Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mohamad Fazrial Ihfron

REALITAS DEMOKRASI INDONESIA DARI MASA KE MASA

Politik | 2022-03-18 08:48:36

Dalam pasang surut demokratisasi Indonesia selama ini, sepertinya nasib masih tersandung. Pilihan Demokratik sebagian besar sudah tidak terorganisir sejak dorongan reformasi pada tahun 1998 dan telah serba salah. Di satu sisi, Reformasi sebagai langkah awal menuju demokrasi yang luas dan terbuka patut mendapat apresiasi dari seluruh golongan bangsa. Dan, udara segar kebebasan inilah yang kemudian akan membawa demokrasi pada dilema dimana sebelumnya selama 32 tahun pemerintahan Suharto, nasib demokrasi dan bentuk kebebasan seperti terpenjara dalam ruang pengap otoritarian-sentralistik.

Nuansa psikis bangsa pada masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi, sebuah gambaran yang dipenuhi dengan semacam gagap libertarian. Namun kenyataan bangsa kita saat ini, menunjukkan bahwa arahnya tidak jelas, telah terjadi kontradiksi antara tujuan dan proses pelaksanaan gerakan Reformasi. Demokrasi cenderung dijalankan dengan liberalisasi yang berlebihan, tanpa parameter yang jelas. Pada akhirnya, demokrasi seperti itu tampaknya benar-benar telah memfasilitasi kemunduran negara.

Masalah kebangsaan, seperti praktik demokrasi yang berlebihan, seperti benang kusut di ruang gelap yang terbentang. Dengan kata lain, ini terlalu berat dan banyak masalah nasional yang perlu ditangani. Namun, di tengah pesimisme tersebut, ternyata masih banyak energi dan optimisme masyarakat untuk sekadar berharap agar bangsa ini terbebas dari penyakit berbahaya ini. Masih banyak individu yang tetap optimis, bekerja keras, dan tidak terjebak dalam hiruk pikuk dunia politik nyata yang semakin semrawut. Dalam masyarakat kita masih banyak keluarga yang kuat, terus berusaha untuk meningkatkan taraf hidup tanpa mengorbankan martabat dan harga diri untuk keuntungan materi dan sementara.

Dari sedikit optimisme yang tersisa, kita harus menggunakannya sebagai cermin untuk merefleksikan diri kita sendiri. Hal ini sangat penting agar kita tidak berdiam diri atau meninggalkan diri kita sendiri tanpa daya dan putus asa di tengah kacaunya tatanan kehidupan bangsa ini. Masa depan anak bangsa dan generasi masa depan tidak boleh dibiarkan begitu saja, jika tidak kita akan lari dari masalah yang belum terselesaikan ini. Dan demokrasi hanyalah alat. Ibarat pesawat terbang, bisa melayang di awan, bisa juga jatuh ke jurang.

Melihat fenomena demokrasi yang terjadi di Indonesia saat ini, dapatkah dikatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi? Apakah suatu negara demokratis atau tidak, ini termasuk persamaan di depan hukum, distribusi pendapatan yang adil, kesempatan pendidikan, kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama, dll.

Wajah para elit penguasa di pemerintahan kita dan mereka yang mewakili rakyat kita akhir-akhir ini semakin jelek karena tindakan ilegal dan tidak bermoral mereka. Korupsi telah mengakibatkan miliaran uang terkuras, institusi palsu dimasukkan dan prosedur baru diperkenalkan, tanpa membuat orang lebih baik secara politik dan ekonomi. Demokrasi berangsur-angsur menjauh dari “demos” (rakyat biasa), seperti “kacang lupa kulitnya”. Namun realitas demokrasi di Indonesia berkembang saat ini. Demokrasi seperti inilah yang telah menciptakan keadaan darurat demokrasi yang harus segera diatasi.

