Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hidayatulloh

Beradaptasi Dengan Waktu Imsak, Berbuka Puasa dan Tarawih di Eropa Tengah

Agama | Saturday, 02 Apr 2022, 21:44 WIB

Menjalankan ibadah puasa Ramadhan sebagai perantau di negeri Eropa tentu berbeda dengan Indonesia. Perbedaan cuaca, budaya hingga kuliner menjadi tantangan tersendiri bagi pelajar muslim yang menghabiskan sepanjang waktu di benua biru. Salah satu tantangan yang kami rasakan di kota Miskolc, Hongaria adalah perbedaan waktu shalat yang berbeda jauh dengan tanah air, khususnya yang terjadi saat ini musim semi tahun 2022. Tak ada pilihan kecuali kami berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi yang berbeda dengan tanah air.

Mayoritas pelajar muslim menggunakan aplikasi waktu shalat yang dapat diunduh di Google atau Apple play store. Kami menggunakan salah satu aplikasi yang paling populer yakni Muslim Pro. Tak ada alasan khusus karena kami belum mengetahui perbandingan antar aplikasi yang tersedia. Namun, kami membandingkan dengan jadwal shalat yang diedarkan masjid di Budapest pun tidak berbeda. Jangan berpikir akan ada lembaran edaran jadwal imsakiyah yang dibagikan di berbagai tempat. Apalagi yang dilengkapi gambar tokoh agama atau tokoh partai politik.

Merujuk kepada jadwal shalat di aplikasi Muslim Pro untuk kota Miskolc, pada sepuluh hari pertama Ramadhan, waktu subuh berkisar pukul 04.24 hingga semakin maju ke pukul 04.01 pagi. Nampaknya masih wajar dan tak begitu jauh berbeda dengan pengalaman di tanah air. Namun memasuki hari kesebelas hingga dua puluh, waktu subuh semakin awal sekitar pukul 03.59 hingga 03.35 pagi. Puncaknya di sepuluh hari terakhir waktu sahur semakin pagi karena waktu subuh pukul 03.33 hingga 03.03 pagi. Semakin berat tantangan bagi para pencari pahala keberkahan sahur karena wajib bangun lebih awal. Jika di Indonesia, jam tiga pagi masih dapat menyantap sajian makanan sambil menonton televisi, namun disini harus bangun lebih awal dengan kondisi menu telah siap disantap untuk mengisi perut.

Strategi masak pun dapat berubah ketika waktu sahur semakin sempit karena shalat subuh dilaksanakan lebih awal. Kami beruntung karena tinggal di apartemen yang menyediakan microwave sebagai alat untuk memanaskan makanan yang dingin. Begitu pula kehadiran rice cooker sangat membantu dalam memasak dan menjaga nasi tetap hangat dinikmati. Kegiatan masak menu sahur pun dilaksanakan segera setelah shalat tarawih.

Keunikan lain adalah waktu berbuka puasa yang berbeda dengan Jakarta yang biasanya waktu shalat magrib berada sekitar jam enam sore. Umat Islam kota Miskolc berbuka puasa pada pukul 19.12 hingga 19.25 malam di sepuluh Ramadhan pertama. Selanjutnya di sepuluh berikutnya waktu magrib jatuh pukul 19.26 hingga 19.39 malam. Pada finalnya di sepuluh sisanya, waktu berbuka puasa berkisar pukul 19.41 hingga 19.53 malam. Maka dapat dipahami waktu berpuasa Sebagian muslim Eropa lebih panjang dibandingkan dengan muslim lainnya di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Dalam upaya meraih keberkahan malam Ramadhan, melaksanakan shalat tarawih menjadi amalan khusus dan pelengkap ibadah puasa sepanjang hari. Namun ibadah ini tak semudah yang kami alami di tanah air, khususnya terkait waktu pelaksanaannya. Sepuluh hari pertama Ramadhan, waktu Isya adalah sekitar pukul 20.51 hingga 21.08 malam. Kemudian di sepuluh hari berikutnya shalat Isya dimulai berkisar pada pukul 21.09 hingga 21.28 malam. Lalu di fase sepuluh hari terakhir waktu Isya jatuh pada pukul 21.30 hingga 21.50 malam.

Dari ulasan kami, tantangan ibadah puasa Ramadhan di Eropa adalah waktu puasa yang lebih panjang dan waktu tidur yang lebih sedikit karena jarak antara Isya dan Subuh yang dekat, terutama di sepuluh fase terakhir Ramadhan. Tak ada pula rukhshah atau keringanan bagi pelajar dan pekerja muslim karena pemerintah, perusahaan dan perguruan tinggi tidak mengubah jadwal aktivitas selama Ramadhan.

Semakin berat tantangan ibadah seorang muslim, semoga ada ganjaran pahala atas usahanya dalam menghadapi kesulitan. Mengutip kaidah fikih Imam As-Suyuthi dalam al-Asybah wa al-Nazhair yang berbunyi: “Maa kaana aktsaru fi’lan kaana aktsaru fadhlan” yang berarti “amalan yang lebih banyak pengorbanan, lebih banyak keutamaan.” Begitu pula Imam al-Qarafi menyebutkan kaidah serupa “Ziyaadat al-masyaqqah ziyaadat al-ajr” yang maknanya “besar pahala sesuai kadar kesusahan.” Kedua kaidah ini bersumber kepada hadis Nabi Muhammad SAW: “Ajruka ‘alaa qadri nashabika” yang artinya “besar pahalamu tergantung pada usahamu.”

Selamat berpuasa! Semoga umat Islam di seluruh dunia dapat melaksanakan ibadah puasa dan meraih keberkahan Ramadhan sebesar-besarnya.

Penulis adalah mahasiswa Deák Ferenc Doctoral School of Law, University of Miskolc dan dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image