Di Antara Peluang Digital dan Mereka yang Masih Tertinggal
Teknologi | 2025-11-20 13:59:19Ada satu hal yang sekarang terasa sulit dipisahkan dari hidup kita yaitu teknologi digital. Ia bergerak begitu cepat, menyelinap masuk ke berbagai sisi kehidupan sampai kadang kita baru sadar setelah perubahan terjadi di depan mata. Aktivitas yang dulu terasa rumit kini bisa selesai hanya dengan beberapa sentuhan. Bahkan kebiasaan kecil seperti mengatur jadwal atau membayar tagihan pun perlahan pindah ke ruang digital. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebut digitalisasi sebagai pilar penting transformasi ekonomi nasional karena mampu memperluas akses layanan publik dan membuat usaha kecil lebih kompetitif (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2025). Dan jika kita melihat sekeliling, pernyataan itu memang terasa masuk akal.
Ponsel pun berubah peran. Ia bukan lagi sekadar alat untuk bicara tetapi tempat bekerja, berkonsultasi, belajar, bahkan bersosialisasi. McKinsey & Company mencatat bahwa digitalisasi layanan publik bisa menghemat hampir setengah biaya operasional dan meningkatkan produktivitas kerja secara signifikan (McKinsey & Company, 2020). Tidak heran jika batas antara ruang fisik dan digital makin kabur. Banyak hal sekarang bisa dilakukan tanpa perlu hadir secara langsung dan kita menerimanya begitu saja karena sudah menjadi bagian dari keseharian.
Namun kenyataannya perkembangan digital tidak selalu berjalan mulus bagi semua orang. Masih banyak yang tertinggal karena akses internet yang belum merata atau karena mereka belum cukup akrab dengan perangkat digital. UNESCO pernah menekankan bahwa teknologi memang membuka kesempatan belajar yang lebih luas tetapi manfaat itu tidak serta merta diterima secara merata ketika infrastruktur dan kemampuan digital masyarakat masih berbeda jauh antara satu wilayah dengan wilayah lain (UNESCO, 2023). Dalam percakapan ringan kita sering menjumpai keluhan yang menggambarkan hal ini misalnya guru di daerah yang harus mencari sinyal ke tempat tertentu hanya untuk mengakses materi atau pelaku usaha kecil yang bingung saat mulai mengenal platform daring.
Meski begitu peluang yang lahir dari digitalisasi terlalu berharga untuk dilewatkan. Banyak cerita muncul dari para pelaku UMKM yang sebelumnya memiliki batas gerak karena lokasi mereka terpencil. Kini mereka bisa menjangkau pembeli dari kota lain bahkan provinsi lain. Ada pula kisah pengrajin di sebuah desa kecil yang tidak menyangka produknya mendapat perhatian luas setelah ia mencoba memanfaatkan media sosial. Kisah kisah seperti inilah yang menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi jembatan yang menghubungkan usaha kecil dengan pasar yang jauh lebih besar.
Dalam bidang pendidikan perubahan yang terjadi juga sangat terasa. Anak anak yang dulu kesulitan mengakses materi tertentu kini mulai bisa belajar dari sumber yang lebih beragam. Memang masih ada hambatan terutama dari sisi jaringan dan ketersediaan perangkat tetapi sedikit demi sedikit jalan itu mulai terbuka dan memberi harapan baru bagi pemerataan pendidikan.
Di tengah semua perkembangan ini kita tetap perlu menjaga hal yang paling dasar yaitu sisi manusiawi kita. Teknologi bisa membantu banyak hal tetapi ia tidak bisa menggantikan empati dan kedekatan yang tumbuh dari hubungan nyata. Justru di era digital inilah kita perlu lebih peka agar tidak kehilangan arah hanya karena terlalu nyaman dengan efisiensi yang ditawarkan layar.
Teknologi akan terus berkembang. Kita tidak bisa menghentikannya tetapi kita bisa memilih bagaimana menggunakannya. Apakah sekadar mengikuti arus atau menjadikannya alat untuk membangun hidup yang lebih baik. Pada akhirnya kemajuan tidak diukur dari kecanggihan perangkat yang kita miliki tetapi dari bagaimana teknologi itu membuat kehidupan terasa lebih adil lebih hangat dan lebih bermakna bagi banyak orang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
