Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Reza Amelia

Fenomena Kerja Mendadak di Kalangan Mahasiswa

Sastra | 2025-12-27 19:15:42

Menurut saya, penulis benar ketika menekankan pentingnya membuat agenda harian dan menjaga keteraturan, karena hal ini sangat berkaitan dengan kehidupan mahasiswa yang sering kali berantakan dalam mengatur waktu. Banyak mahasiswa menjalani hari tanpa rencana yang jelas. Mereka bangun, pergi kuliah, ikut kegiatan kampus, pulang ke kos, lalu menyadari bahwa ada tugas yang lupa dikerjakan. Tanpa jadwal yang ditata rapi, hari terasa penuh tapi tidak produktif. Mahasiswa baru sadar bahwa waktu habis begitu saja tanpa pencapaian berarti. Kondisi ini akhirnya membuat mereka sering merasa kewalahan dan tertekan.

Kalau melihat fenomena sekarang, kehidupan mahasiswa memang jauh lebih padat dibanding generasi sebelumnya. Selain kuliah, banyak mahasiswa aktif dalam organisasi, ikut kepanitiaan, kerja paruh waktu, atau terlibat dalam kegiatan sosial. Belum lagi ajakan teman untuk nongkrong atau tugas kelompok yang harus dikerjakan mendadak. Semua itu membuat jadwal mereka bertumpuk-tumpuk. Karena tidak ada agenda harian yang jelas, mahasiswa kesulitan melihat mana kegiatan yang benar-benar penting dan mana yang sebenarnya bisa ditunda. Akhirnya, kegiatan kecil dan tidak mendesak justru lebih dulu dikerjakan, sementara tugas besar yang harusnya menjadi prioritas malah terlupakan.

Penulis juga mengingatkan tentang pentingnya membedakan kegiatan rutin, penting, dan mendadak. Menurut saya, ini sangat relevan dengan kehidupan mahasiswa. Banyak dari mereka yang menganggap semua kegiatan sama pentingnya. Misalnya, rapat organisasi yang sebenarnya bisa diwakilkan sering dianggap lebih penting daripada tugas individual yang deadline-nya sudah dekat. Atau, mahasiswa lebih memilih nongkrong karena merasa itu “butuh refreshing”, padahal masih ada quiz esok hari. Kesalahan dalam menentukan prioritas ini yang akhirnya membuat mahasiswa cepat kewalahan. Mereka merasa sibuk terus, tetapi hal-hal penting tetap tidak selesai.

Fenomena kewalahan ini juga diperparah oleh distraksi yang muncul dari mana-mana. Notifikasi grup WhatsApp, informasi tugas mendadak, ajakan teman, dan media sosial membuat fokus mahasiswa mudah teralih. Ketika sedang mengerjakan satu tugas, tiba-tiba muncul pesan rapat atau tugas baru, sehingga mereka meninggalkan pekerjaan awal dan berpindah pada pekerjaan lain. Akhirnya, tidak ada satu pun pekerjaan yang benar-benar tuntas. Pola ini berulang setiap hari. Tanpa kesadaran untuk mengatur waktu dan membuat skala prioritas, mahasiswa akan terus terjebak dalam lingkaran multitasking yang melelahkan.

Menurut saya, penulis benar ketika menekankan pentingnya menjaga keteraturan agar tidak terjebak pada kelalaian. Banyak mahasiswa yang sebenarnya tidak sengaja lalai; mereka lupa mencatat deadline, lupa waktu presentasi, atau lupa ada tugas yang harus dikumpulkan. Bukan karena tidak peduli, tetapi karena terlalu banyak hal yang masuk dalam kepala mereka tanpa sistem yang jelas untuk mengaturnya. Jika mereka membiasakan diri menuliskan agenda harian, setidaknya mereka bisa melihat gambaran besar tentang apa yang harus dilakukan hari itu. Kebiasaan sederhana seperti ini bisa mencegah stres dan kepanikan di menit-menit terakhir.

Saya melihat bahwa banyak mahasiswa sebenarnya ingin produktif, tetapi mereka tidak punya metode yang tepat. Tanpa jadwal, mahasiswa sering mengerjakan sesuatu berdasarkan mood, bukan kebutuhan. Misalnya, mereka mengerjakan tugas paling mudah dulu karena terasa lebih ringan, padahal tugas yang lebih penting justru membutuhkan perhatian lebih cepat. Jika kebiasaan ini berlanjut, mahasiswa akan terjebak dalam pola merasa sibuk tanpa hasil nyata. Di sinilah pentingnya membuat agenda harian seperti yang dijelaskan penulis—sebuah cara sederhana yang secara tidak langsung mengajarkan disiplin, tanggung jawab, dan kontrol diri.

Menurut saya, menerapkan pembagian kegiatan menjadi rutin, penting, dan mendadak akan sangat membantu mahasiswa mengatur energi mereka. Tidak semua hal harus dikerjakan hari itu juga, dan tidak semua ajakan harus diterima. Kegiatan rutin seperti kuliah sudah jelas waktunya. Kegiatan penting seperti tugas besar atau persiapan presentasi perlu direncanakan jauh hari. Sementara kegiatan mendadak harus ditangani dengan bijak boleh diambil jika benar-benar perlu, tetapi harus berani ditolak jika mengganggu prioritas utama. Sayangnya, banyak mahasiswa masih kesulitan menolak ajakan mendadak karena takut mengecewakan teman. Padahal belajar berkata “tidak” adalah bagian dari manajemen waktu.

Pada akhirnya, menurut saya, saran penulis soal agenda harian dan keteraturan bukan hanya teori, tetapi kebutuhan nyata bagi mahasiswa. Hidup di lingkungan kampus yang serba cepat, penuh tuntutan, dan dipenuhi distraksi membuat mahasiswa harus punya sistem untuk mengatur diri. Jika mereka mulai membiasakan diri mencatat kegiatan harian, mengatur prioritas, dan menjaga keteraturan, mereka tidak hanya akan lebih tenang, tetapi juga lebih terarah dalam menjalani kuliah. Mengatur waktu bukan soal menjadi super produktif, tetapi tentang menjaga keseimbangan agar mahasiswa tidak mudah kewalahan. Dengan langkah kecil seperti ini, kehidupan mereka bisa menjadi lebih tertata dan jauh lebih ringan.

Reza Amelia

Mahasiswa farmasi

Universitas Muhammadiyah Malang

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image