Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufik Alamsyah

Ilmuwan dan Filsuf Muslim Pertama itu Bernama Al-Kindi

Sejarah | Tuesday, 05 Apr 2022, 19:10 WIB

Steven Weinberg seorang teoritikus dan fisikawan Amerika Serikat yang memenangkan Hadiah Nobel Fisika tahun 1979 bersama dengan Sheldon L. Glashow dan Abdus Salam pernah mengomentari soal kejayaan Islam dalam dunia sains. Ia mengatakan, masa keemasan ilmu pengetahuan Islam pada kurun waktu 1100 dan 1200 M. Setelah itu, terjadi kemunduran dalam peradaban ilmu dan pengetahuan. Meski ilmuwan muslim tetap tumbuh dan mendominasi wacana keilmuan, tetapi, setelah astronom Eropa mulai menggunakan teleskop, tidak ada astronom di dunia muslim yang menggunakan teleskop hingga zaman modern. “Itu karena mereka tidak membangun observatorium untuk melakukan sains. Mereka membangunnya untuk tujuan membuat kalender agama dan menentukan arah ke Makkah” lanjut Steven.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan Islam memang bagai dua sisi mata uang. Mereka saling terkait dan berkesinambungan serta tak dapat dipisahkan. Namun, meski begitu, tak memungkiri, ada semacam “kemandegan” bila diukur dari pemenang peraih nobel sains hingga kini. Seperti yang dikatakan oleh Steven Weinberg, ilmuwan muslim lebih concern terhadap ilmu teologis dibanding ilmu sains. Dan, ini berbanding terbalik dengan pemikiran serta keyakinan sang pendobrak nilai pengetahuan, dan seorang filsuf muslim pertama dalam kajian sejarah filsafat.

Adalah Abu Yusuf Ya'qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail al-Ash'ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi (185 H/801 M—260 H/873 M) adalah filosof Muslim pertama. Pengetahuan filsafat pada abad ke-2 H/ke-8 M berada di tangan orang-orang Kristen Syria, yang terutama para dokter. Mereka mulai menerjemahkan karya-karya berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab atas dorongan Khalifah. Sebagai Muslim Arab pertama yang mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat, al-Kindi patut disebut "Ahli-filsafat Arab". Kindah adalah salah satu suku Arab besar pra-Islam. Kakeknya, al-Ash'ats ibn Qais, memeluk Islam dan dianggap sebagai salah seorang sahabat Nabi saw. Al-Ash'ats bersama beberapa perintis Muslim pergi ke Kufah, tempat ia dan keturunannya mukim. Ayah al-Kindi, Ishaq al-Sabbah, menjadi Gubernur Kufah selama kekhalifahan Abbasiyah al-Mahdi dan al-Rasyid. Kemungkinan besar al-Kindi lahir pada tahun 185 H/801 M,1 sekitar satu dasawarsa sebelum Khalifah al-Rasyid meninggal.

Sebagian besar karya al-Kindi (berjumlah sekitar 270 buah) hilang. Ibn al-Nadim dan yang mengikutinya, al-Qifti, mengelompokkan tulisan-tulisan al-Kindi, yang kebanyakan berupa risalah-risalah pendek, menjadi tujuh belas kelompok: (1) filsafat, (2) logika, (3) ilmu hitung, (4) globular, (5) musik, (6) astronomi, (7) geometri, (8) sperikal, (9) medis, (10) astrologi, (11) dialektika, (12) psikologi, (13) politik, (14) meteorologi, (15) dimensi, (16) benda-benda pertama, (17) spesies tertentu logam dan kimia, dan lain-lain.

Gambaran ini menunjukkan betapa luas pengetahuan alKindi. Beberapa karya ilmiahnya telah diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona ke dalam bahasa Latin, dan karya-karya itu sangat memengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan. Cardano menganggap al-Kindi sebagai salah satu dari dua belas pemikir terbesar. Sarjana-sarjana yang mempelajari al-Kindi, sampai risalah-risalah al-Kindi yang berbahasa Arab ditemukan dan disunting, semata berdasarkan terjemahan bahasa Latin.

