Always Online: Ketika Dunia tak Lagi Punya Mode Offline
Gaya Hidup | 2025-12-03 06:13:41
Social Media Images
Sumber : Freepik
Teknologi digital menawarkan efisiensi dan kemudahan yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, dibalik seluruh manfaat yang dijanjikan, manusia menjadi terlalu bergantung dengan berbagai jenis teknologi yang terus berkembang. Perkembangan tersebut menimbulkan banyak permasalahan baru, salah satunya adalah menurunnya kualitas istirahat akibat tekanan untuk selalu aktif dalam dunia digital. Notifikasi yang tidak pernah berhenti membuat kita semakin sulit untuk lepas dari gawai, seolah diam sebentar saja berarti kita tertinggal dengan banyak hal.
Fenomena ini tidak hanya dirasakan oleh kelompok tertentu, tetapi hampir setiap orang di masa kini. Waktu bekerja, belajar, hingga waktu istirahat kini terasa kabur tanpa adanya batasan yang jelas. Sehingga, menimbulkan kecemasan sebagai respon seseorang ketika jauh dari gawai, karena saat ini slow response dianggap sebagai bentuk kelalaian tanggung jawab. Selain itu, sistem algoritma media sosial dan platform digital terus mendorong ilusi bahwa semakin lama kita aktif maka kita semakin produktif.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 2021 menunjukkan bahwa paparan aktivitas intensif dalam durasi panjang lebih dari 55 jam per minggu berkaitan langsung dengan peningkatan risiko penyakit jantung iskemik dan stroke. Sekitar 745.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh stres kronis dan kelelahan akibat jam kerja yang terlalu panjang (WHO & ILO, 2021).
Secara biologis, tubuh manusia memiliki ritme alami yang disebut sirkadian, yaitu siklus harian yang mengatur waktu tidur, hormon, dan metabolisme. Ketika ritme tersebut menjadi kacau akan menyebabkan kadar hormon stres meningkat, kualitas tidur menurun, dan imunitas tubuh melemah. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu kelelahan kronis, gangguan fokus, hingga penurunan kemampuan empati sosial.
Fenomena always online ini juga menimbulkan beban emosional yang sering tidak disadari. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Computer-Mediated Communication menunjukkan bahwa ketergantungan berlebih pada gawai dan media sosial berhubungan dengan penurunan kesejahteraan subjektif (Bazarova, 2021). Masyarakat menjadi kehilangan ruang untuk bermeditasi dan refleksi diri, karena waktu luang yang seharusnya digunakan untuk memulihkan diri justru tersita oleh tekanan digital yang menjerat. Filsuf Byung-Chul Han (2015) menggambarkan kondisi ini sebagai achievement society yakni masyarakat yang menekan dirinya sendiri tanpa paksaan eksternal, bekerja tanpa henti demi citra produktivitas.
Menariknya, banyak dari masyarakat tidak menganggap aktivitas daring berlebihan sebagai bentuk kerja. Padahal, otak akan terus aktif dan tidak pernah benar-benar beristirahat sehingga berakhir merusak kesehatan fisik maupun mental. Di sinilah paradoks itu terjadi, kita berusaha memulihkan diri dengan aktivitas yang justru memperparah kelelahan.
Dengan penguatan implementasi kebijakan “Hak untuk tidak terhubung (right to disconnect)” merupakan salah satu upaya agar masyarakat memiliki waktu istirahat berkualitas yang terbebas dari tuntutan komunikasi digital. Beberapa negara di Eropa telah menerapkan kebijakan ini dan melaporkan terjadinya penurunan tingkat stres dan peningkatan kesejahteraan individu. Dengan langkah sederhana seperti berhenti mengirim pesan di luar jam tertentu terbukti efektif dalam menjaga keseimbangan antara waktu untuk bekerja dan beristirahat.
Kesadaran pribadi juga dapat kita lakukan dengan menerapkan digital mindfulness, yakni menonaktifkan notifikasi di luar jam kerja dan mengatur waktu bebas gawai sebelum tidur untuk membantu memulihkan fokus dan kualitas tidur. Pembatasan penggunaan gawai hingga dua jam per hari di luar kepentingan utama dapat meningkatkan kebugaran jasmani dan rohani secara signifikan. Produktivitas tidak diukur dari seberapa sering kita berkomunikasi, namun bagaimana kualitas diri ketika benar-benar diperlukan.
Bazarova, N. N. (2021). “Always Available, Always Attached: A Relational Perspective on the Effects of Mobile Phones and Social Media on Subjective Well-Being.” Journal of Computer-Mediated Communication, 26(4), 187-206.
Byung-Chul Han, 2015. The Burnout Society. Stanford, California: Stanford University Press.
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) & Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2022. Kesehatan Mental di Tempat Kerja. Ringkasan Kebijakan. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
