Ketika Narasi Mengalahkan Fakta dalam Ruang Digital
Teknologi | 2025-12-10 17:26:21
Di era digital, masyarakat semakin sering menemui berbagai informasi yang dibungkus dalam narasi menarik. Narasi seperti ini tidak selalu berisi fakta, tetapi tetap mampu memengaruhi cara seseorang memandang suatu isu. Hal ini terjadi karena manusia lebih mudah percaya pada cerita yang menyentuh emosi dibanding data yang disampaikan secara kaku.
Media sosial memperkuat fenomena tersebut. Setiap orang bisa menjadi penyebar informasi tanpa harus melalui proses verifikasi. Akibatnya, kabar yang belum tentu benar bisa memperoleh jangkauan lebih luas hanya karena disajikan dengan gaya yang dramatis atau provokatif. Konten yang memicu emosi—seperti kemarahan, simpati, atau rasa takut—cenderung lebih cepat menyebar dibanding penjelasan rasional yang panjang dan membosankan.
Dalam situasi ini, fakta sering kali tertinggal. Orang tidak lagi mencermati sumber, melainkan langsung bereaksi terhadap apa yang mereka lihat di linimasa. Ketika narasi salah diulang terus-menerus, banyak pengguna internet mulai mempercayainya sebagai kebenaran. Fenomena ini dapat memicu kesalahan persepsi, konflik, hingga mengubah arah pembicaraan publik.
Namun, ruang digital juga bisa menjadi tempat untuk membangun narasi positif. Edukasi berbasis data tetap dapat diterima apabila disampaikan dengan cara yang lebih sederhana dan manusiawi. Tantangannya adalah bagaimana menghadirkan keseimbangan antara fakta dan cerita, agar masyarakat tidak terjebak dalam ilusi informasi.
Ruang digital seharusnya menjadi tempat yang memperkaya wawasan, bukan membodohi. Karena itu, penting bagi pengguna untuk memiliki literasi informasi yang baik: memeriksa sumber, membandingkan sudut pandang, serta tidak mudah terbawa arus viral. Jika ini dapat dilakukan, narasi dan fakta bisa berjalan beriringan, dan masyarakat mampu menilai suatu isu dengan lebih jernih.
Pada akhirnya, dinamika informasi di era digital menuntut kita untuk lebih bijak dalam menerima dan menyebarkan pesan. Narasi yang menarik memang mampu memengaruhi cara pikir, tetapi fakta tetap harus menjadi dasar dalam menilai sebuah isu. Ketika masyarakat mampu menjaga keseimbangan antara keduanya, ruang digital tidak hanya menjadi tempat berbagi cerita, tetapi juga tempat lahirnya pemahaman yang lebih jernih dan bertanggung jawab. Dengan literasi yang kuat, kita dapat terhindar dari kesalahpahaman dan tetap berpijak pada kebenaran di tengah derasnya arus informasi
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
