Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kahfi Reihan

Musik: Pecut Rakyat atau Tameng Pemerintah

Politik | 2025-12-31 12:04:01
source: thehill.com

Tembang-tembang nada yang selalu terputar tatkala ingin merasakan emosi yang lebih mendalam entah itu cinta, harap, marah, bahkan takut. Dengan kata lain sebuah nada juga bisa menjadi alat komunikasi dan bahkan belakangan ini ia digunakan oleh para penguasa untuk menjadi alat politik penjaga kekuasaannya, lalu timbul pertanyaan apakah musik hari ini membangun kesadaran rakyat atau meninabobokan mereka?

Jika pidato disandingkan dengan musik hampir 80 persen orang pasti lebih memilih musik yang memiliki kemampuan bekerja di alam bawah sadar, seseorang akan larut bergoyang sebelum sempat mencerna apa yang terjadi. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya fenomena musik menjadi alat komunikasi politik, musik dengan mudah bisa mengubah perasaan banyak orang hanya dengan alunan dan liriknya.

Seni terutama musik selalu sangat di sukai kaum marjinal karena secara tidak langsung ia bisa melegakan perasaan mereka atau digunakan sebagai alarm darurat politik kepada mereka yang tak mengikuti. Sebuah isu yang mungkin akan sulit diingat bisa diabadikan dan terpatri di kepala seseorang lewat lirik yang manis dan puitis, hal ini juga bisa membangun solidaritas masyarakat seperti yang dilakukan band .Feast dalam lagu “Padi Milik Rakyat” atau seperti grup Efek Rumah Kaca yang dapat membangun identitas kita vs mereka lewat lagunya yang berjudul “Mosi Tidak Percaya.”

Namun dualisme adalah hal yang pasti dalam segala hal. Dengan kekuatan musik yang begitu besar pemerintah turut sadar akan daya gedornya kedalam hati manusia, para penguasa akhirnya memanfaatkan musik sebagai sarana meredam isu dan membangun citra stabil, damai, dan nasionalis. Musik berubah bentuk menjadi alat pelindung dengan berbagai cara seperti timbulnya lagu optimistik di tengah krisis yang terjadi, konser “persatuan” untuk meredam kritik, dan glorifikasi simbol negara tanpa refleksi sosial. Dengan kata lain musik tidak selalu membebaskan kadang justru menenangkan secara berlebihan dan jadi latar suara agar rakyat lupa bertanya.

Layaknya hasil seni lainnya musik juga menghasilkan ambiguitas kepada para pendengar, inilah yang menyebabkan sebuah lagu bisa menjadi pisau bermata dua bagi kedua pihak. Lagu “Bento” dari Iwan Fals menjadi contoh nyata dalam konteks ini, “Bento” yang awalnya menjadi kritik keras terhadap para politikus yang menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi juga bisa menjadi obat bius saat pemerintah ingin rakyat bisu dengan cara membuat konser “rakyat”. Segala ambiguitas ini yang menuntut masyarakat untuk jangan hanya mendengar tapi membaca, musik selalu ingin kita berbicara tentang kebebasan dan mempertanyakan segala hal. Namun letak ranjaunya adalah dimana musik sudah membuat kita diam dan tak lagi bertanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image