Kapitalisme Digital: Mesin Perusak Mental Generasi Indonesia
Agama | 2025-12-05 10:45:50Kita hidup di era yang sering diagungkan sebagai zaman kemajuan dan konektivitas. Namun, di balik gemerlap layar dan kecepatan informasi, tersembunyi sebuah mesin perusak yang bekerja secara sistematis: Kapitalisme Digital, yang kini tengah menggerus kesehatan mental generasi muda Indonesia. Masalah ini bukan sekadar isu individual, melainkan krisis struktural yang diabaikan demi akumulasi keuntungan segelintir korporasi raksasa.
Kapitalisme ini tidak hanya menyasar negara-negara maju namun juga negara-negara tertinggal, termasuk Indonesia. Indonesia kini berada di garis depan krisis digital global. Data menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu bangsa dengan tingkat kecanduan gawai paling akut di dunia. Data menunjukkan masyarakat Indonesia menghabiskan waktu rata-rata 6 jam lebih per hari untuk menggunakan gawai, dan lebih dari 19% remaja mengalami kecanduan gadget. Beberapa tanda generasi muda kecanduan gadget, diantaranya langsung mencari gadget saat membuka mata di pagi hari, tidak bisa melewati hari tanpa menggunakan gadget, merasa cemas yang luar biasa jika baterai smartphone sudah sangat rendah atau bahkan mati, selalu ingin mengecek gadget tiap 5 menit sekali, selalu menggenggam gadget ketika melakukan aktivitas apapun, entah itu sedang makan, berjalan, bahkan ke toilet. Jadilah mereka generasi era digital berkarakter ramai di sosmed namun sepi di dunia nyata.
Kecanduan ini dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan fisik, mental, serta hubungan sosial. Kehidupan generasi muda kini didominasi oleh screen time berlebihan, yang sayangnya berbanding lurus dengan peningkatan gangguan kesehatan mental. Fakta berbicara jelas bahwa mayoritas generasi muda Indonesia saat ini sangat rentan mengalami dampak buruk dari paparan digital yang tak terkontrol. Mulai dari kecemasan, depresi, hingga fenomena yang lebih spesifik seperti digital dementia yang ditandai kemerosotan kognitif akibat kemalasan berpikir karena ketergantungan pada teknologi dan peningkatan rasa kesepian meskipun terhubung secara daring.
Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya batasan usia yang ketat untuk menggunakan media sosial (medsos) di Indonesia. Padahal, studi global telah berulang kali membuktikan bahwa medsos dan teknologi kecerdasan buatan (AI) dirancang untuk memanipulasi psikologi pengguna, khususnya generasi, yang terbukti berbahaya bagi pembentukan mental dan identitas mereka. Kita membiarkan generasi muda masuk ke dalam arena yang dirancang untuk mengeksploitasi kerapuhan psikologis mereka tanpa perlindungan sama sekali.
Jelaslah bahwa krisis kesehatan mental generasi muda disebabkan oleh sistem kapitalisme yang membajak digital. Dalam sistem kapitalisme, digital dirancang sebagai alat untuk merusak generasi muda secara mental. Platform-platform sosial media tidak bertujuan untuk mencerdaskan manusia namun menjadikan waktu manusia habis di aplikasi (time spent) untuk like, share dan komen. Untuk mencapai tujuan itu, algoritma yang didukung AI dirancang untuk menjadikan manusia memiliki ketergantungan dan kecanduan untuk selalu melihat notifikasi dan konten sehingga menyerupai kecanduan judi atau narkoba. Adalah wajar generasi muda yang identik dengan generasi rebahan banyak menghabiskan waktunya lewat scrolling sosmed.
Di sisi lain, sistem kapitalisme memanfaatkan generasi muda sebagai sasaran empuk untuk memasarkan konten-konten mereka lewat perusahaan-perusahaan digital. Sayangnya negara tampak tidak tegas terhadap perusahaan-perusahaan digital raksasa ini dan terkesan tidak memiliki komitmen yang serius untuk melindungi generasi muda dari konten-konten berbahaya a la kapitalisme. Kepentingan ekonomi digital seperti pajak dan investasi dianggap lebih penting daripada fondasi agama dan kesehatan mental para generasinya.
Krisis mental health generasi muda akibat sistem kapitalisme ini harus segera diakhiri. Semua ini harus dimulai dari adanya perubahan fundamental dalam visi negara terhadap generasi mudanya. Perubahan fundamental ini membutuhkan sebuah sistem tangguh yang memiliki komitmen kuat terhadap kualitas generasi muda. Dialah sistem Islam yang memiliki visi mewujudkan generasi terbaik, yang siap memimpin peradaban, bukan sekadar menjadi konsumen digital yang pasif dan rapuh.
Sistem Islam yang berwujud dalam negara Khilafah era digital akan menjadikan perlindungan dan pembentukan mental generasi sebagai prioritas utama yang tak bisa ditawar-tawar. Komitmen ini diterjemahkan melalui serangkaian langkah strategis, baik preventif maupun khusus, berupa:
1.Khilafah menerapkan sistem pendidikan Islam yang menanamkan nilai-nilai keimanan yang kokoh, menekankan pentingnya akal, keterampilan berpikir kritis, dan pemahaman yang mendalam tentang tujuan hidup, sehingga mereka tidak mudah terombang-ambing oleh konten picisan.
2.Khilafah mengoptimalisasi peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama melalui sekolah calon orang tua. Khilafah akan memastikan setiap orang tua memiliki pemahaman agama yang mumpuni untuk membimbing anak di tengah gempuran digital.
3.Khilafah mengkondisikan masyarakat untuk peduli dan untuk saling mengawasi serta menasihati dalam hal penggunaan media. Dalam negara Khilafah, masyarakat menjadi lingkungan yang proaktif dalam mencegah praktik digital yang merusak dan menyebarkan pemikiran yang sehat dan Islami.
4.Khilafah mengawasi konten di seluruh platform media digital. Hanya konten yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, mencerdaskan akal dan membersihkan tingkah laku, yang diizinkan beredar. Sanksi tegas harus diberikan kepada individu atau platform yang terbukti memposting tayangan yang merusak moral dan mental generasi. Termasuk Khilafah akan mengatur penggunaan AI agar tidak berdampak buruk pada generasi, misalnya melarang penggunaan AI untuk menciptakan personalisasi konten adiktif atau memanipulasi emosi netizen. AI harus diarahkan untuk mendukung pendidikan, tsaqofah Islam dan produktivitas generasi, bukan eksploitasi.
Krisis mental generasi Indonesia akibat pembajakan digital oleh sistem kapitalisme telah membuat generasi kehilangan seluruh potensi besarnya untuk kebangkitan Islam. Permasalahan ini disebabkan kegagalan sistemik negara dalam melindungi rakyatnya dari eksploitasi korporasi yang berbasis untung rugi. Hanya Khilafah sajalah yang dapat menghentikan mesin perusak mental ini. Khilafah era digital ini harus segera diwujudkan oleh seluruh umat Islam. Jika tidak, Indonesia akan menerima bonus demografi yang penuh dengan generasi yang rapuh, cemas, dan tidak mampu berpikir kritis. Sunggu, masa depan generasi dan peradaban Islam bergantung pada pilihan kita hari ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
