Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dr.-Ing. Suhendra

Pemimpin Sahur Terakhir dan Perlu Ramadhan Lebih Banyak

Info Terkini | 2022-04-04 23:06:03

Pemimpin Sahur Terakhir dan Perlu Ramadhan Lebih Banyak

Oleh: Suhendra, pemerhati budaya dan tinggal di Yogya.

Ceramah di bulan Ramadhan di berbagai media sering mengisahkan berbagai kisah kepemimpinan yang ditunjukkan Rasul, sahabat maupun para generasi terbaik Islam. Kisah bertinta emas tersebut seperti air yang terus mengalir segar. Tidak berhenti menyegarkan memori indah, membangkitkan inspirasi dan menguatkan spiritualitas.

Sebut saja misalkan contoh Rasul yang selalu di garis terdepan memimpin umat. Tatkala krisis melanda, Rasul empati bersama, bahkan menjadi orang terdepan yang menderita dan yang terakhir senang. Pernah dalam satu peperangan, sahabat pernah menemukan Rasul mengganjal perutnya yang telah berhari-hari tidak menemukan makanan.

Bergulir di zaman sahabat, ada kisah fenomenal sahabat Umar radhiallahu ´anhu yang memanggul gandum kepada rakyatnya yang diketahui tak punya apapun untuk dimakan. Kisah beliau sejatinya juga memberi pesan dalam realitas kekinian, jangankan minyak goreng yang langka, bahkan kalau makanan pokok pun tidak dipunya oleh rakyatnya, maka sebagai pemimpin beliaulah yang akan membawa bahan pangan itu langsung ke depan pintu rakyatnya. Tanpa harus antri.

Dan banyak lagi cerita lainnya yang menginspirasi akan bertaburan di bulan suci ini.

Pemimpin Makan Terakhir

Selain dari bingkai sejarah Rasul dan sahabat, di era terkini kisah kepemimpinan juga diceritakan Simon Sinek (2020) dalam bukunya Leaders eat Last yang terinspirasi dari tradisi korps marinir Amerika Serikat. Buku Simon Sinek ini menceritakan teladan para komandan marinir Amerika Serikat yang selalu mengambil jatah makan di bagian terakhir. Mereka para pemimpin melakukan seperti itu untuk memberikan jaminan orang-orang yang dipimpinnya mendapat perasaan „secured“ (aman,nyaman) mendapatkan haknya terlebih dahulu.

Simon Sinek dalam buku ini menawarkan perspektif dan pendekatan kepemimpinan fundamental tentang para pemimpin di semua lapisan, mulai dari militer hingga politik dan bisnis untuk terus melangkah maju membuat perbedaan positif. Kepemimpinan bukan hanya tentang mengelola angka, tetapi tentang membantu orang untuk berkembang dan menemukan makna dalam aktivitas mereka. Pemimpin yang makan terakhir akan menawarkan keamanan dan empati. Ketika para pemimpin menjaga sejumlah orang yang menjadi tanggung jawabanya, sejumlah itu pula akan menjaga diri mereka sendiri secara kolektif.

Inspirasi menarik dari buku ini ditujukan karena banyak pemimpin tampaknya telah melupakan sense mendasar ini tentang kepemimpinan yang mereka jalankan. Kepemimpinan adalah mendapatkan loyalitas dan komitmen dari semua yang terlibat dalam organisasi. Sementara kekuatan terbesar sebuah organisasi tidak terletak pada apa yang sudah dikerjakan atau apa produk/jasanya, tetapi terletak pada sumber daya manusia yang mampu bekerja sama erat dan bersatu di dalam organisasi, terutama selama krisis terjadi.

Sayangnya, saat ini, segala relasi aktivitas pempin dengan orang yang dipimpin kebanyak berbentuk hubungan kontraktual dan transaksional. Bila perlu, kontrak terjadi tentang siapa mendapat apa dengan cara ekonomis dan mudah. Hampir tidak ada orang yang percaya pada kesetiaan pemimpin di banyak organisasi, apalagi harus seperti teken kontrak pekerjaan seumur hidup.

Mengapa pada akhirnya sampai terjadi distrust (kehilangan kepercayaan) pada pimpinan semakin besar? Mengacu Simon Sinek, jawabannya adalah karena bagi kebanyakan rakyat yang dipimpin, jangankan perasanaan mendapat akses hajat hidup dengan mudah, yang nampak dari orang yang yang dimpin adalah tontonan konstestasi keserakahan dan eksploitasi sumber daya alam beraroma ego melanggengkan periode kekuasaan politik lebih lama.

