Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ali Maksum

MENGAPA HARUS ADA SISWA YANG PALING DISAYANG?

Guru Menulis | Friday, 18 Mar 2022, 17:51 WIB
Foto: Diskusi dengan pengajar praktik guru penggerak di Paramount School

Suatu hari seorang guru menceritakan bagaimana kunci menjadi `murid yang dikenal` oleh guru terlepas positif maupun negatif. Guru tersebut mengatakan bahwa di sekolah rata-rata guru mengenal hanya tiga tipe murid yang selalu diingat dalam hidupnya yaitu, Murid yang paling pintar dan sopan, Murid paling ekstrem dan yang ketiga adalah murid yang paling kurang. Ketiga karakter tersebut itulah yang selalu diingat oleh guru meskipun siswa tersebut telah lulus. Sebenarnya apa penjelasan dari tiga karakter tersebut?

1. Murid Paling Sopan dan Pintar.

Karakter ini sudah jelas dan tidak butuh penjelasan lagi yaitu siswa yang paling baik karakternya cenderung mendapatkan banyak apresiasi dan sanjungan dari banyak kalangan. Dalam pembelajaran siswa yang menyandang karakter ini cenderung membantu kinerja dan memudahkan dalam proses pembelajaran. Selain dikenal cepat dalam pelajaran siswa yang pintar juga dapat membantu guru membantu siswa lain yang mempunyai kesulitan. Siswa sopan juga mendapatkan banyak sanjungan dan kekaguman dari orang lain. Meskipun dipandang kurang pintar atau cerdas, kesopanan adalah karakter baik yang dapat menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan karena ujung atau muara dari dari pendidikan adalah karakter yang baik.

2. Murid paling ektrem.

Siswa paling ektrem disini bisa dimaknai siswa yang terlalu dalam hal negatif, seperti paling nakal, susah diatur mendatangkan banyak masalah baik untuk guru dan sekolah. Ektrem adalah hal yang paling diingat oleh otak manusia karena mungkin bisa dirasakan dan dikenang.

3. Murid paling Kurang.

Paling kurang maksudnya disini adalah siswa yang mempunyai kekurangan dari sisi kepandaian dan kadang sangat lambat dalam bekerja. Namun bukan berarti tipe ini tidak ada kelebihan namun stereotip kurang bisa bersifat individu dan personal dari seorang guru. Mungkin saja siswa seperti ini mempunyai kelebihan seperti rajin, disiplin dan juga mungkin sopan. Untuk beberapa guru hal negatif lebih diingat daripada kelebihan yang disandang.

Namun apakah konsep pengkotak-kotakan di atas adalah hal yang benar dilakukan? jawabannya tentunya tidak. Stereotip yang di berikan kepada siswa juga akan berdampak dan melahirkan pemberlakuan berbeda sesuai dengan steretipnya. Misalnya jika siswa menyandang siswa paling pintar atau sopan maka guru akan lebih lunak dan menyanjungnya. Berbeda jika siswa tersebut menyandang gelar ekstrem atau kurang pintar maka guru akan lebih keras untuk merubah karakter mereka `sesuai`` persepsi yang di pandang ideal oleh guru.

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa guru ibarat seorang petani dan siswa adalah bibit. Seorang petani yang baik meskpin di berikan bibit yang tidak unggul namun dengan perawatan yang baik, kesabaran yang tinggi serta cara dan metode yang tepat juga akan menghasilkan panen yang melimpah dan baik juga. Demikian juga sebaliknya meskipun diberikan bibit yang unggul namun ternyata petani kurang ahli, metode tidak tepat dan kurang sabar dalam merawatnya maka bukannya tidak mungkin akan menghasilkan panen yang buruk atau justru gagal panen. KHD juga memperkenalkan konsep pembelajaran menghamba kepada murid atau berpusat kepada murid yang intinya adalah proses pembelajarn setidaknya di dadarkan kepad kebutuhan dan minat murid.

Guru ketika mengajar akan dihadapkan berbagai karakter siswa yang berbeda dimana mereka mempunyai banyak perbedaan baik dari segi karakter maupun gaya belajar. Namun faktanya dalam realisasi pengajaran guru kadang tidak menerapkan pembelajaran yang tepat sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang mereka temui. Pembelajaran yang berpusat kepada guru sulit untuk diterapkan karena orientasi yang dimiliki oleh guru tidak serta merta dapat diikuti oleh semua murid yang berbeda itu. Untuk itulah maka hadir pembelajaran dengan konsep yang berbeda yaitu pembelajaran yang berpusat kepada murid dan berdiferensiasi. Siswa mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan tidak ada perbedaan dalam perlakuan di dalam pengajaran. Mereka dikaruniai Tuhan dengan kemampuan berbeda-beda dan seorang guru tidak bisa memaksakan skill siswa untuk diterapkan oleh siswa lainnya dengan cara yang sama. Jika seekor burung yang pandai terbang diangakasa kepandaiannya tidak bisa dipaksakan kepada seekor ikan yang juga punya skill kepandaian yang lain yaitu berenang. Begitu juga seekor ikan tidak bisa memaksa burung untuk menyelam di dalam laut agar pandai berenang. Untuk itulah stereotip "paling" disini agar dihilangkan.

