Lihat Sekitarku Penuh dengan Plastik
Gaya Hidup | 2025-12-07 17:30:08
Sampah plastik menumpuk di mana-mana, mengisi setiap sudut kota. Bahkan, tempat pembuangan sampah akhir pun sudah tak kuat menampung lagi. Bagaimana jadinya jika ini terus terjadi? Bagaimana jika ia mulai menyerap ke dalam tubuh kita?
Plastik sudah menjadi teman dekat kita. Ia hadir dalam setiap langkah hidup kita. Dari mulai sedotan sekali pakai yang kita gunakan untuk menyeruput es teh jumbo tiga ribu, kantong kresek untuk membawa belanjaan kita sehari-hari, hingga bubble wrap yang melindungi paket sampai ke tangan kita. Sayangnya, plastik juga menimbulkan masalah baru bagi kita. Kepraktisan dari plastik yang berbarengan dengan kurangnya kesadaran diri dalam penggunaannya menimbulkan masalah baru bagi kita manusia.
Lantas mengapa sampah plastik merugikan kita?
Pertama, timbunan sampah. Kita kerap sekali menggunakan plastik sekali pakai lalu dibuang begitu saja. Tak jarang juga sampah plastik itu berakhir di sungai atau pinggir jalan. Hal ini membuat tumpukan sampah terlihat berserakan, mencemari lingkungan, dan menimbulkan potensi penyakit.
Kedua, sulit terurai. Sampah plastik memiliki karakteristik sulit terurai, butuh ratusan hingga ribuan tahun untuk satu sampah plastik bisa terurai. Dengan sifatnya yang sulit terurai itu, sampah plastik terus diproduksi dalam jumlah banyak, mengakibatkan penumpukan sampah di lingkungan. Hal ini menyebabkan sampah plastik mencemari lingkungan kita.
Ketiga, mencemari lingkungan. Sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik akan mencemari lingkungan. Salah satu bukti nyata akan adanya pencemaran lingkungan ialah kasus seekor paus sperma yang ditemukan mati di perairan Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2018. Di dalam perut paus tersebut ditemukan 5,9 kg sampah plastik.
Dilansir dari Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperkirakan timbulan sampah mencapai 50,06 juta ton pada tahun 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 40 persen tidak terkelola dan berakhir di laut. Diperkirakan setiap tahun terdapat 16,02 juta ton sampah masuk ke perairan Indonesia.
Plastik yang terbuang ke laut atau tidak dikelola dengan baik dapat terurai menjadi mikroplastik. Hal ini dapat berakibat buruk bagi lingkungan dan manusia. Mikroplastik dapat mengontaminasi hewan, air, udara, tanah, dan tubuh manusia. Saat mikroplastik berada di laut, ia akan mengontaminasi biota laut dan perairan sekitar. Mengakibatkan manusia yang mengonsumsi hasil tangkapan laut ikut terkontaminasi oleh mikroplastik dan membuat air hujan juga terkontaminasi oleh mikroplastik. Hal serupa juga terjadi di daratan. Contohnya ketika para pemulung mengambil sampah plastik tanpa alat pelindung diri yang memadai. Hal ini membuat mereka terpapar oleh sampah plastik tersebut.
Dilansir dari postingan akun Instagram Narasinewsroom yang tayang 22 Oktober, telah ditemukan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta. Hal ini berasal dari aktivitas manusia di perkotaan yang kerap menggunakan plastik dalam jumlah banyak. Dampaknya bagi manusia sangat membahayakan. Mikroplastik berukuran super kecil yang terhitung dan terserap ke dalam tubuh dapat memicu stress, mengganggu hormon, dan merusak jaringan tubuh. Dampak bagi lingkungan juga tak kalah kuat, air hujan yang tercemar akan kembali terserap ke laut dan mengganggu siklus rantai makanan.
Selanjutnya, diilansir dari postingan akun Instagram Narasinewsroom 23 Oktober, telah ditemukan mikroplastik di air ketuban dan darah warga di Gresik. Penyebab dari masalah ini adalah para pemulung yang memilah sampah tanpa alat pelindung diri yang memadai. Akhirnya mereka terkontaminasi dari plastik-plastik yang mereka ambil. Lalu, penyebab lainnya adalah karena masih banyak dari mereka yang menggunakan sedotan sekali pakai, wadah untuk makanan dan minuman panas, serta membakar sampah.
Dari berbagai berita dan hasil penelitian yang ada sudah sepatutnya kita mawas diri terkait isu sampah plastik saat ini. Dampak negatif dari sampah plastik ini nyata dan telah terjadi di sekitar kita. Mungkin saja dalam diri kita sudah ada mikroplastik yang terpendam. Sebagai individu penting adanya kita untuk mulai melakukan perubahan. Kita bisa mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menggunakan wadah makanan dan minuman non plastik, membawa kantong belanja sendiri, memilah sampah dan menyetorkannya ke bank sampah, serta mulai menggunakan produk ramah lingkungan. Bagi pemerintah, wajib untuk mempertegas kebijakan yang ada terkait pemilahan dan pengelolaan sampah serta memberikan himbauan bagi produsen yang masih menerapkan sistem single use dalam proses produksi. Terakhir, bagi produsen, hendaknya memberhentikan sistem produksi single use serta mengedepankan proses yang berkelanjutan.
Sumber:Mikroplastik dalam air hujan Jakarta hujan- https://www.instagram.com/p/DQGw-9bktgf/?igsh=Z2k1aGVpdXpyeThsMikroplastik di Air Ketuban dan Darah Warga di Gresik- https://www.instagram.com/p/DQJzTZKkiLl/?igsh=MWdseDNtOWNjcTJmag==https://kkp.go.id/news/news-detail/laut-sebasah-upaya-nyata-menyelamatkan-laut-indonesia-nR3R.htmlhttps://ecoton.or.id/selamatkan-bayi-dari-racun-mikroplastik-aksi-ecoton-di-malang-gaungkan-perda-pembatasan-plastik/
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
