bencana bertubi-tubi menegur
apakah hatimu luntur?
apakah hatimu masih membatu?
dan jiwamu bertambah dungu?

tak kutahu harus dengan apa kecongkakanmu dimusnahkan
tak kaulihat longsor terus menimbuni kampung demi kampung
badai mengoyak-koyak segala yang tampak
tsunami memorakporandakan diri-diri hingga tak terperi
masihkah kaubusungkan dada yang berisi tulang-tulang cuma?
masihkah kaubanggakan raga yang tak seberapa ini?
nikmat berlipat-lipat kaudapat
tak tahukah kau tak semua diberi?
tak mengertikah kau tak semua orang mengerti?
lihat!
lihat!
kepongahan yang sedang kau pertontonkan ke segenap penjuru
ketengilan yang selalu kau sandangkan pada tiap arena
kecongkakan karena pendidikanmu yang berstrata tiga
tatap!
tatap!
betapa kaubaikan nikmat
kau mungkiri anugrah
”inilah kerja kerasku!” ucapmu sambil mengepalkan tangan
alangkah sangat alangkahnya
kau remehkan seluruh karunia yang tak perlu kauperjuangkan
belum puaskah musibah dipertontonkan
agar kau dapat memetik pelajaran
agar kau dapat memanen hikmah ilahi
yang selalu terpancar
tanpa pudar
