Relasi Kalam Allah dan Wahyu: Kajian Teologis atas Fungsi Tilawah dan Qiraah
Agama | 2025-12-14 07:26:12
Manuskrip Bahjat Al Ulum Fi Syarhi Bayan Aqidatul Ushul ini beraksara Arab dan berbahasa Arab. Manuskrip ini memberikan penjelasan mendalam mengenai bagaimana hubungan tilawah dan qira'ah dengan Kalam Allah. Di dalamnya tertegaskan bahwa tilawah dan qira'ah yang dilakukan manusia bukanlah hakikat Kalam Allah itu sendiri. Untuk menjelaskan posisi keduanya, manuskrip menghadirkan sebuah perumpamaan: hubungan antara tilawah dan qiraah terhadap Kalam Allah adalah seperti hubungan bayangan dengan bentuk aslinya. Bayangan memang mengikuti bentuk, tapi ia bukan bentuk yang sebenarnya. Demikian pula bacaan manusia terhadap Al-Qur'an, ia hanya merupakan ṣūrah atau bentuk lahiriah dari sesuatu yang hakikatnya jauh lebih tinggi dan tidak dapat disamakan, yaitu Kalam Allah yang qadim.
Analogi untuk menjelaskan perbedaan antara tilawah/qira'ah (bacaan manusia) dengan kalam Allah yang qadim diungkap dalam halaman 307 :
نِسْبَةَ التِّلَاوَةِ وَالقِرَاءَةِ لِكَلاَمِ اللّٰهِ فِى المِثْلِ كَنِسْبَةِ الظِلٌِ اِلَى الصُّورَةِ فَمَنْ ظَنَّ اَنَّ التِّلَاوَةَ وَالقِرَاءَةَ هُمَا كِلَامُ اللّٰهِ القَدِيْمُ فَهُوَ كَرَجُلٍ رَأَى هِىَ الصُّو رَةٍ بِعَيْنِهَا وَاعْلَمٔ اَنَّكَ اِذَا سَمِعْتَ كَلَامَ اللّٰهِ مِنَ البَشَرِسَمِعْتُهُ مَتْلُوََّا وَمَقْرُوأً وَاِنْ سَمِعْتَهُ مِنَ اللّٰهِ تَعَالَى ظِلَّ صُورَةِِ فَقَالَ هَذَا الظِّلُّ
Terjemahan
Hubungan tilāwah dan qirā'ah manusia dengan Kalam Allah dihubungkan seperti hubungan bayangan dengan bentuk aslinya. Barang siapa mengira bahwa tilāwah itu sama dengan hakikat Kalam Allah, maka ia seperti orang yang mengira bahwa bayangan adalah wujud asli dari suatu gambar. Dan ketahuilah, ketika kamu mendengar bacaan Al-Qur'an dari manusia, yang kamu dengar sebenarnya hanyalah suara manusia. Adapun hakikat Kalam Allah adalah bentuk aslinya, bukan bayangannya.
Naskah ini juga menyinggung bahwa Tilawah dan qira'ah sepenuhnya adalah aktivitas manusia, karena keduanya melibatkan suara, gerak lidah, dan alat ucap semua ini bersifat baharu dan tidak mungkin disandarkan kepada Allah. Ketika manusia membaca Al-Qur'an, yang terdengar hanyalah suara manusia, sementara maknanya bersumber dari wahyu. Bacaan itu hanyalah representasi lahiriah, bukan hakikat Kalam Allah yang azali. Sebab Allah tidak “berbicara” dengan huruf dan suara; Kalam-Nya adalah sifat qadim yang tidak tersusun dari unsur-unsur makhluk. Dalam proses wahyu, makna ilahi terlebih dahulu diterima Jibril, lalu disampaikan dalam bentuk bahasa Arab kepada Nabi Muhammad. Dengan demikian, bahasa dan suara bacaan adalah ciptaan, sedangkan maknanya tetap merupakan Kalam Allah yang azali.
Qira'ah dalam konteks ilmu Al-Qur'an diklasifikasikan berdasarkan jumlah imam periwayat dan kualitas sanad. Dari segi jumlah, qira'ah terbagi menjadi tiga: Qira'ah Sab'ah (tujuh imam), Qira'ah 'Asyrah (sepuluh imam), dan Qira'ah Arba'at 'Asyar (empat belas bacaan yang mencakup sepuluh qira'ah sahih dan empat yang masyhur). Dari segi kualitas sanad, qira'ah dibedakan menjadi: mutawatir (paling sahih), masyhur (tetapi kuat tidak mencapai derajat mutawatir), ahad (sanad sah tetapi kurang terkenal), syādz (tidak sahih dan tidak boleh dibaca), maudu' (bukan dari Nabi), dan mudraj (tambahan berupa penjelasan). Suatu bacaan dapat diterima sebagai qira'ah Qur'aniyyah jika memenuhi tiga syarat: sanad sah , sesuai rasm Utsmani , dan sesuai kaidah bahasa Arab. Ibnu Mujahid kemudian menetapkan tujuh qira'ah utama sebagai standar bacaan dari berbagai pusat keilmuan Islam.
Konsep tilawah kemudian melengkapi pemahaman terhadap qira'ah. Menurut Abu Hilal al-Askari yang mengutip Ar-Raghib al-Asfahani, tilawah mencakup membaca (qira'ah) sekaligus memahami isi Al-Qur'an, termasuk perintah, larangan, motivasi, dan ancaman. Oleh karena itu, tilawah bukan sekedar bacaan lisan, tetapi juga pengamalan. Hal ini tampak dalam Surah al-Baqarah ayat 121, di mana para mufasir menjelaskan bahwa Ahlul Kitab yang benar-benar “membaca” kitab suci adalah mereka yang memahami, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, serta tidak mengubah isinya. Mereka yang jujur mengikuti kitabnya menemukan tanda-tanda kenabian Muhammad dan beriman, sementara yang menolak termasuk golongan yang merugi. Tafsir Al-Muyassar, Al-Mukhtashar, dan Al-Wajiz sepakat bahwa tilawah berarti membaca dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an secara utuh dan konsisten.
Jadi secara keseluruhan, Tilawah dan qira'ah adalah aktivitas manusia yang bersifat baharu, terdiri dari huruf dan suara, sehingga tidak dapat disamakan dengan hakikat Kalam Allah yang qadim. Bacaan manusia hanyalah representasi lahiriah, sementara Kalam Allah adalah sifat azali yang tidak terikat pada bahasa, suara, atau alat ucap. Oleh karena itu, menyamakan tilāwah atau qirā'ah dengan Kalam Allah merupakan kekeliruan, sebagaimana menyamakan bayangan dengan bentuk aslinya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
