Perawat, Garda Terdepan yang Sering Terlupakan di Tengah Pandemi
Eduaksi | 2025-11-13 18:23:50Sudah hampir 3 tahun seluruh dunia berjuang menghadapi penyakit Covid19 (Corona Virus Disease-2019). Penyakit ini menyebabkan penderitanya mengalami gejala umum demam, batuk, kelelahan dan hilang penciumam. Gejala lain yang dapat muncul adalah sakit kepala, diare, ruam, sampai sesak napas. Namun gejala dapat berbeda pada setiap individu. Bahkan pada beberapa orang yang positif terinfeksi covid-19, tidak ditemukan gejala spesifik atau yang dikenal dengan Orang Tanpa Gejala (OTG).
Hal ini menjadikan penyakit ini semakin menakutkan karena sulit mencegah penularan dari OTG. Selanjutnya gejala penyakit ini juga dapat berupa perburukan gejala penyakit kronis lain yang menjadi co-morbid untuk penyakit ini. Penyakit ini menjadi cukup menakutkan bagi seluruh dunia karena penyebarannya yang luas dan dapat menyebabkan kematian. Angka kematian karena covid-19 di dunia saat ini telah mencapai 6,05 juta sampai Maret 2022 ini. Hal ini menyebabkan tingginya kecemasan masyarakat karena penyakit covid-19 ini. Bahkan perkembangan virus ini pun menambah kecemasan dengaN adanya berbagai varian seperti varian delta dan yang terbaru adalah varian omicron
Wabah Covid-19 masih terus bertambah di beberapa wilayah, tenaga kesehatan harus terus memberikan pelayanan primer dengan menekan pada upaya promotif dan prefentif. Sehingga banyak perawat di Indonesia saat ini yang berjatuhan meninggal dalam menjalankan tugasnya karena terpapar Covid-19. Setiap hari selalu ada laporan perawat di Indonesia telah meninggal saat terjadi pandemi corona baru. Peran perawat dalam bentuk asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat dengan penderita dan lingkungan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian penderita, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan, penyuluhan, dan konselor, pengelola, peneliti, serta pelaksanaan tugas dalam pelimpahan wewenang dan keadaan keterbatasan. Peran yang sudah tertuang dalam UU dan begitu mulia sering di artikan dan di pandang sebelah mata oleh masyarakat, namun jika di pikir kembali peran perawat sangatlah penting karena bersifat mulia
Peran perawat caregiver, yang merupakan peran utama dimana perawat akan terlibat aktif selama 24 jam dalam memberikan asuhan keperawatan di tatanan layanan klinis seperti di rumah sakit, akan tetapi perawat juga harus tetap berhati-hati seperti memakai ADP yang lengkap tetapi juga harus menjaga kesehatan. Di saat masyarakat umum di wajibkan Stay at Home, perawat dan tenaga kesehatan lainnya berjibaku memberikan pelayanan kepada pasien Covid-19 maupun pasien umum yang membutuhkan. Benar memang sudah tugas profesi perawat tapi seandainya bisa memilih Stay at Home, pastinya sejawat perawat memilih berkumpul dengan keluarga dan mematuhi himbauan pemerintah untuk Stay at Home berkumpul dengan keluarga tersayang dibandingkan dengan tetap bekerja dengan penuh resiko tertular.
Perawat sesungguhnya menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi COVID-19 mereka tak hanya merawat pasien, tetapi juga menjadi penghubung antara harapan dan ketakutan. Namun di tengah sorot media terhadap kasus, angka, dan kebijakan, suara para perawat sering kali terabaikan: kelelahan mental mereka, risiko infeksi, beban moral, dan stigma sosial yang ditanggung tidak seimbang dengan apresiasi maupun dukungan struktural yang mereka terima.
Beberapa penelitian di Indonesia memang memperlihatkan betapa besarnya tekanan psikologis yang dialami perawat. Misalnya, survei terhadap 2.156 perawat yang bekerja langsung dengan pasien COVID-19 menunjukkan bahwa 44,0% mengalami kecemasan sangat berat, 53,5% ketakutan yang sangat berat, dan 64,7% depresi dalam kategori sangat berat. PMC Tidak hanya itu: 63,5% dari perawat tersebut berada dalam krisis kesehatan mental. PMC Dalam studi kualitatif di rumah sakit di Belu, Nusa Tenggara Timur, perawat menyebutkan rasa takut terpapar virus dan menularkannya kepada keluarga, takut akan kematian dini, stres akibat keterbatasan alat pelindung diri (APD), serta tekanan batin antara tanggung jawab profesional dan keselamatan diri.
Stigma sosial juga menjadi beban tambahan. Ada perawat yang dikucilkan oleh masyarakat karena dianggap penyebar virus; di beberapa kasus, anggota keluarga mereka pun menghadap tekanan dari lingkungan. BioMed Central+1 Padahal seharusnya mereka mendapatkan dukungan bukan hanya secara retorik, tapi melalui penyediaan APD yang memadai, beban kerja yang manusiawi, kompensasi risiko, serta layanan kesehatan mental yang efektif.
Menurut saya pengorbanan dan sumbangsih perawat selama pandemi harusnya menjadi panggilan bagi sistem kesehatan dan masyarakat untuk mengubah cara kita menghargai mereka. Apresiasi verbal memang penting, tapi tak cukup bila struktur pendukungnya minim. Pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan perlu menetapkan kebijakan yang menjamin keselamatan fisik, dukungan psikologis, waktu istirahat yang cukup, gaji yang sepadan risiko, dan kebijakan afirmatif terhadap perawat yang terdampak agar mereka yang berada di garis depan tak lagi jadi yang terlupakan. Tanpa dukungan yang nyata, duka, kelelahan, dan kehilangan akan terusmenerus menghantui mereka yang paling berjasa di masa krisis
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
