Mungkinkah Apoteker AI Menggantikan Peran Apoteker Tele-Konvensional?
Iptek | 2025-11-13 21:16:56Transformasi digital di bidang kesehatan membawa perubahan besar terhadap cara pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat. Salah satu bentuk inovasi yang berkembang pesat adalah telefarmasi, yakni penyediaan layanan farmasi jarak jauh melalui teknologi komunikasi digital. Di era ini, apoteker tidak lagi terbatas oleh ruang apotek fisik; mereka dapat memberikan konseling obat secara daring, baik melalui video call, chat, maupun aplikasi khusus.
Namun, kemunculan telefarmasi berbasis kecerdasan buatan (AI) menimbulkan perdebatan baru: apakah peran apoteker sebagai konselor obat dapat tergantikan oleh sistem otomatis yang dirancang untuk menjawab pertanyaan pasien tentang obat? Artikel ini membahas secara mendalam peran konseling obat oleh apoteker, implementasinya dalam telefarmasi dan telefarmasi berbasis AI, serta analisis kelebihan, kekurangan, dan hubungan sinergis di antara keduanya.
Konseling Obat: Pilar Utama Pelayanan Kefarmasian
Konseling obat adalah bagian integral dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien (patient-oriented care). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016, apoteker memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan langsung yang bertujuan menjamin penggunaan obat yang rasional, aman, dan efektif.
Kegiatan konseling mencakup:
- Pemberian informasi tentang indikasi, dosis, cara pakai, efek samping, dan penyimpanan obat;
- Edukasi mengenai interaksi obat dan gaya hidup;
- Pemantauan terhadap kepatuhan pasien dalam menjalani terapi (Fajarini & Ludin, 2020).
Dalam konteks pelayanan digital, prinsip konseling obat tetap sama, yaitu mengutamakan keselamatan pasien (patient safety) dan memberikan dukungan personal agar terapi obat mencapai hasil optimal. Hanya saja, media penyampaian dan model interaksinya kini berubah dari tatap muka menjadi berbasis teknologi.
Telefarmasi: Inovasi Digital dalam Pelayanan Apoteker
Telefarmasi (telepharmacy) didefinisikan sebagai pemberian layanan farmasi, termasuk konseling, secara jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Konsep ini pertama kali berkembang di Amerika Serikat dan kini mulai diterapkan di Indonesia sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan modern (Kemenkes RI, 2021).
Telefarmasi memungkinkan apoteker memberikan layanan kepada pasien yang berada di lokasi terpencil atau tidak dapat hadir secara langsung ke apotek. Layanan yang umumnya diberikan melalui telefarmasi meliputi:
- Konseling obat secara daring (video/audio/chat);
- Verifikasi resep elektronik;
- Edukasi kesehatan melalui aplikasi;
- Pemantauan terapi obat (Drug Therapy Monitoring) jarak jauh (Suprianto et al., 2023).
Keunggulan utama telefarmasi adalah aksesibilitas dan efisiensi waktu. Pasien tidak perlu datang langsung ke apotek, tetapi tetap bisa berkonsultasi dengan apoteker profesional. Hal ini sangat relevan di masa pandemi COVID-19, ketika pelayanan kesehatan harus tetap berjalan tanpa kontak fisik.
Namun, penelitian oleh Hidayat et al. (2022) menunjukkan bahwa tantangan utama telefarmasi di Indonesia adalah kurangnya standar regulasi, keterbatasan infrastruktur digital, dan masih rendahnya kepercayaan pasien terhadap konseling daring.
Telefarmasi Berbasis AI: Otomatisasi Konseling di Era Kecerdasan Buatan
Perkembangan Artificial Intelligence (AI) memperluas cakupan telefarmasi menjadi lebih canggih. Kini muncul sistem telefarmasi berbasis AI, yaitu platform digital yang dilengkapi dengan algoritma pembelajaran mesin (machine learning) untuk memberikan rekomendasi penggunaan obat, mendeteksi interaksi antar-obat, atau menjawab pertanyaan pasien secara otomatis.
Contohnya adalah penggunaan chatbot farmasi, aplikasi yang mampu memberikan informasi obat berdasarkan database ilmiah dan catatan pasien. Beberapa sistem AI bahkan sudah mampu menganalisis electronic health record (EHR) untuk mendeteksi risiko efek samping obat tertentu sebelum digunakan pasien (Gupta et al., 2021).
Kelebihan utama telefarmasi berbasis AI antara lain:
- Respon cepat dan tersedia 24 jam;
- Kemampuan analisis data besar (big data analytics) untuk personalisasi terapi;
- Efisiensi biaya operasional;
- Kemampuan mendeteksi pola medication error lebih cepat daripada observasi manual.
