Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Raymond Edward Widjaja

Gigi yang Indah: Kebutuhan atau Sekedar Tren

Edukasi | 2025-11-18 08:54:28
Ilustrasi tampilan gigi yang indah

Di era media sosial yang menonjolkan penampilan sempurna, gigi yang indah kini bukan sekadar simbol kesehatan, tetapi juga menjadi cerminan citra diri dan kepercayaan diri seseorang. Foto senyum putih nan rapi yang membanjiri media sosial mendorong semakin banyak orang berlomba-lomba mempercantik giginya, baik dengan perawatan medis maupun cara instan yang belum tentu aman Oleh karena itu, akhir-akhir ini marak di media sosial mengenai tren untuk memperoleh tampilan gigi yang indah. Banyak dari mereka yang mulai memakai kawat gigi, melakukan veneer ataupun bleaching pada gigi untuk memperbaiki tampilan gigi, baik dari segi bentuk maupun warna gigi.

Namun di balik maraknya tren tersebut, muncul persoalan serius terkait meningkatnya praktik perawatan gigi ilegal. Fenomena ini bahkan sempat disorot oleh Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) karena kasus veneer dan behel abal-abal meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan remaja yang terpengaruh media sosial. Data dari PDGI menyebutkan kasus pemasangan behel dan veneer ilegal meningkat hingga 30% dalam tiga tahun terakhir, terutama di kota-kota besar. Di Jakarta, lebih dari 150 kasus komplikasi akibat perawatan gigi abal-abal tercatat sepanjang tahun 2023. Banyak dari korban tergoda dengan promosi yang menampilkan hasil instan dengan harga murah tanpa mempertimbangkan aspek medis. Padahal, prosedur seperti veneer dan pemasangan behel bukan hanya soal estetika, tetapi juga menyangkut anatomi, jaringan gusi, serta posisi rahang yang harus ditangani dengan perhitungan klinis.

Praktik ilegal ini biasanya dilakukan oleh individu yang tidak memiliki latar belakang kedokteran gigi yang sering kali hanya bermodal pelatihan singkat atau tutorial daring. Mereka kerap menggunakan bahan non-standar, seperti resin murah atau lem gigi yang seharusnya tidak digunakan untuk jangka panjang. Akibatnya, banyak korban yang mengalami gigi patah, infeksi pada gusi, hingga gangguan sendi rahang (temporomandibular joint disorder). Dalam beberapa kasus ekstrem, veneer yang salah pasang justru menutupi area karies, menyebabkan pembusukan gigi dari dalam tanpa disadari pasien.

Ironisnya, sebagian besar korban tidak menyadari risiko tersebut karena lebih fokus pada hasil visual jangka pendek. Tren ini diperkuat oleh konten media sosial yang menampilkan senyum putih sempurna tanpa penjelasan tentang proses dan risiko medis di baliknya. Situasi ini menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan antara masyarakat dan tenaga profesional, serta lemahnya regulasi dalam pengawasan praktik estetika gigi non-medis.

Seberapa pentingkah memperoleh tampilan gigi yang indah?

Sebenarnya, sangat penting untuk memperoleh gigi yang indah, yakni bersih dan rapi karena dapat membuat kita terhindar dari penyakit, meningkatkan fungsi mengunyah gigi, serta meningkatkan kepercayaan diri kita. Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah banyak sekali orang terpengaruh oleh tren-tren dimana standar gigi yang indah itu harus putih. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang gigi yang sehat.

Menurut standar kedokteran gigi, ciri-ciri gigi sehat ialah tidak berlubang, bersih dari plak, gusi tidak bengkak atau berdarah, gigi kuat untuk mengunyah, dan tidak mudah patah. Warna gigi dewasa yang natural memang agak kekuningan. Hal ini terjadi karena seiring bertambahnya usia, lapisan enamel (lapisan paling luar gigi) akan menipis sehingga dentin (lapisan gigi yang terletak dibawah enamel dan memiliki warna alami kuning) akan lebih terlihat, akhirnya gigi dewasa tampak kekuningan. Banyak masyarakat kita yang belum mengetahui hal tersebut sehingga sering muncul anggapan bahwa gigi yang kuning dikarenakan seseorang jarang sikat gigi ataupun malas merawat giginya.

Kebutuhan utama dari gigi kita sendiri adalah sehat dan bersih bukan putih. Jika menginginkan gigi yang putih memang ada caranya, yakni melakukan veneer, bleaching pada gigi ataupun menggunakan kawat gigi untuk merapikan gigi namun membutuhkan biaya yang sangat mahal dan tidak bisa ditangani oleh sembarang orang. Oleh karena itu, saat ini banyak ditemukan korban veneer atau pun behel abal-abal yang menginginkan tampilan gigi yang indah namun dengan biaya yang murah.

Tren estetika gigi ini menunjukkan adanya perubahan nilai di masyarakat, keindahan sering kali lebih dihargai daripada kesehatan. Akibatnya, fungsi utama gigi sebagai alat mengunyah, berbicara, dan menjaga struktur wajah kerap terabaikan. Dengan demikian, perlu adanya kesadaran diri masing-masing, apabila dirasa mampu untuk melakukan veneer pada gigi atau memasang behel sebaiknya dilakukan di tempat praktek resmi dan ditangani oleh dokter gigi. Apabila dirasa kurang mampu dengan biayanya, seseorang sebaiknya fokus untuk merawat giginya dengan rajin menyikat gigi ataupun melakukan pengecekan ke dokter gigi enam bulan sekali. Hal itu sudah cukup untuk membuat gigi tampak sehat dan nyaman dipandang dibandingkan memaksa memperindah gigi dengan modal seadanya namun menimbulkan kerusakan pada gigi di masa mendatang. Pada akhirnya, gigi yang indah bukan hanya tentang warna putih yang mencolok, melainkan tentang kebersihan, fungsi, dan kesehatan yang terjaga. Keindahan sejati tidak muncul dari tren instan, tetapi dari kesadaran untuk merawat dan menghargai kesehatan gigi sejak dini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image