Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image najah alfananiy

Krisis Kualitas Pendidik Agama Islam

Pendidikan dan Literasi | 2025-12-25 11:49:09

Kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidiknya. Dalam konteks ini Pendidikan Agama Islam (PAI), peran guru menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Namun,dalam beberapa tahun terakhir, muncul kekhawatiran bahwa kualitas pendidik agama Islam mengalami penurunan atau kemunduran. Hal ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan merupakan hasil dari berbagai masalah yang saling berkaitan. Krisis kualitas pendidik agama Islam dapat berdampak panjang terhadap pemahaman keagamaan generasi muda, cara mereka berperilaku, serta cara mereka menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Masalah utama yang sering terlihat salah satunya adalah kurangnya penguasaan materi yang mendalam. Banyak dari pendidik PAI yang hanya mengandalkan buku teks dan metode pengajaran lama tanpa berusaha memperluas wawasan melalui sumber-sumber baru. Padahal, perkembangan zaman menuntut guru untuk terus memperbarui pengetahuan, terutama tentang isu-isu keagamaan yang muncul di masyarakat modern. Tantangan seperti radikalisme, intoleransi, teknologi digital, media sosial, dan pemahaman agama yang dangkal menjadi persoalan nyata di tengah kehidupan generasi saat ini. Jika guru PAI tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dari peserta didik, maka pembelajaran agama akan terasa kaku, membosankan, bahkan tidak relevan dengan kehidupan mereka. Selain itu, metode pembelajaran yang digunakan oleh sebagian pendidik PAI masih cenderung monoton. Banyak yang menghabiskan waktu dengan ceramah sepihak tanpa melibatkan peserta didik secara aktif. Padahal, pendidikan agama seharusnya memotivasi peserta didik untuk berpikir, bertanya, dan berdialog. Ketika pembelajaran berlangsung secara satu arah, peserta didik akan merasa pasif dan kurang memahami nilai-nilai agama secara mendalam. Akibatnya, pendidikan agama hanya dihafal, bukan dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Krisis kualitas pendidik PAI juga dipengaruhi oleh kurangnya keterampilan mengelola pembelajaran. Tidak semua pendidik agama memiliki kemampuan mengelola kelas, merencanakan pembelajaran yang menarik, atau menyusun penilaian yang adil dan objektif. Banyak guru yang masih terpaku pada pola penilaian yang hanya berfokus pada ujian tulis, padahal pendidikan agama mencakup aspek sikap, perilaku, dan pembiasaan. Kelemahan pada pengelolaan pembelajaran menjadikan aktivitas belajar agama kehilangan maknanya sebagai proses pembentukan karakter. Permasalahan lain yang tidak kalah penting adalah rendahnya kesejahteraan pendidik agama, terutama mereka yang berstatus honorer. Banyak guru agama menerima gaji yang jauh dari kata layak, sehingga mereka harus mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi ini membuat konsentrasi mereka terhadap tugas pendidikan berkurang. Waktu dan tenaga yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kompetensi diri, membaca buku, mengikuti pelatihan, atau menyiapkan perangkat pembelajaran yang berkualitas, justru habis untuk pekerjaan sampingan, maka tidak heran jika kualitas pembelajaran agama tidak maksimal. Di beberapa daerah, masalah pemerataan kualitas pendidik juga masih kurang. Ada sekolah yang memiliki guru agama yang sangat profesional, tetapi ada pula sekolah yang kekurangan guru agama atau memiliki guru yang tidak sesuai bidangnya. Ketidaksetaraan ini menyebabkan kualitas pendidikan agama menjadi tidak merata. Peserta didik di daerah perkotaan mungkin mendapatkan pembelajaran agama yang lebih baik dibandingkan mereka yang berada di pedesaan atau wilayah terpencil. Padahal, pendidikan agama adalah hak semua peserta didik tanpa memandang lokasi geografis mereka. Pengaruh perkembangan teknologi juga menjadi tantangan tersendiri bagi pendidik agama Islam. Di era digital, peserta didik sangat mudah mengakses informasi keagamaan melalui media sosial, video dakwah, dan platform lainnya. Sayangnya, tidak semua informasi yang mereka temukan bersifat rasional dan sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Jika guru PAI tidak mampu menjadi filter atau pembimbing dalam menyaring informasi tersebut, peserta didik bisa terjebak dalam pemahaman agama yang keliru. Gurulah yang seharusnya membantu mereka memahami mana sumber yang benar, mana yang menyesatkan, dan bagaimana beragama secara bijaksana di era teknologi. Krisis kualitas pendidik agama Islam sebenarnya dapat diatasi jika semua pihak mau berperan aktif. Pemerintah perlu memberikan pelatihan berkala yang benar-benar sesuai kebutuhan guru, bukan hanya sekadar formalitas. Pelatihan harus mendorong peningkatan keterampilan mendidik, penguasaan materi, serta kemampuan mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran. Selain itu, peningkatan kesejahteraan guru harus menjadi prioritas. Guru yang sejahtera akan bekerja lebih fokus dan termotivasi untuk mengembangkan dirinya. Lembaga pendidikan seperti sekolah dan madrasah juga harus memberikan dukungan nyata, misalnya dengan menyediakan fasilitas pembelajaran yang memadai, ruang diskusi antar guru, dan kesempatan pengembangan profesi. Kolaborasi antarguru PAI perlu ditingkatkan agar mereka dapat saling bertukar pengalaman dan strategi pembelajaran yang efektif. Tidak kalah penting, pendidik agama Islam sendiri harus memiliki kesadaran untuk terus belajar. Mereka tidak boleh merasa puas dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.Di era perkembangan zaman yang cepat ini juga dinamika pemahaman agama di masyarakat. Guru yang baik harus selalu terbuka terhadap kritik, mau memperbaiki diri, dan berusaha menjadi contoh yang baik bagi peserta didiknya. Keteladanan guru jauh lebih berpengaruh daripada kata-kata yang disampaikan dalam kelas. Pada akhirnya, krisis kualitas pendidik agama Islam bukanlah masalah yang tidak bisa diselesaikan. Krisis ini merupakan peringatan bagi semua pihak bahwa pendidikan agama harus diperkuat, bukan hanya dari sisi kurikulum, tetapi juga dari kualitas pendidiknya. Jika pendidik agama Islam mampu berkembang menjadi guru yang berwawasan luas, cerdas, moderat, dan inspiratif, maka pendidikan agama tidak akan lagi dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan. Sebaliknya, pendidikan agama akan menjadi ruang yang menyenangkan bagi peserta didik untuk belajar mencintai agamanya dan menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas pendidik agama Islam adalah kunci masa depan generasi muslim. Dengan memperbaiki kualitas guru, sama dengan memperbaiki kualitas bangsa. Semoga ke depan, pendidik agama Islam semakin profesional, berakhlak mulia, dan mampu melewati tantangan zaman dengan penuh kebijaksanaan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image