Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mufid Muhammad Irfan

Waspada! Investasi Bodong Berkedok Syariah Makin Marak: Ini Cara Membedakannya

Agama | 2025-12-12 16:21:09

Dalam beberapa tahun terakhir, tren investasi syariah semakin meningkat. Mulai dari saham syariah, reksa dana syariah, hingga fintech syariah—semuanya tumbuh pesat karena minat masyarakat terhadap instrumen halal dan aman. Namun, di balik antusiasme ini, muncul fenomena berbahaya: investasi bodong berkedok syariah.

Penipuan ini menyasar masyarakat yang ingin berinvestasi secara halal, tetapi kurang memahami konsep dasar investasi syariah. Pelaku memanfaatkan istilah seperti “tanpa riba”, “anti gharar”, atau “syariah compliance” untuk menutup skema ilegal mereka.

Mengapa Banyak Orang Tertipu?

Ada beberapa alasan mengapa penipuan berkedok syariah semakin mudah menjerat korban:

1. Minim Literasi Keuangan Syariah

Sebagian besar masyarakat belum memahami konsep mudharabah, musyarakah, atau mekanisme bagi hasil. Pelaku memanfaatkan ketidaktahuan ini untuk menutupi skema ponzi mereka.

2. Iming-Iming Keuntungan Tinggi dan Pasti

Setiap kali seseorang menawarkan profit pasti, tinggi, dan tanpa risiko, itu tanda bahaya. Dalam prinsip syariah, investasi selalu memiliki risiko, sehingga keuntungan tidak boleh dipastikan.

3. Penggunaan Simbol ‘Syariah’ untuk Membangun Kepercayaan

Mulai dari logo berwarna hijau, memakai gamis, hingga mencantumkan potongan ayat atau hadis—semuanya dipakai untuk membuat korban percaya tanpa verifikasi mendalam.

4. Relasi Sosial dan Keagamaan

Penipu sering menyasar komunitas masjid, pengajian, hingga kampus dengan pendekatan kekeluargaan dan spiritual. Metode ini membuat korban lebih sulit curiga.

Ciri-Ciri Investasi Bodong Berkedok Syariah

Agar tidak menjadi korban, perhatikan tanda-tanda berikut:

1. Menjanjikan Profit Tetap dan Tinggi

Jika ada yang menawarkan “Keuntungan 30% per bulan, dijamin halal!”, itu adalah red flag besar. Investasi syariah selalu berbasis bagi hasil, bukan bunga tetap.

2. Tidak Ada Produk atau Usaha yang Jelas

Pelaku biasanya memakai kata-kata samar seperti “perdagangan internasional”, “proyek besar”, atau “bisnis properti syariah” tanpa bukti nyata.

3. Tidak Terdaftar di OJK atau DSN-MUI

Investasi syariah yang legal harus terdaftar di OJK serta mendapatkan opini kesesuaian syariah.

4. Tekanan untuk Rekrut Member Baru

Jika keuntungan banyak berasal dari mengajak anggota baru, itu adalah skema ponzi, bukan investasi syariah.

5. Tidak Transparan terhadap Risiko

Pelaku hanya menonjolkan keuntungan, minim penjelasan risiko. Padahal, dalam syariah, risiko harus dijelaskan secara terbuka.

Bagaimana Cara Melindungi Diri?

Beberapa langkah berikut penting dilakukan sebelum menaruh dana:

1. Cek Legalitas di OJK

Gunakan fitur Kontak OJK untuk memastikan perusahaan terdaftar dan diawasi.

2. Periksa Fatwa atau Opini Syariah

Pastikan produk investasi disertai opini DSN-MUI atau Dewan Pengawas Syariah yang kredibel.

3. Pelajari Basic Fiqih Muamalah

Minimal pahami konsep dasar seperti bagi hasil, akad, risiko, dan larangan riba.

4. Jangan Mudah Terpengaruh Testimoni

Banyak testimoni palsu dibuat untuk menarik korban baru.

5. Konsultasikan kepada Ahli

Jika ragu, tanya dosen ekonomi syariah, ustaz kompeten, atau konsultan keuangan syariah.

Penutup: Jadilah Investor Muslim yang Cerdas

Investasi adalah kebutuhan masa kini, tetapi jangan sampai niat baik malah menjadi bumerang. Pelajari konsep syariah, cek legalitas, dan waspada terhadap penawaran yang terlalu manis untuk menjadi kenyataan.

Ingat: Investasi syariah itu halal, tetapi penipuan berkedok syariah adalah musibah. Lindungi diri, keluarga, dan komunitas dari jebakan investasi bodong.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image