Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Slamet Samsoerizal

PUISI KORUPSI ADA 28

Sastra | Monday, 04 Apr 2022, 00:04 WIB

(Bagian 3 dari “Puisi Koplak itu Serius dan Serius itu Ternyata Koplak”)

Topik sosial tentang korupsi degan variannya menempati urutan teratas, yakni 28 puisi 51%. Sisanya, 49% puisi menebar pada topik: kejujuran, perekonomian, perpolitikan, nafsu dengan aneka rupanya, potret situasional percintaan, potret gegrafis, ironi kemanusiaan, dan kepalsuan.

Penyair mulai meledek pelaku korupsi, yaitu Koruptor dengan mencemooh nyinyir:

BEDA PAHLAWAN DENGAN KORUPTOR

 

Pahlawan makan dan minum seperlunya

Koruptor makan dan minum apa saja

Pahlawan berpakaian ala kadarnya

Koruptor berpakaian bak selebrita

Pahlawan dipenjara karena berjuang

Koruptor dipenjara karena merampok uang

Pahlawan dengan gagah berani menghadapi eksekusi

Koruptor ngeri menghadapi regu tembak dan dihukum mati

Pahlawan setelah meninggal dunia selalu dikenang

Koruptor setelah tiada di dunia meninggalkan belang

atau pada puisi yang lain berjudul

PERIBAHASA KORUPTOR

Ada gula ada semut.

Jika ada proyek, koruptor tak kalut.

Ada udang di balik batu.

Koruptor menyuap karena menginginkan sesuatu.

Seperti anjing berebut tulang.

Koruptor berebut proyek hingga saling tendang.

Lempar batu sembunyi tangan.

Koruptor berbuat jahat tetapi rakyat jadi sasaran.

Serigala berbulu domba.

Koruptor kelihatan baik tetapi hatinya tak dapat diraba.

 

Bagaimana si pembaca dibuat nikmat dengan puisi koplaknya? Simak pula puisi berbentuk karmina berikut

DUA KARMINA KORUPSI

Dahulu parang sekarang besi Dahulu berjuang sekarang korupsi

Gendang gendut tali kecapi Kenyang perut karena korupsi

Bisa pula sebuah puisi yang ditulis pada 29 Agustus 2015 berikut

MALAM MINGGU

Yang jomblo

Melongo

Yang berpacar

Gencar

Yang beristri

Ngiri

Yang bersuami

Cumi

6 Manfaat

Ada enam manfaat sebagaimana diungkap Arwah Setiawan yang bisa diperoleh dari humor dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Pertama, sebagai hiburan, katarsis atau pengendur ketegangan. Kedua, sebagai tolok ukur sekaligus pendorong intelegensi. Ketiga, sebagai ungkapan sekaligus perangsang kreativitas. Keempat, sebagai sarana informasi yang enak diterima. Kelima sebagai kritik sosial atau social corrective yang masih akseptabel. Keenam, sebagai sarana pendewasaan jiwa manusia, penunjang faktor mental “ketahanan personal” maupun “ketahanan nasional”.

Walaupun penyair sekaliber Jose Rizal Manua dan Taufiq Ismail lebih dulu menulis tentang puisi-puisi humor, namun dari sisi daya ungkap dan ucap, kelima puluh empat puisi Syukur Budiardjo, tak kalah menariknya. Itu tampak dari penentuan topik aktual hingga potret khas keseharian rakyat (kita).

Nah, ketika Anda telah tuntas membaca dan serius menelaah pengantar ini dengan jidat berkerut, itu tandanya bahwa Anda telah memraktikkan logika alu yang sengaja sejak awal dikenalkan. Tujuannya jelas: Anda akan selalu tumpul namun tajam menyikapi golak zaman yang kian meretas!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image