Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Assoc. Prof. Dr. Hisam Ahyani.

Cerita Dosen Millenial Vs Dosen Jadul: Perbedaan Gaya, Tantangan, dan Harapan

Agama | 2025-11-21 14:37:30

Cerita Dosen Millenial vs Dosen Jadul: Perbedaan Gaya, Tantangan, dan Harapan

Dalam dunia pendidikan tinggi, ada perbedaan mencolok antara dosen millenial dan dosen jadul (jaman dulu). Siapa yang lebih produktif? Siapa yang lebih malas?

Dosen Millenial: Penuh Semangat Digital, Tapi

Dosen millenial, dengan segala kecanggihan teknologi dan dunia digital, sering kali dikenal sebagai sosok yang “melek” teknologi. Mereka lebih terbuka dengan media sosial, punya akun LinkedIn yang aktif, dan bahkan sering muncul di webinar internasional. Mereka tahu cara memperkenalkan diri mereka di dunia maya, memanfaatkan media untuk berbagi ilmu, atau bahkan menjalin koneksi dengan sesama akademisi global.

Namun, tak jarang ada sisi yang "agak malas" muncul, terutama dalam hal-hal yang lebih tradisional, seperti menulis artikel ilmiah atau membuat materi kuliah secara mendalam. Banyak dosen millenial yang lebih memilih "shortcut" untuk mendapatkan segala sesuatu yang instan. Misalnya, menggantungkan diri pada bantuan pihak ketiga untuk membuat artikel, atau bahkan menggunakan jasa penulisan untuk artikel Scopus mereka. Beberapa dari mereka bahkan lebih memilih untuk "membayar" daripada menulis artikel sendiri, berharap publikasi bisa datang tanpa harus bersusah payah menulis panjang lebar.

"Malam saya lebih sering 'bikin Scopus' daripada bikin materi kuliah," ungkap salah satu dosen millenial yang tidak ingin disebutkan namanya. "Tapi itu kan untuk kemajuan karier, bukan?"

Dosen Jadul: Kerja Keras, Tapi Kaku dengan Perubahan

Di sisi lain, dosen jadul atau dosen dengan pengalaman panjang di dunia akademik sering kali dikenal dengan dedikasi yang tinggi. Mereka adalah sosok yang gigih menulis artikel ilmiah, membuat materi kuliah yang terperinci, dan berusaha memenuhi segala kewajiban administrasi secara mandiri. Sebagian besar dari mereka lebih memilih cara yang sudah terbukti ampuh dan nyaman—mengajar di kelas, menulis artikel sendiri, dan berusaha menjadi rujukan di dunia akademik.

Namun, dosen jadul sering kali dianggap lamban dalam beradaptasi dengan perkembangan zaman, terutama dalam hal teknologi. Mereka mungkin merasa kesulitan untuk mengoptimalkan media sosial atau memanfaatkan berbagai platform digital untuk meningkatkan eksposur karya akademik mereka. Seringkali mereka merasa bahwa ‘tugas’ mereka sudah selesai dengan mengajar dan menulis jurnal tanpa memikirkan bagaimana cara memasarkan karya mereka di dunia maya.

“Menulis artikel itu sudah cukup berat, apalagi kalau harus memikirkan cara promosi di media sosial atau harus bayar APC untuk publikasi di jurnal internasional,” kata seorang dosen senior dengan nada pasrah.

Polemik Dosen Millenial vs Jadul: Siapa yang Lebih Efektif?

Pola pikir yang berbeda antara dosen millenial dan dosen jadul ini tentu membawa dampak dalam dunia pendidikan. Dosen millenial yang lebih cenderung berfokus pada efisiensi melalui teknologi, mungkin lebih cepat dalam mengikuti tren dan memanfaatkan peluang yang ada. Namun, ketergantungan mereka pada "bantuan luar" bisa mengurangi kualitas orisinalitas dan dedikasi mereka terhadap proses akademik itu sendiri.

Di sisi lain, dosen jadul yang dikenal dengan kedisiplinan tinggi sering kali terjebak dalam cara-cara konvensional yang kurang efektif dalam dunia yang serba cepat ini. Mereka mungkin menghasilkan karya yang lebih orisinal, namun kesulitan dalam menyebarluaskan karya mereka secara luas dan efektif.

Pada akhirnya, dunia pendidikan memerlukan keseimbangan antara kedua pendekatan ini: semangat dan kemajuan teknologi dari dosen millenial, serta dedikasi dan orisinalitas dari dosen jadul. Semoga, keduanya bisa saling melengkapi dan berkolaborasi, demi menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan lebih adaptif untuk masa depan.

Dosen Millenial vs Jadul: Akankah Mereka Bisa Berkolaborasi?

Seiring perkembangan zaman, mungkin kita akan melihat lebih banyak kolaborasi antara dosen millenial dan dosen jadul. Misalnya, dosen millenial bisa membantu memodernisasi cara pengajaran dan publikasi karya ilmiah dosen jadul yang lebih tradisional. Sebaliknya, dosen jadul bisa mentransfer pengetahuan berharga tentang proses akademik yang mendalam kepada generasi muda.

Di akhir cerita, yang terpenting bukanlah siapa yang lebih “malas” atau lebih “aktif”, tetapi bagaimana keduanya bisa bergandengan tangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan karya ilmiah di Indonesia. Mungkin solusi yang dibutuhkan adalah kolaborasi, bukan kompetisi.

Catatan: Dalam dunia akademik, tidak ada yang instan, kecuali kopi yang diseduh. Kualitas selalu datang dengan usaha, dedikasi, dan kadang, sedikit humor.

Sumber :

https://lombokpost.jawapos.com/opini/1505096841/tantangan-dosen-milenial-menghadapi-mahasiswa-gen-z

https://www.instagram.com/duniadosencom/p/DQl9KDigQBY/

https://lifescifi.com/2023/11/17/menjadi-dosen-muda-antara-kenyamanan-mahasiswa-dan-tantangan-dosen-senior/

https://id.quora.com/Apa-benar-bahwa-dosen-dosen-yang-masih-muda-cenderung-lebih-idealis-tegas-dibanding-yang-sudah-tua

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image