Saat Uang Tak Lagi Berwujud: Siapa Pemilik Sebenarnya dalam Dunia Dompet Digital?
Ekonomi Syariah | 2025-12-11 15:15:01Saldo digital begitu akrab dalam keseharian kita sampai-sampai kita jarang menyadari bagaimana uang berubah bentuk tanpa kita sadari. Kini, hampir semua transaksi dapat dilakukan tanpa menyentuh uang fisik; cukup membuka aplikasi dan menyentuh layar. Kemudahan ini membuat segalanya terasa normal, tetapi justru di sinilah muncul pertanyaan penting: apakah saldo digital yang kita lihat benar-benar milik kita, atau kita hanya diberi akses selama sistem mengizinkannya?
Dalam pemikiran klasik seperti yang dijelaskan Imam Al-Ghazali, sesuatu dianggap harta jika ia memiliki nilai, manfaat, dan diakui sebagai alat tukar. Dengan kerangka tersebut, saldo digital jelas termasuk harta. Namun bedanya, harta ini tidak kita pegang, melainkan disimpan sebagai data dalam sistem milik perusahaan lain. Ketika harta berubah menjadi informasi yang hidup di server, persoalan kepemilikan tidak lagi sesederhana memegang uang di tangan.
Di balik setiap transaksi digital, sebenarnya ada akad yang menentukan posisi kita sebagai pemilik. Ketika saldo bertambah, dana itu tidak otomatis masuk ke dompet kita. Jika penyedia hanya menyimpannya, akadnya adalah wadi‘ah atau titipan; tetapi jika dana dikelola atau digunakan, statusnya menjadi qardh atau pinjaman. Bahkan saat kita melakukan pembayaran, dana tidak berpindah secara fisik, melainkan melalui mekanisme hawalah, yaitu pengalihan kewajiban dari kita ke merchant melalui pihak ketiga. Rangkaian akad inilah yang menentukan apakah kita benar-benar memiliki uang itu secara penuh, atau sekadar memegang hak klaim. Inilah alasan mengapa fatwa DSN-MUI menekankan pentingnya kejelasan struktur e-money untuk melindungi hak pengguna.
Meski menawarkan kecepatan dan kemudahan, dompet digital juga membawa risiko yang tidak selalu terlihat. Saldo bisa dibekukan, akses dapat dibatasi, dan akun bisa ditutup sepihak. Selain itu, karena tidak ada uang fisik yang kita pegang, hubungan kita dengan nilai uang menjadi lebih longgar; pengeluaran terasa ringan dan rasa aman muncul hanya karena melihat angka di layar. Padahal angka itu sepenuhnya bergantung pada stabilitas sistem dan kebijakan perusahaan.
Pada akhirnya, uang digital bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang bagaimana kita memahami harta dan kendali atasnya. Bentuk uang boleh berubah menjadi data, tetapi hak kepemilikan tidak boleh kabur. Yang menentukan sesuatu benar-benar milik kita bukan sekadar tampilannya di layar, tetapi sejauh mana kita memiliki kendali dan keamanan terhadap nilai tersebut. Yang dipertaruhkan bukan hanya saldo digital, tetapi juga kesadaran kita sebagai pemilik harta di era yang semakin tidak berwujud.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
