5 Kuliner Khas Kepulauan Mentawai! Tradisi Rasa dari Pulau-pulau Eksotis di Samudra Hindia
Kuliner | 2025-12-08 18:08:53Oleh Ridwan Rizkyanto
Dosen Universitas Andalas
Kepulauan Mentawai tidak hanya dikenal sebagai surga peselancar dunia, tetapi juga sebagai tempat lahirnya beragam kuliner tradisional yang merefleksikan hubungan harmonis antara masyarakat lokal dengan alam. Di wilayah yang masih memegang teguh kearifan adat, makanan tidak sekadar sumber energi, tetapi bagian penting dari identitas budaya. Dari sagu, keladi, hingga hasil hutan seperti daun sirsak dan daging babi hutan, kuliner Mentawai menawarkan pengalaman rasa yang unik dan otentik. Melalui lima kuliner khas berikut, kita dapat menelusuri jejak sejarah, kepercayaan, dan cara hidup masyarakat Mentawai yang telah diwariskan lintas generasi.
Salah satu makanan paling ikonik adalah Kapurut, hidangan tradisional berbahan dasar sagu yang dicampur dengan kelapa parut dan dimasak menggunakan bambu. Kapurut menandai hubungan masyarakat Mentawai dengan bahan pangan lokal yang mudah diperoleh serta ramah lingkungan. Teksturnya kenyal dan aromanya yang khas menjadikan makanan ini sering hadir dalam upacara adat maupun kegiatan sehari-hari. Kapurut juga menunjukkan bagaimana masyarakat Mentawai mampu mengadaptasi bahan makanan menjadi produk yang bernutrisi tinggi, mengingat sagu merupakan sumber karbohidrat utama bagi masyarakat pesisir Nusantara. Di tengah tren pangan modern, Kapurut mulai dikenalkan sebagai alternatif pangan lokal yang berkelanjutan dan memiliki potensi ekonomi.
Kuliner lain yang tak kalah menarik adalah Bajou, hidangan dari umbi keladi yang diproses dengan cara dibakar atau direbus. Bajou sering dikonsumsi bersama ikan sungai atau lauk pauk lainnya. Proses pengolahan yang sederhana menjadikan kuliner ini salah satu bentuk adaptasi masyarakat Mentawai terhadap kondisi alam yang melimpah dengan umbi-umbian. Bajou diyakini menjadi salah satu makanan purba suku Mentawai, mencerminkan pola konsumsi masyarakat awal yang menggantungkan nutrisi pada umbi sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, keladi mengandung serat, mineral, dan vitamin yang baik untuk kesehatan, menjadikan Bajou tidak hanya tradisional tetapi juga bernilai gizi.
Selanjutnya, terdapat Lappet, makanan manis khas Mentawai yang mirip dengan kue tradisional di daerah lain namun memiliki karakter tersendiri. Lappet terbuat dari campuran tepung beras, gula aren, dan kelapa, kemudian dibungkus daun pisang sebelum dikukus. Aroma daun pisang yang kuat berpadu dengan legitnya gula aren menciptakan ciri khas rasa yang tak tergantikan. Lappet sering disajikan dalam acara adat, perayaan keluarga, hingga sebagai kudapan pendamping teh atau kopi. Menariknya, penggunaan bahan lokal seperti gula aren dan kelapa mencerminkan keterikatan masyarakat terhadap sumber daya hayati di sekitarnya, sekaligus mendukung keberlanjutan pangan berbasis kekayaan alam Mentawai.
Tidak kalah populer adalah Subbet, hidangan tradisional berbahan dasar pisang batu atau pisang mentah yang ditumbuk bersama kelapa. Subbet biasanya disantap sebagai pengganti nasi dan menjadi bagian penting dalam pola makan masyarakat Mentawai yang kebanyakan hidup di pedalaman. Tekstur lembut dan rasa yang gurih membuat makanan ini mudah diterima oleh berbagai kalangan, termasuk wisatawan yang berkunjung. Pisang sebagai bahan dasar juga merupakan sumber karbohidrat dan mineral yang baik, sehingga Subbet memberikan nilai gizi yang cukup bagi masyarakat yang hidup dekat dengan alam. Bagi masyarakat Mentawai, Subbet bukan hanya makanan, tetapi simbol kecukupan bahan pangan yang dapat mereka hasilkan sendiri tanpa ketergantungan dari luar.
Terakhir, kuliner yang paling kuat nilai adatnya adalah Betei, hidangan berbahan daging babi yang dimasak dengan teknik tradisional, biasanya dipanggang di atas batu panas atau dibungkus daun-daun hutan. Betei memiliki peran penting dalam ritual adat Mentawai, termasuk dalam upacara penyembuhan, perayaan keluarga, hingga ritual keagamaan lokal. Cara memasaknya yang menggunakan metode panggang batu menunjukkan keselarasan masyarakat dengan alam, memanfaatkan apa yang tersedia tanpa merusak ekosistem. Kehadiran Betei di setiap upacara adat merupakan representasi penghormatan terhadap leluhur, sekaligus memperkuat kohesi sosial antarmasyarakat.
Lima kuliner khas Mentawai ini tidak hanya mencerminkan karakter rasa yang unik, tetapi juga menggambarkan filosofi hidup masyarakat kepulauan tersebut: sederhana, selaras dengan alam, dan kaya tradisi. Seiring meningkatnya tren pariwisata dan perhatian terhadap pangan lokal, kuliner Mentawai memiliki peluang besar untuk dikenal lebih luas, bahkan menjadi komoditas budaya yang berdaya saing global.
Referensi:
Fitri, R., & Yuliana, N. (2020). Traditional Food Practices and Cultural Identity of the Mentawai Indigenous People. Journal of Ethnic Foods, 7(3), 1–10.
Susanto, H., & Lestari, P. (2021). Local Food Systems and Sustainability in Indonesian Indigenous Communities. International Journal of Gastronomy and Food Science, 25, 100–145.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
