendaftaran bagi muslim dan Muslimah yang ingin menghadiri acara buka puasa bersama di setiap akhir pekan.
Uniknya menu buka puasa bukanlah sajian khas Hongaria, tetapi lebih tepatnya kuliner khas Timur Tengah. Ifhtar diawali dengan takjil buah kurma, air putih dan susu. Seringkali beberapa jamaah membawa makanan olahan dapurnya seperti kawan Yordania membawa kue khas yang manis atau kolega Malaysia membagikan kue pisang goreng yang diadoni terigu. Kaum pria menempati ruang utama di lantai dasar sedangkan kelompok wanita berkumpul di aula lantai dua. Anak-anak pun diperkenankan ikut menghadiri bersama orang tuanya. Kami pun membawa Aisyah, putri kami yang berusia dua tahun delapan bulan untuk berkumpul dengan komunitas umat Islam Miskolc.
Setelah shalat magrib berjamaah, sajian nasi biryani dan daging kambing dalam wadah besar dibagikan kepada jamaah. Tak ketinggalan pula mangkuk berisi kuah sop yang lezat. Kami duduk lesehan berkelompok empat hingga enam orang menikmati makanan berat penuh gizi tersebut. Bagi mahasiswa disini, daging kambing merupakan makanan langka karena tidak ditemukan di supermarket. Biasanya kawan-kawan Timur Tengah atau IPB (India Pakistan Bangladesh) membeli daging kambing atau sapi di toko atau restoran sekitar Budapest. Itu pun dengan harga yang cukup mahal.
Kaum perempuan di lantai dua lebih sedikit jumlahnya. Mereka menggunakan piring dan sendok karena makanan disajikan prasmanan di atas meja. Khusus mereka ada menu tambahan daging ayam bagi yang menghindari daging kambing. Beberapa ibu-ibu sibuk melayani anak-anaknya untuk menikmati makanan yang terhidangkan.
Kami ingat pepatah Arab “Saafir tajid ‘iwadhan ‘amman tufaariquhu” yang maknanya kurang lebih memerintahkan manusia untuk melakukan perjalanan karena kamu akan menemukan pengganti dari yang kamu tinggalkan. Kami merasakan kehilangan keluarga beserta suasana Ramadhannya, tetapi kami mendapatkan pengganti kawan-kawan seagama yang menjalankan perintah puasa meskipun secara biologis tidaklah bersaudara, tetapi persaudaraan kami atas nama keimanan dan ketakwaan. Mari lupakan sejenak lontong, gorengan, kolak, es campur dan varian takjil tanah air lainnya. Apapun menunya, yang utama adalah niat dan ketaatan kepada Yang Maha Pencipta.
Penulis adalah mahasiswa Deák Ferenc Doctoral School of Law, University of Miskolc dan dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.