Resistensi Antimikroba: Ancaman Senyap yang Mengintai di Setiap Apotek
Pendidikan dan Literasi | 2025-12-16 11:02:48
Resistensi Antimikroba (AMR) adalah krisis kesehatan global yang sering disebut sebagai "pandemi senyap," yaitu sebuah ancaman yang jauh lebih dekat dari yang kita bayangkan dan berada di sekitar kita. AMR terjadi ketika bakteri, virus, jamur, atau parasit berevolusi dan menjadi kebal terhadap obat yang dirancang untuk membunuh. Akibatnya, infeksi yang tadinya mudah diobati, seperti radang tenggorokan atau infeksi saluran kemih, bisa berubah menjadi penyakit mematikan yang tidak dapat disembuhkan.
Masalah ini bukan lagi persoalan laboratorium, melainkan sudah termasuk bencana kemanusiaan dan ekonomi yang sudah terjadi di depan mata. Beban AMR di Indonesia sangat menyiksa. Menurut data nasional, AMR telah menyebabkan hilangnya puluhan ribu nyawa di Indonesia setiap tahun dan merupakan ancaman besar bagi ketahanan kesehatan. Secara global, AMR yang terkait bakteri secara langsung lebih menyebabkan satu juta kematian pada tahun 2019.
Jika tidak ditangani, kerugian ekonomi global akibat AMR diproyeksikan mencapai triliunan dolar, mengganggu kemajuan medis dan prosedur penting seperti operasi besar dan kemoterapi kanker. Penyebab krisis utama ini adalah penggunaan antibiotik yang tidak rasional atau tidak tepat. Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang membeli antibiotik tanpa resep dokter. Praktik ini diperparah dengan anggapan keliru bahwa antibiotik dapat menyembuhkan semua penyakit, termasuk yang disebabkan oleh virus seperti flu atau batuk.
Ketika antibiotik digunakan untuk menginfeksi virus atau dihentikan sebelum waktunya, bakteri "jahat" yang tersisa tidak mati sepenuhnya, justru belajar untuk bertahan, dan akhirnya mengembangkan kekebalan (resistensi). Dari skema pencegahan AMR, apoteker memiliki peran yang sangat strategis sebagai “gatekeeper” pertama di dalam komunitas. Apoteker profesional seharusnya menolak dengan tegas antibiotik penjualan tanpa resep dokter demi menekan pengobatan pemborosan.
Selain itu, mereka perlu mengedukasi pasien tentang penggunaan antibiotik yang benar dengan cara menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang direkomendasikan, meskipun dirinya sudah merasa lebih baik, dan menginfokan bahwa antibiotik tidak berfungsi terhadap infeksi yang disebabkan virus. Perilaku swamedikasi, seperti menggunakan sisa antibiotik dari pengobatan sebelumnya, merupakan salah satu penyebab utama resistensi antimikroba (AMR). Orang sering menyimpan sisa antibiotik di rumah dan menggunakannya kembali saat mereka tanpa konsultasi sakit. Selain memicu resistensi, penggunaan antibiotik tanpa diagnosis medis yang tepat dapat memiliki efek samping berbahaya lainnya, seperti masalah pencernaan, alergi yang parah, dan kerusakan pada hati dan ginjal.
Penyelesaian AMR memerlukan pendekatan 'One Health' (One Health adalah pendekatan yang menghubungkan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan) karena kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terhubung. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dalam pertanian ternak untuk merangsang pertumbuhan atau mencegah penyakit juga menciptakan resistensi reservoir yang dapat menyebar ke manusia melalui rantai makanan dan lingkungan. Oleh karena itu, pertanian dan perikanan, serta kesehatan manusia, memerlukan penerapan regulasi yang ketat di bidang ini untuk menyeimbangkan rasionalisasi yang sedang berlangsung.
AMR hanya dapat dihilangkan melalui kerjasama dari seluruh sektor masyarakat. Perlu ada peningkatan dari Pemerintah untuk memperkuat sistem pengendalian mereka terhadap distribusi antibiotik dan meningkatkan literasi kesehatan. Masyarakat juga perlu mengubah perilaku mereka untuk selalu berkonsultasi dengan dokter untuk diagnosis dan resep yang tepat serta berkonsultasi dengan apoteker tentang penggunaan obat yang benar.
Perlu ada lebih banyak fokus pada kebijakan yang ketat dan pengembangan antibiotik baru sebagai investasi jangka panjang. Resistensi antimikroba adalah tantangan yang dapat kita hadapi bersama. Dengan bertindak bijak yaitu, menggunakan antibiotik hanya ketika dibutuhkan dan sesuai aturan pakai. Kita tidak hanya melindungi diri kita sendiri, tetapi juga menyelamatkan efektivitas obat ini untuk generasi mendatang. Jangan biarkan obat penyelamat nyawa kehilangan kekuatan lalu memulai penggunaan obat rasional dari sekarang. Fadila Irgie Khonzyahra Mahasiswa S1 Farmasi STIFAR YAYASAN PHARMASI SEMARANG
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
