Fenomena Pijat Kretek di Indonesia: Mengapa Lebih Dipercaya daripada Dokter Ortopedi dan Fisioterapis?
Rubrik | 2025-11-14 10:34:02Beberapa tahun terakhir, di Indonesia, praktik kiropraktik atau yang lebih dikenal dengan istilah pijat kretek semakin marak diperbincangkan. Video-video viral di media sosial yang memperlihatkan seseorang dengan sakit tulang belakang sembuh dalam hitungan detik dengan hanya beberapa kali “krek” menjadi sebuah fenomena yang menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat, Ada yang menganggapnya sebagai proses penyembuhan secara singkat, tetapi ada juga yang menanggapi dengan sebaliknya bahwa hal tersebut hanya sekadar efek sugesti yang bersifat sementara. Kalangan medis pun menilai praktik ini berisiko dan tidak didukung bukti ilmiah yang kuat. Anehnya, walaupun belum terbukti secara ilmiah dan terdapat peringatan dari dokter ortopedi, tampaknya masyarakat lebih banyak yang datang berobat dan lebih percaya kepada kiropraktor daripada dokter ortopedi maupun fisioterapis.
Penulis merupakan mahasiswa fisioterapi Universitas Airlangga yang tertarik mengulik topik ini dikarenakan keheranan, mengapa masyarakat lebih memilih kiropraktik daripada dokter ortopedi maupun fisioterapis yang jelas berdasar ilmu pengetahuan medis. Padahal, praktik kiropraktik ini masih banyak menimbulkan pro-kontra dalam dunia medis dan belum sepenuhnya terbukti secara ilmiah apakah benar praktik ini memberikan penyembuhan yang nyata atau hanya memberikan efek lega yang bersifat sementara.
Masyarakat beranggapan bahwa pijat kretek merupakan pengobatan yang instan dan ampuh untuk segala macam gangguan tulang maupun saraf. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya klinik kiropraktik dan selalu ramai pasien. Mereka lebih memilih kiropraktik karena sensasi “kretek” yang menimbulkan kepuasan psikologis, pasien akan merasa lega dan merasa berhasil disembuhkan karena bunyi tersebut. Berbeda dengan dokter ortopedi dan fisioterapi yang lebih fokus pada latihan secara bertahap dan tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk hasil yang optimal. Padahal, bunyi “kretek” tersebut bukan sebagai tanda bahwa sakit tulang sendi yang dialami sembuh, melainkan hanya pelepasan gas dalam sendi.
Sebaliknya, dalam dunia medis, terutama dokter ortopedi dan fisioterapis, praktik kiropraktik ini seringkali tidak didukung oleh kajian dan bukti ilmiah. Bahkan dalam beberapa kasus, pengobatan kiropraktik yang menekan tulang belakang ini dapat menimbulkan risiko serius, seperti cedera saraf, kerusakan pembuluh darah, hingga strok. Laporan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 2023 mencatat setidaknya ada 157 kasus cedera serius akibat praktik kiropraktik ilegal di Indonesia, mulai dari syaraf terjepit, fraktur tulang, hingga kelumpuhan.
Hal ini dimulai dengan ketidaktahuan dan minimnya pengetahuan masyarakat akan risiko tindakan kiropraktik. Banyak yang mengira bahwa semua nyeri sendi dan otot pasti berhubungan dengan salah urat atau tulang bergeser sehingga cukup diperlukan tindakan “kretek” untuk mengatasinya. Namun, sayangnya, hasil survei yang dilakukan Indonesian Physiotherapy Association tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya 23% responden yang benar-benar memahami peran dan kompetensi fisioterapi dalam penanganan masalah muskuloskeletal. Disinilah peran pemerintah untuk lebih aktif dalam melakukan edukasi tentang manfaat fisioterapi dan pentingnya diagnosis medis sebelum melakukan pengobatan secara fisik. Selain pemerintah, edukasi juga dapat dilakukan oleh dokter ortopedi dan fisioterapis, hal ini berguna untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada mereka sekaligus menjelaskan dan mempraktikkan secara langsung peran dan manfaat pengobatan yang dilakukan oleh dokter ortopedi dan fisioterapis, serta risiko jika hanya mengandalkan kiropraktik tanpa pertimbangan medis dan pengecekan secara berkala.
Masalah yang terdapat dalam kasus ini tidak bisa kita abaikan. Proses penyembuhan sendi, otot, dan tulang belakang yang dilakukan oleh kiropraktik tanpa melalui pertimbangan oleh medis dapat membawa risiko serius seperti cedera saraf hingga yang paling parah yaitu kelumpuhan. Umumnya hal ini terjadi karena terdapat salah perlakuan pada teknik pengobatan yang dilakukan oleh praktisi tidak bersertifikat atau yang lebih dikenal dengan “kretek abal-abal”. Oleh karena itu perlu adanya penelitian ilmiah lebih lanjut tentang keefektifan pijat kretek dalam mengobati pasien yang mengalami sakit sendi, otot, dan tulang belakang. Sebenarnya terdapat beberapa jurnal yang telah membahas kiropraktik ini, seperti penelitian Cochrane (Rubinstein et al., 2019) yang menyebutkan bahwa efek manipulasi lebih nyata dalam jangka pendek, sementara untuk jangka panjang tidak ada perbedaan signifikan dibanding terapi lainnya. Dengan kata lain, kiropraktik atau pijat kretek mungkin membantu pasien merasa lebih baik sejenak, tapi bukan solusi permanen karena rasa sakit tersebut akan muncul kembali jika efek kiropraktik hilang. Namun, belum ada penelitian yang membahas kiropraktik ini secara menyeluruh, seperti apakah praktik ini lebih efisien jika dibandingkan dengan dokter ortopedi atau fisioterapis? apakah ketika proses menekan tulang dalam pengobatan memiliki risiko yang besar? apa pengaruh atau efek dari proses menekan tulang tersebut terhadap otot, ligamen, saraf, dan aliran darah? Apakah aman jika dibiarkan terus-menerus membuka praktik tanpa adanya diagnosa? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya, mengingat telah terdapat beberapa korban dari kiropraktik ini.
Kiropraktik dan pijat kretek memang bisa memberikan rasa lega sementara bagi pasien dengan nyeri punggung atau leher. Namun, bukti ilmiah menunjukkan bahwa manfaatnya terbatas, dan tidak ada jaminan dapat menyembuhkan sakit tulang secara permanen. Justru, risikonya bisa sangat serius jika dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi sinergi antara kiropraktik legal dengan tenaga medis modern (dokter ortopedi dan fisioterapis), seperti sebelum tulang di kretek oleh kiropraktik, dokter ortopedi dapat memberi diagnosa dan fisioterapis dapat memberikan pengobatan pertama untuk pelemasan sendi tulang sehingga kiropraktik dapat langsung mengeksekusi sesuai arahan dokter. Dengan begitu hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan efektif dalam pengobatan dapat lebih terjamin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
