Bagaimana Islam Menanggapi Hutang Piutang: Studi Kasus Mata Elang di TMP Kalibata
Agama | 2025-12-17 15:01:00
Peristiwa pengeroyokan yang menurunkan dua orang mata elang (debt collector) di kawasan TMP Kalibata, Jakarta, membuka kembali persoalan klasik tentang praktik penagihan utang di ruang publik. Kasus ini tidak dapat dilihat secara hitam-putih, melainkan perlu dikaji secara kritis dari perspektif Islam yang menekankan keadilan, kesejahteraan, dan penegakan hukum.
Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah akad yang sah selama dilakukan secara jelas dan adil. Pihak yang berminat memiliki kewajiban moral dan hukum untuk melunasi hutangnya. Namun, Islam juga memberikan batasan tegas kepada pihak penagih. Penagihan utang tidak boleh dilakukan dengan cara intimidatif, apalagi kekerasan, karena bertentangan dengan prinsip la dharar wa la dhirar (tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain). Praktik mata elang yang kerap menghadang, memaksa, dan mempermalukan debitur di ruang publik menunjukkan penyimpangan dari nilai etika Islam.
Meski demikian, Islam juga tidak memperbolehkan tindakan pengeroyokan dan pembunuhan, meskipun terhadap pihak-pihak yang dianggap bersalah. Tindakan main hakim sendiri merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip perlindungan jiwa (hifz al-nafs) yang menjadi salah satu tujuan utama syariat Islam. Dalam Islam, penyelesaian dan pelanggaran hukum harus dilakukan melalui otoritas hukum yang sah, bukan melalui kekerasan kolektif atau emosi pada saat itu juga.
Secara kritis, kasus TMP Kalibata mencerminkan kegagalan sistemik: lemahnya pengawasan terhadap praktik pengumpulan hutang dan rendahnya kesadaran masyarakat akan menyelesaikan konflik secara hukum. Islam menuntut kehadiran negara untuk menjamin keadilan, melindungi masyarakat dari praktik zalim, sekaligus mencegah kekerasan yang merenggut nyawa.
Dengan demikian, Islam berdiri pada posisi tegas namun adil: menolak melakukan peminjaman yang tidak beretika dan menolak segala bentuk kekerasan. Kasus ini seharusnya menjadi momentum evaluasi agar penegakan hukum, etika bisnis, dan nilai-nilai kemanusiaan berjalan seiring demi terciptanya perdamaian dan keadilan sosial.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