Ramadhan Training Dahsyat

Seperti pengalaman Simon Sinek, sejatinya, pengalaman berlapar-lapar saat puasa telah mengilhami refleksi yang akan memberi perspektif spiritual. Dengan kondisi perut lapar seperti banyak penduduk bumi yang termarjinalkan, pikiran kita akan beroperasi pada domain empati dan kasih sayang. Pelaku puasa akan memiliki kesabaran dan membuat keputusan dengan lebih bijaksana dan tindakan dibuat dengan niat tulus dan tekad bulat. Ramadhan mentraining kita mengalami hidup melalui mata empati.

Di kesempatan lain, sering tanpa disadari training Ramadhan melakukan kesempatan berbuka (ifthor) bersama. Ritualitas ini sering memberi nuansa perasaan kita akan semakin dekat dengan keluarga, sementar hubungan dengan teman seolah menjadi lebih dekat hingga seperti keluarga sendiri. Kita membawa memori fisik kelaparan menjadi memori kebersamaan dengan sekelompok orang lainnya yang mungkn beragam karakter. Lalu menikmati makanan dengan keluarga dan kawan. Semua menyatu dalam kolektivitas ikatan non-material.

Suasana yang akan muncul rasa damai dan penuh dengan kasih cinta. Hati dipenuhi rasa mencintai dan dicintai. Perasaan selalu ingin memiliki, bahkan kalau bisa menjadi yang pertama memiliki, materi tertentu yang selama selalu menghantui hari-hari kita, malam hari Ramadhan akan memudar dan kita dilatih merasa puas yang didasari bersyukur atas semua yang kita miliki.

Memimpin Generasi Z dan setelahnya

Karenanya, apa yang diperlukan para pemimpin adalah menginspirasi kesetiaan sejati yang akan berbuah produktivitas luar biasa dari orang yang dipimpinnya. Tantangan terkini adalah, bagaimana meyakinkan memimpin generasi masa depan bangsa, yang sering dikenal dengan generasi Z (Gen Z) yang tumbuh dengan abstraksi cara berfikir berbeda dengan pemimpinnya, memiliki kelimpahan akses informasi dan bias individualisme yang kuat.

Para pemimpin perlu menginspirasi Gen Z yang terbiasa mengandalkan media sosial dan kelompok pendukung online, Banyak dari kaum muda dengan pola asuhan keluarga orang tua profesional dan sibuk, bahkan tidak tahu bagaimana membangun hubungan manusia yang hangat. Sebagian mereka hanya percaya secara parsial yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan mereka. Tidak sedikit dari mereka bermimpi secara instant mau jadi online trader, menjadi influencer atau youtuber yang dengan konten asyiknya membuat cukup menjadi seorang crazy rich.

Generasi Z sudah nyaman dengan akses dunia maya hingga banyak yang merasa semakin terisolasi. Di keriuhan aktivitas berselancar di internet, sebenarnya hati mereka lirih karena sejatinya secara fisik sepi di ruang sendiri. Kesendirian membawa frutasi yang tidak sedikit terjerumus pada obat-obatan untuk mengatasi masalah mereka. Karenanya, di beberapa negara tingkat jumlah generasi muda bunuh diri telah meningkat begitu tajam mengalahkan korban meninggal akibat kecelakaan mobil.

Karakter instant pada sisi hidup dunia maya Gen Z membentuk karakter ketidaksabaran yang khas. Karenanya, Gen Z respek terhadap pemimpin yang mau menyatu, mendengar dan memberi masukan tiap saat. Mereka tidak sabar kalau dibiarkan tanpa saran dan arahan. Gen Z perlu didengar secara kontinyu, dimentor dan ditampilkan gambar besar yang nyata. Mereka senang saran dengan bertemu muka face-to-face ketimbang emails dan telefon.

Dengan karakter tersebut, perlu kiranya pemimpin menghayati ritualitas sahur terakhir. Bahkan ekstrimnya, kompleksitas kepemipinan di kala pandemi idealnya menuntut para pemimpin menjalankan lebih banyak ritualitas yang sering di jalankan saat Ramadhan. Mendengar dan berempati sementara di saat bersamaan menginspirasi, memotivasi dan memberi realisasi bukan sekedar janji. Yang tak kalah penting, spiritual mendapat jatah sahur terakhir menimbulkan mentalitas pemimpin menjamin tidak mengekspolitasi sumber daya masa depan mereka untuk kelanggengan kekuasaan invidu dan kelompoknya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image