Menurut al-Kindi, filsafat hendaknya diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Berdasarkan ini, para sejarawan Arab awal menyebutnya "Filosof Arab". Memang, gagasan-gagasannya itu berasal dari Aristotelianisme Neo-Platonis, namun juga benar bahwa ia meletakkan gagasan-gagasan itu dalam konteks baru. Dengan mendamaikan warisan-warisan Hellenistis dengan Islam, ia meletakkan asas-asas sebuah filsafat baru. Sungguh, pendamaian ini, untuk jangka lama, menjadi ciri utama filsafat ini. Kemudian, alKindi, yang mengkhususkan diri dalam semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada masanya - tentangnya, tulisan-tulisannya memberikan cukup bukti —menjadikan filsafat sebagai suatu studi menyeluruh yang mencakup seluruh ilmu. Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd mulanya ilmuwan, kemudian menjadi filosof. Karena itu, al-Nadim menempatkan al-Kindi dalam kelompok filosof alami. Berikut ini, gambaran penuhnya tentang al-Kindi: "Al-Kindi adalah manusia terbaik pada masanya, unik pengetahuannyatentang seluruh ilmu pengetahuan kuno. Ia disebut filosof Arab. Bukubukunya mengandung aneka ilmu pengetahuan, seperti logika, filsafat, geometri, ilmu hitung, astronomi dan sebagainya. Kami menyebutnya filosof alam, karena ia menonjol dalam ilmu pengetahuan."

Filsafat adalah ilmu yang mendeteksi kebenaran. Pelbagai macam cara untuk menelusuri jalan pencarian hakikat kehidupan. Dalam pandangan Al-Kindi, filsafat hendaknya diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Filsuf Islam ­—sebagaimana filsuf Yunani- percaya, bahwa, kebenaran jauh berada di atas pengalaman; bahwa kebenaran itu abadi di alam adialami. Batasan filsafat, dalam risalah al-Kindi tentang Filsafat Awal, berbunyi demikian: "Filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala suatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori ialah mencapai kebenaran, dan dalam berpraktek, ialah menyesuaikan dengan kebenaran." Pada akhir risalahnya, ia menyifati Allah dengan istilah "kebenaran", yang merupakan tujuan filsafat. "Maka Satu Yang Benar (al-Wahid al-Haq) adalah Yang Pertama, Sang Pencipta, Sang Pemberi rizki semua ciptaan-Nya .. " Pandangan ini berasal dari filsafat Aristoteles, tetapi 'Penggerak Tak Tergerakkan' (Unmovable Mover)-nya Aristoteles diganti dengan sang 'Pencipta'. Perbedaan ini menjadi inti sistem filsafat al-Kindi.

Al-Kindi mengarahkan filsafat Muslim ke arah kesesuaian antara filsafat dan agama. Filsafat berlandaskan akal pikiran, sedang agama berdasarkan wahyu. Logika merupakan metode filsafat; sedang iman, yang merupakan kepercayaan kepada hakikat-hakikat yang disebutkan dalam Al-Quran sebagaimana diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya, merupakan jalan agama. Sejak awal sekali orang-orang agama tak mempercayai filsafat dan filosof. Para filosof diserang sebagai pembuat bid'ah. Al-Kindi mesti membela diri dari tuduhan orang-orang agama bahwa, "Mengetahui hakikat segala suatu adalah kufur". Sebaliknya, al-Kindi menuduh orang-orang agama sebagai tak agamis dan menjual agama. "Mereka berselisih dengan orang baik-baik dalam membela kedudukan yang tidak benar, yang telah mereka peroleh tanpa memberikan manfaat, dan hanya untuk memperoleh kekuasaan dan menjual agama.”

Alkindi adalah sosok tulen ilmuwan Islam. Kecintaannya pada ilmu dan pengetahuan membawa ia ke arah dunia sains yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Pemikiran dan teorinya dijadikan acuan titik menuju dialektika filsafat dan sains hingga kini. Meski menuai kritik karena kehidupan pribadinya, yaitu acuh tak acuh terhadap manusia di sekelilingnya, tak menyurutkan pandangan bagi para ilmuwan yang akan menjadi suksesor ke depannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image