Namun demikian, AI masih memiliki keterbatasan besar terutama dalam hal empati, komunikasi interpersonal, dan penilaian klinis kontekstual yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. AI hanya memberikan saran berdasarkan data yang tersedia, tanpa mempertimbangkan faktor emosional, budaya, atau psikologis pasien (Rahman & Kurniawan, 2023).
Perbandingan Telefarmasi dan Telefarmasi Berbasis AI
Hubungan Sinergis: Kolaborasi Apoteker dan AI dalam Pelayanan Konseling
Telefarmasi berbasis AI tidak seharusnya dipandang sebagai ancaman terhadap profesi apoteker, melainkan sebagai alat pendukung (supportive tool) yang memperkuat kualitas pelayanan. Sistem AI dapat membantu apoteker dengan:
Dengan demikian, apoteker tetap menjadi decision maker utama dalam pelayanan konseling, sementara AI berfungsi sebagai clinical assistant yang mempercepat proses dan meminimalkan kesalahan (Nurhasanah & Dewi, 2024).
Model ini dikenal dengan konsep “Hybrid Telepharmacy”, yaitu integrasi antara kecerdasan buatan dan bimbingan manusia, di mana AI menangani aspek teknis dan analitis, sedangkan apoteker memegang aspek etik, empati, dan klinis.
Keterkaitan dengan Prinsip Pelayanan Fasilitas Kesehatan
Implementasi konseling obat melalui telefarmasi dan AI mendukung prinsip dasar pelayanan fasilitas kesehatan, antara lain:
- Patient Safety: AI membantu mendeteksi risiko obat, sementara apoteker memastikan keputusan klinis yang aman;
- Accessibility: Telefarmasi memperluas jangkauan layanan hingga ke daerah terpencil;
- Efficiency: Otomatisasi AI mengurangi beban administrative (terkhusus biaya) dan mempercepat proses pelayanan;
- Equity: Layanan digital dapat diakses oleh semua pasien tanpa batas geografis, selama infrastruktur tersedia.
Dengan mengintegrasikan teknologi AI dalam telefarmasi, apotek modern dapat menjadi pusat pelayanan kefarmasian yang cerdas (smart pharmacy), adaptif, dan inklusif sesuai arah kebijakan transformasi digital kesehatan nasional.
Kesimpulan
Konseling obat tetap menjadi fondasi utama pelayanan kefarmasian dalam bentuk apapun, baik secara langsung, daring, maupun berbasis AI. Implementasi telefarmasi telah membuka akses luas bagi masyarakat terhadap layanan farmasi profesional, sedangkan AI memberikan dukungan analitik dan efisiensi tinggi yang membantu apoteker bekerja lebih efektif.
Namun, kecerdasan buatan tidak dapat menggantikan nilai kemanusiaan dan profesionalisme apoteker dalam berinteraksi dengan pasien. Oleh karena itu, masa depan pelayanan kefarmasian seharusnya tidak diwarnai dengan dikotomi antara manusia dan mesin, melainkan kolaborasi sinergis antara apoteker dan AI untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang aman, cepat, akurat, dan berempati.
Daftar Pustaka
Fajarini, H., & Ludin, A. (2020). Evaluasi Pelaksanaan Konseling di Apotek Etika Farma Brebes berdasarkan PERMENKES RI Nomor 73 Tahun 2016. Jurnal Sains dan Kesehatan, 2(4), 418–421.
Gupta, R., Patel, R., & Shah, A. (2021). Artificial Intelligence in Telepharmacy: Opportunities and Challenges. International Journal of Pharmacy Practice, 29(6), 502–510.
Hidayat, A., Rahmawati, D., & Siregar, A. (2022). Tantangan Implementasi Telefarmasi di Indonesia: Studi Kualitatif pada Praktik Apoteker. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 11(2), 95–104.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Blueprint Transformasi Digital Kesehatan Nasional 2021–2024. Jakarta: Kemenkes RI.
Nurhasanah, S., & Dewi, A. P. (2024). Hybrid Telepharmacy Model: Integrating AI into Pharmaceutical Care. Journal of Digital Health and Pharmacy, 3(1), 11–23.
Rahman, F., & Kurniawan, A. (2023). The Role of AI Chatbots in Patient Counseling and Drug Information. Health Informatics Journal, 29(2), 201–215.
Suprianto, L., Nugroho, D., & Fitriani, S. (2023). Digitalisasi Layanan Farmasi di Indonesia: Peluang dan Tantangan Telepharmacy. Jurnal Ilmu Farmasi dan Kesehatan Indonesia, 8(1), 35–44.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