Lalu apakah yang disebut dengan Pembelajaran berdiferensiasi? pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya. Karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga sebagai seorang guru tidak bisa memberikan pemberlakukan yang sama kepada semua peserta didik sesuai idealismenya. Pembelajaran seperti ini membutuhkan kreativitas tinggi karena harus dapat menyeimbangkan perbedaan yang terjadi dan juga membutuhkan metode yang tepat dalam mengimplementasikannya. salah satu yang patut difikirkan adalah menyuguhkan media pembelajaran yang tepat dan terukur sesuai dengan riset yang telah dilakukan. Apa yang dimakasud riset? Seorang guru harus mampu memetakan kebutuhan belajar menjadi 3 aspek yaitu Kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid . Guru sebagai seroang pemimpin pembelajaran harus mengetahu mana siswa yang tergolong Visual, Audio atau bahkan kinestetik.

Jika telah melakukan riset kecil tersebut maka guru akan menggolongkan atau setidaknya mengetahui mana siswa yang tergolong dari masing-masing tersebut. Penggolongan tersebut hanya dijadikan referensi utama dalam menerapkan metode yang diterapkan kepada siswa sesuai dengan penggolongannya. Untuk itulah mengapa hadir pengajaran berdiferensiasi di dalam kelas. Dalam strategi impelmentasi pengajaran differensiasi setidaknya dibutuhkan tiga strategi yaitu Strategi Konten, Strategi prses dan Strategi Produk.

Strategi Konten berhungan dengan materi apa yang diberikan kepada peserta didik. Pertimbangan materi ini juga di dasarkan riset VAK (Visual, Auditory dan Kinestetik) sebagai tolak ukur. Siswa-siswa yang mana yang membutuhkan materi yang bersifat faoundasional dan materi yang bersifat transformatif. Materi yang bersifat foundational seperti materi-materi dasar tentang konsep dan ide-ide yang masih bersifat mendasar. Materi transformational adalah materi yang bersifat jauh lebih dalam dan berkelanjutan . Disini juga dianalisa tentang kesiapan belajar murid, apakah siswa siap menerima materi yang bersifat abstrak ataukah mereka masih membutuhkan materi yang bersifat konkrit dan hal itu juga disipakan media yang tepat sesuai minat belajar mereka.

Strategi selanjutnya adalah Strategi Proses yaitu lebih kepada bagaimana proses pembelajaran dalam berdiferensiasi. Dalam strategi proses ini guru harus membuat keputusan apakah pembelajaran bersifat mandiri ataukah bersifat kelompok. Dalam pelaksanaannya kita dapat melakukannya dengan empat cara, pertama dengan kegiatan berjenjang dan keterampilan yang sama tetapi dilakukan dalam berbagai tingkat dukungan tantangan atau kompleksitas yang berbeda-beda , kedua dengan membuat pertanyaan pemandu, ketiga membuat agenda umum dan individual dan yang keempat adalah membuta variasi waktu sesuai kemampuan siswa dalam menyelesaikan projeknya.

Strategi yang terakhir adalah Strategi Produk. Di dalam strategi ini yang perlu guru fikirkan adalah tagihan apa yang kita harapkan dari murid. Produk adalah hasil karya nyata unjuk kerja oleh murid-murid kita. Produk adalah karya yang dapat dilihat bisa berbentuk sebuah karangan, tulisan, hasil tes, pertunjukan diagarm, rekaman dan lain sebagainya

Dalam realisasi diferensiasi produk adalah pertanyaan Sangat penting bagi guru untuk menentukan apa sebenarnya ekspektasi yang diharapkan dari murid, kualitas produk seperti apa yang diinginkan dari mereka? bagaimana mereka harus mengerjakannya? dan apa sifat yang ada pada produk akhir yang diharapkan tersebut?. Jika dapat menjadwab pertnayaan-pertanyaan tersebut maka produk yang di hasilkan akan merujuk sesuai dengan minat murid dan tidak cenderung homogen.

Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi maka kita telah menerapkan pembelajaran yang adil kepada semua siswa yang berbeda-beda lewat gaya pembelajaran mereka. Maka dengan demikian tidak ada lagi siswa yang paling di sayang, paling di benci dan paling yang lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image