Namun haruskah rakyat Indonesia berbangga? karena pada tahun 2013 banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan! Apakah ini yang disebut distribusi pendapatan yang adil? Fakta bahwa hukum Indonesia seperti jaring laba-laba, yang kuat menarik yang kecil tetapi yang lemah menarik yang kuat, apakah ini yang disebut persamaan di depan hukum? Banyak fakta lain yang membuktikan bahwa masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan sejahtera.

Jadi demokrasikah Indonesia? Jawabannya ya, Indonesia adalah negara demokrasi Aristoteles, yaitu negara dengan pemerintahan atas nama rakyat, tetapi sifat pemerintahannya buruk, karena pemerintah hanya berfokus terhadap pemegang kekuasaan. Demokrasi Indonesia telah gagal menghasilkan kebahagiaan rakyat yang disyaratkan oleh sila keempat, dari ujung barat Sumatera hingga Indonesia bagian timur di Papua.

Formulasi reformasi demokrasi di Indonesia yang berlangsung sejak tahun 1998 akan menimbulkan persepsi baru. Demokrasi tidak boleh dibiarkan begitu saja dan diserahkan kepada para pelaku (mafia-mafia) untuk menjelaskan sendiri bagaimana demokrasi dipraktikkan di Indonesia. Oleh karena itu, kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang visioner. Kita harus memajukan wacana populisme dan konsensus. Pendidikan demokrasi merupakan keniscayaan dalam rangka pendalaman gerakan demokrasi. Sifat musyawarah dan mufakat yang terkandung dalam Pancasila harus tertanam dalam semua aktivitas politik.

Rasa nasionalisme terhadap negara ini tidak boleh dipecah-pecah oleh suku, agama, institusi, partai, komunitas, almamater, dll. Nasionalisme harus kembali ke era semula ketika seluruh rakyat Indonesia bersatu untuk memperoleh kemerdekaan dan mempertahankannya. Mengingat semakin banyaknya masalah yang dihadapi negara ini, kita harus bertindak cepat dan sadar untuk mengakui dan memulihkan hubungan antara Pancasila, Konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan sebagai tindakan politik yang bermotivasi moral. Dengan upaya ini, kita bisa bertahan dalam ujian demokrasi!

Setiap era, kami temukan, telah memunculkan masalah dan solusi yang berbeda dan unik. Satu hal yang tampak jelas adalah bahwa proses bangsa Indonesia merupakan akumulasi dari masalah etnis yang semakin kompleks, beragam dan kompleks. Dalam hal ini, hukum lahir sebagai alat terakhir untuk mengatur proses kehidupan berbangsa.

Sebagaimana diatur dalam undang-undang, bangsa Indonesia menganggap pemerintahan yang kohesif (eksekutif, legislatif dan yudikatif) sebagai alat negara untuk menjalankan amanat UUD 1945. Dan, Pancasila adalah dasar negara dan jantung konstitusi Nasional Indonesia. yang benar-benar tersirat penjelasan yang sangat jelas dan mencerahkan. Tujuan konstitusi negara tidak lain adalah untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Isi Pancasila seperti nilai-nilai agama (ketuhanan), humanisme (kemanusiaan), persatuan, pertimbangan (demokrasi) dan keadilan yang harus menjadi pedoman utama dalam proses kelahiran pemerintahan. Namun, memasuki era reformasi dan demokrasi saat ini, nilai-nilai luhur Pancasila seolah-olah cenderung dilupakan.

Adapun nilai-nilai luhur ajaran Pancasila, Bung Karno di masa lalu bahkan mengelompokkannya menjadi satu nilai utama. Nilai inti adalah gotong royong. Prinsip gotong royong ini tentunya memiliki pengertian yang dapat diperluas dan dikembangkan sesuai konteksnya. Seperti halnya prinsip solidaritas atau prinsip musyawarah untuk mufakat. Prinsip gotong royong yang bersumber dari pancasila adalah prinsip dasar kita dalam berdemokrasi. Bahkan bukan demokrasi yang kebablasan seperti dalam suasana demokrasi yang kita kenal sekarang.

Penulis : Mohamad Fazrial Ihfron (Mahasiswa ilmu politik fisip UMJ 2021)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image